Oleh : Tita Rahayu Sulaeman
wacana-edukasi.com, OPINI– RUU Kesehatan akhirnya disahkan menjadi UU Kesehatan pada sidang paripurna DPR RI pada masa persidangan V Tahun sidang 2022-2023 pada hari Selasa (11/7). Mayoritas fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Kesehatan ini. Fraksi-fraksi yang setuju adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Fraksi NasDem menerima dengan catatan terkait mandatory spending (cnnindonesia.com 11/07/2023).
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan dengan disahkannya RUU Kesehatan kiranya menjadi awal yang baru untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di daerah terpencil, tertinggal, di perbatasan, maupun kepulauan (kemenkes.go.id 11/07/2023).
Kontroversi dalam RUU Kesehatan
Dari sudut pandang IDI (Ikatan Dokter Indonesia), ada beberapa kontroversi pada RUU Kesehatan. Diantaranya, IDI (Ikatan Dokter Indonesia) menilai pengesahan RUU Kesehatan ini minim urgensi. Omnibus akan efektif bila diaplikasikan pada kondisi complex and hyper-regulation: jumlah legislasi banyak, beragam, tumpang tindih atau terdapat kontradiksi satu dengan lainnya. Hal ini tidak ditemukan dalam undang-undang Kesehatan. UU Kesehatan hanya akan menggabungkan 9 UU; sebagian besar UU tersebut bernuansa homogen karena bertema besar kesehatan.
Selain itu UU Kesehatan dianggap mengamputasi Peran Organisasi Profesi. Untuk melamar praktik, seorang tenaga kesehatan hanya perlu menyertakan STR (surat tanda registrasi), alamat praktek dan bukti pemenuhan kompetensi. Tidak diperlukan lagi surat keterangan sehat dan rekomendasi organisasi profesi (idionline.org 5/01/2023).
Pengesahan UU Kesehatan tentu saja merugikan bagi masyarakat secara umum. Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan akan menghapus kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar minimal 5% dari total APBN. Kebijakan itu dikhawatirkan dapat “memperburuk layanan kesehatan” bagi masyarakat miskin dan rentan, khususnya di wilayah tertinggal. Padahal, menurut CEO lembaga kajian Central for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Saminarsih, banyak pelayanan dasar di fasilitas kesehatan daerah bergantung pada anggaran tersebut.
Penghapusan anggaran wajib justru menjadi kontradiksi dengan tujuan pengesahan undang-undang tersebut, yaitu untuk memperluas dan meratakan akses layanan Kesehatan hingga ke daerah 3 T (terpencil, tertinggal, terluar). Jika anggaran wajibnya saja dihilangkan, lalu bagaimana mewujudkan pemerataan akses layanan Kesehatan ? (bbc.com 14/06/2023).
Sistem Kesehatan Tangguh Mustahil dalam Kapitalisme
Polemik pengesahan RUU Kesehatan sejatinya adalah polemik bagi rakyat. Bukan sekedar berebut kepentingan antara organisasi profesi dengan pemerintah. Padahal lebih dari itu, hak rakyat untuk mendapatkan layanan Kesehatan terancam tidak terpenuhi. Sebagian masyarakat masih belum menyadari hal ini.
Rakyat sudah terlanjur apatis terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah. Rakyat sudah cukup dipusingkan dengan segala prosedur dalam berobat yang harus ditempuh demi mendapatkan keringanan biaya dalam berobat. Rakyat juga harus menerima ketika kebijakan kenaikan iuran BPJS ditetapkan oleh pemerintah. Setelah membayar premi jaminan kesehatan pun, tidak menjamin pasien mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik. Diskriminasi masih santer terdengar dari kalangan rakyat yang menggunakan fasilitas BPJS dengan rakyat lainnya yang berobat tanpa BPJS. Orang sakit bertambah sakit, bukan hanya karena penyakitnya namun karena harga obat yang mahal dan pelayanan kesehatan yang buruk.
Membangun sistem kesehatan yang tangguh dalam sistem kapitalisme saat ini menjadi hal yang hampir pasti tidak akan terwujud. Sistem Kesehatan yang tangguh meliputi aspek preventif dan kuratif. Aspek preventif tidak hanya berbicara tentang sarana dan prasarana penunjang Kesehatan masyarakat. Namun juga tentang akses terhadap pola hidup sehat, seperti akses mudah dan murah terhadap makanan sehat dan bergizi. Hal ini yang akan sangat sulit diterapkan dalam sistem kapitalisme, karena dalam sistem kapitalisme rakyat disuguhkan oleh beragam makanan dan lifestyle yang tidak sehat sehingga memicu timbulnya bermacam-macam penyakit. Jika aspek preventif ini gagal, maka akan menjadi beban bagi aspek pengobatan. Bukan hal yang tidak mungkin, kondisi sakit secara sengaja diciptakan dalam kehidupan kapitalisme ini karena para pemilik Perusahaan obat-obatan swasta memiliki obatnya. Demikianlah Kesehatan menjadi industri bagi para pemilik modal dalam kapitalisme.
Pelayanan Kesehatan yang sudah berjalan saat ini, masih banyak yang perlu dibenahi. Sementara negara memiliki anggaran terbatas. Fungsi negara dalam sistem saat ini tidaklah sebagai penanggung jawab penuh dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Negara dalam sistem kapitalisme memberikan ruang bagi pihak swasta untuk ikut andil dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sayangnya, pihak swasta bergerak memberikan pelayanan kesehatan tidaklah cuma-cuma, melainkan untuk mendapatkan keuntungan. Maka akan mustahil rakyat memperoleh pelayanan Kesehatan terbaik secara merata dalam sistem kapitalisme seperti saat ini.
