Opini

Saat Rakyat Terlupakan di Balik Kekuasaan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Poppy Kamelia P.BA(Psych), CBPNLP, CCHS, CCLS. (Islamic Parenting Coach, Penulis, Pegiat Dakwah)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Setiap pemilu membawa harapan baru bagi rakyat. Memilih wakil yang benar-benar memperjuangkan nasib mereka, membawa perubahan positif, dan meningkatkan kesejahteraan. Namun, setelah pemilu selesai, kenyataan seringkali justru memperlihatkan sebaliknya. Para wakil rakyat yang terpilih kerap kali lebih fokus pada kepentingan pribadi atau kelompok elit daripada benar-benar memperjuangkan hak-hak rakyat.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Senayan, sebagai pusat kegiatan legislatif, sering kali lebih digunakan sebagai simbol kekuasaan, bukan sebagai arena untuk melayani rakyat. Rumah dinas DPR, yang seharusnya menjadi fasilitas bagi anggota dewan, banyak yang tak ditempati kemudian rusak dan akhirnya dikembalikan ke Kementerian Keuangan dan Sekretariat Negara. Adapun anggota DPR terpilih dari Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago, mengatakan “rumah dinas itu pada dasarnya mubazir karena jarang anggota dewan yang tinggal di sana. Banyak rumah dihuni oleh staf DPR dan sanak keluarga”. (BBC News Indonesia, 5/10/2024). Banyak anggota DPR lebih memilih tinggal di tempat lain yang dianggap lebih nyaman. Ini mencerminkan adanya ketidaksesuaian antara fasilitas yang diberikan dan kesungguhan menjalankan amanah.

Lebih memprihatinkan lagi, dalam periode DPR yang baru, muncul kritik bahwa gedung Senayan seringkali dianggap sebagai tempat “piknik” bagi keluarga anggota DPR, bukan tempat serius untuk bekerja dan memperjuangkan aspirasi rakyat . Pasalnya, politik dinasti diduga masih kental melekat pada DPR periode 2024-2029. Sejumlah anggota DPR terpilih diketahui memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan pejabat publik, elite politik, hingga sesama anggota DPR terpilih lainnya. (Tirto.id, 2/10/2024). Ini menjadi ironi besar, mengingat rakyat berharap gedung tersebut menjadi arena perjuangan untuk menyelesaikan berbagai masalah bangsa, bukan tempat bersantai atau rekreasi keluarga.

*Rakyat Terlupakan, Kepentingan Oligarki Dimenangkan*
Selain isu fasilitas yang tidak digunakan, masalah yang lebih besar adalah arah kebijakan DPR yang sering kali berpihak pada kepentingan elit dan oligarki. Para wakil rakyat, yang seharusnya bekerja untuk kepentingan seluruh rakyat, kerap kali terjebak dalam politik transaksional, di mana jabatan dan kekayaan menjadi faktor utama dalam pemilihan, bukan kompetensi atau dedikasi . Ini menciptakan konflik kepentingan, terutama ketika banyak anggota DPR memiliki hubungan dekat dengan pengusaha besar atau elite politik lainnya.

Lebih parahnya lagi, saat ini hampir tidak ada oposisi yang kuat di dalam parlemen. Semua partai besar bersatu dalam koalisi, yang menciptakan ruang kosong bagi kritik dan pengawasan yang diperlukan untuk memastikan kebijakan tetap berpihak pada rakyat . Lalu, siapa yang akan membela kepentingan rakyat jika semua berada di satu barisan, terutama ketika kebijakan yang diambil lebih banyak menguntungkan segelintir elit?

Sebagai contoh nyata dari tidak adanya keberpihakan ini, pada tahun 2023 DPR mengesahkan revisi UU Cipta Kerja yang kontroversial, meski banyak protes dan keberatan dari masyarakat. UU tersebut, yang banyak dikritik karena dianggap lebih berpihak pada investor dan merugikan pekerja, tetap disahkan tanpa mempertimbangkan masukan dari berbagai elemen masyarakat. (BBC News Indonesia, 5/10/2020. Ini menunjukkan bahwa DPR lebih mengutamakan kepentingan ekonomi segelintir kelompok daripada kepentingan umum.

*Kekayaan Alam dan Beban Rakyat*
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, mulai dari tambang, minyak, hingga kekayaan laut. Jika kekayaan ini dikelola dengan baik dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat, maka banyak masalah sosial dan ekonomi yang bisa terselesaikan. Namun, kenyataannya banyak dari kekayaan alam ini dikuasai oleh asing atau segelintir kelompok elit. Akibatnya, rakyat Indonesia justru bergantung pada pajak dan utang, yang hanya menambah beban hidup .

Situasi ini sangat berbeda dengan apa yang dijanjikan oleh konstitusi kita. Pasal 31 UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan kesejahteraan. Namun, kenyataannya hak-hak ini seringkali diabaikan oleh para wakil rakyat. Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, banyak dari mereka yang lebih fokus mencari cara untuk memperkaya diri dan kelompoknya.

*Sistem Islam: Solusi yang Terlupakan*
Sistem politik sekuler dan kapitalisme yang diterapkan saat ini telah menunjukkan kegagalannya dalam menyejahterakan rakyat. Dalam Islam, pemimpin dan wakil rakyat diangkat bukan untuk membuat aturan baru, melainkan untuk menyampaikan aspirasi dan memastikan bahwa hukum syariat Allah diterapkan secara kaffah. Mereka memahami bahwa jabatan adalah amanah besar yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di hari akhir.

Dalam sistem Islam, kekayaan alam dikelola sepenuhnya oleh negara dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Tidak ada tempat bagi korupsi atau politik transaksional. Setiap kebijakan yang diambil berdasarkan pada kepentingan rakyat dan sesuai dengan hukum syariat. Negara bertindak sebagai pelayan rakyat, bukan sebagai penguasa yang memanfaatkan kekayaan negara untuk keuntungan pribadi.

Selain itu, sistem ekonomi Islam juga memberikan jaminan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Tidak ada ketergantungan pada utang luar negeri atau pajak yang membebani rakyat. Kekayaan alam dikelola dengan amanah, tidak dikuasai oleh asing, dan hasilnya digunakan untuk membangun fasilitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lainnya yang mendukung kesejahteraan rakyat.

*Wakil Rakyat Sejati adalah Pelayan Rakyat*
Saatnya kita kembali mengingat esensi dari demokrasi dan peran wakil rakyat, yaitu melayani, bukan dilayani. Para wakil rakyat harus benar-benar menjalankan tugas mereka dengan tulus dan transparan, berpihak pada rakyat dan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau kelompok.

Namun, perubahan ini tidak akan datang jika kita hanya menunggu. Kita perlu mendorong perubahan sistem, berjuang untuk menerapkan sistem Islam yang kaffah, di mana rakyat benar-benar menjadi pusat perhatian, dan pemimpin menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab. Hanya dengan cara ini kita bisa memastikan bahwa rakyat mendapatkan hak-haknya dan hidup dalam kesejahteraan yang dijanjikan. Rakyat bukanlah alat untuk meraih kekuasaan, mereka adalah amanah yang harus dijaga dan dilayani.
Wallahu A’lam Bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here