Beberapa negara maju mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lengkap. Namun dalam hal pembiayaan, mereka membebankan pada rakyat dengan menerapkan sistem jaminan kesehatan atau asuransi yang cukup ketat dan mahal. Selain itu, negara menetapkan pajak yang tinggi sebagai sumber pemasukan bagi negara dalam menyelenggarakan sistem kesehatan. Lima negara yang diklaim sebagai negara dengan sistem pelayanan kesehatan terbaik diantaranya adalah Swiss, Swedia, Australia dan Jerman memberlakukan sistem jaminan Kesehatan / asuransi. Sementara inggris, tidak memiliki sistem jaminan kesehatan namun memberlakukan pajak yang tinggi (merdeka.com)
Nampaknya inilah yang akan diberlakukan di Indonesia. Liberalisasi kesehatan diawali dengan lahirnya UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU ini secara fundamental telah mengubah kewajiban negara (dalam memberikan jaminan sosial) menjadi kewajiban rakyat.
RUU Kesehatan tetap disahkan meskipun mendapatkan reaksi penolakan dari banyak pihak. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar. Lalu untuk kepentingan siapa Undang-Undang ini disahkan sementara rakyat dan organisasi medis sendiri tidak merasa kepentingannya terakomodasi melalui pengesahan UU Kesehatan ini.
Layanan Kesehatan dalam Islam
Berbeda dengan Kapitalisme, Islam memandang layanan Kesehatan oleh negara bagi rakyat adalah kewajiban. Negara berkewajiban menjamin pelayanan kesehatan kepada seluruh rakyat tanpa diskriminasi. Baik muslim maupun non muslim, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis. Negara menjamin dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam menyediakan fasilitas kesehatan, dokter dan tenaga Kesehatan kompeten untuk memberikan pelayanan Kesehatan maksimal bagi rakyat. Negara juga membentuk badan riset untuk mengidentifikasi berbagai macam penyakit dan penanganannya.
Sesuai dengan sabda nabi SAW,
“Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari)
Tanggung jawab penuh yang diambil negara (khilafah) terhadap rakyatnya bukan sekedar janji belaka. Para pemimpin dalam negara Islam menjadikan akidah sebagai landasan dalam mengurus rakyatnya. Mereka sadar betul bahwa setiap perbuatan akan dihisab. Demikian pula jika ada kelalaian atau kezaliman maka tidak akan ada yang luput dari hisab Allah SWT. Maka mengurus segala keperluan rakyat adalah hal yang wajib, dimana pertanggung jawabannya langsung di hadapan Allah SWT.
Negara memberikan jaminan Kesehatan pada rakyatnya, berupa empat hal. Pertama, tidak ada diskriminasi. Tidak ada pengkelasan layanan Kesehatan. Semua diperlakukan sama. Kedua, layanan Kesehatan secara gratis. Rakyat tidak perlu membayar premi apapun untuk mendapatkan layanan Kesehatan gratis. Ketiga, akses mudah. Layanan Kesehatan bagi rakyat tidak akan dipersulit dengan prosedur-prosedur yang tidak efisien. Keempat, pelayanan sesuai kebutuhan penanganan, tidak dibatasi plafond.
Islam juga memiliki ajaran untuk menerapkan pola hidup sehat. Seperti misalnya dalam hal makanan, Islam mengajarkan agar manusia hanya makan makanan yang halal dan thoyib (baik). Juga makan dengan tidak berlebihan. Kemudian dalam hal pola hidup, umat Islam didorong untuk menjaga Kesehatan dan memiliki tubuh yang kuat. Karena umat yang dicintai Allah diantaranya adalah yang kuat fisiknya. Gaya hidup yang cenderung konsumtif, mengedepankan hawa nafsu, mager alias malas gerak, tidaklah mencerminkan kepribadian seorang muslim.
Selain dengan menerapkan pola hidup sehat seperti yang Islam ajarkan, kesehatan diraih dengan ikhtiar mengkonsumsi makanan sehat. Negara wajib memberikan akses terhadap makanan sehat dengan harga yang murah / terjangkau oleh rakyat. Dengan demikian, Upaya preventif dalam membangun sistem pelayanan kesehatan yang tangguh bisa berjalan maksimal.
Sumber Dana
Islam memiliki aturan dalam mengelola sumber daya alam, yang merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Sumber daya alam ada yang dikategorikan sebagai kepemilikan umum. Diantaranya, barang tambang, kekayaan laut, hutan. Sumber daya yang merupakan kepemilikan umum tidak boleh dimiliki oleh individu atau Perusahaan (swasta). Negara akan mengelola sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum, dan mengembalikan manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat diantaranya adalah Kesehatan.
Islam mengatur sumber pendapatan negara. Sumber pendapatan negara dalam Islam, diantaranya fa’i, ghanimah, jizyah, kharaj, khumus rikaz. Pajak bukanlah satu-satunya sumber pendapatan negara. Pajak diberlakukan hanya jika sumber pendapatan yang lain tidak cukup memenuhi. Serta diberlakukan secara temporer, hanya pada kalangan aghniya (kaya).
Sistem Kesehatan yang tangguh, hanya akan terwujud dengan penerapan Islam secara Kaffah, dengan menjadikan Islam sebagai landasan dalam bernegara. Sistem kapitalisme yang saat ini menjadi landasan dalam bernegara hanya membebani rakyat. Saatnya umat meninggalkan sistem yang dzalim ini, menggantinya dengan sistem yang mampu memberikan kesejahteraan dan keberkahan dalam hidup, yaitu Islam dalam naungan Khilafah.
Views: 13
Comment here