Oleh: Mufihana, S.Pd. (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com — Kehebohan kembali terjadi dan mengguncang korporasi raksasa salah satu platform sosial media, yakni pengguna aplikasi WhatsApp berbondong-bondong meninggalkan aplikasi hijau ini ke aplikasi pesan singkat lainnya. Aksi eksodus besar-besaran ini terjadi karena pihak WhatsApp memaksa penggunanya untuk membagi data pribadi ke platform Facebook.
Dalam laporan firma riset Sensor Tower, WhatsApp tercatat mengalami penurunan jumlah unduhan yang cukup signifikan, yakni sebesar 11 persen dalam tujuh hari pertama tahun 2021 dibanding periode sebelumnya.
Saat WhatsApp mengumumkan kebijakan baru pada 7 Januari lalu, Telegram mendapat 1,7 juta download dan Signal meraih 1,2 juta unduhan. Sementara itu, WhatsApp yang biasanya mendominasi, hanya mendapat 1,3 juta unduhan, seperti dilaporkan Sensor Tower (tekno.Kompas.com., 12/01/2021).
Dengan ini pihak WhatsApp menyatakan kekhawatirannya atas aksi eksodus besar-besaran penggunanya hingga memundurkan jadwal perubahan kebijakannya. “Kami akan memundurkan jadwal dan akan meninjau terlebih dahulu tanggapan para pengguna,” tutur WhatsApp mengutip AFP, Jumat (15/1) (cnnindonesia.com, 16/01/2021).
Bukan sekali ini saja kekuatan publik mampu mengguncangkan posisi kekuatan kapitalis besar di dunia. Beberapa bulan lalu terjadi aksi boikot besar-besaran berbagai produk dari Prancis oleh umat muslim. Hal ini dikarenakan kekesalan umat muslim atas penghinaan terhadap Nabi Muhammad saw. dan simbol-simbol Islam oleh Emmanuel Macron yang biadab.
Pun sebelumnya, umat muslim Indonesia juga penah melakukan aksi boikot produk sebuah merek roti atas klarifikasi perusahaannya yang tidak ingin ikut campur dalam aksi bela Islam 212. Aksi ini berimbas pada turunnya saham perusahaan tersebut anjlok secara drastis.
Zulkifli Hasan, seorang politikus dan Ketua MPR RI mengatakan bahwa, “Jumlah umat Islam di Indonesia sekitar 85 persen dari sekitar 260 juta jiwa penduduk Indonesia. Ini jumlah yang sangat besar, tapi sebagian besar belum dapat dikonversi menjadi kekuatan ekonomi dan politik,”. Hal ini diartikan potensi ini saat disiapkan untuk menjadi kekuatan politik adalah suatu hal yang sangat mungkin terjadi.
Hal ini disampaikan saat Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di hadapan sekitar 5.000 orang anggota Muhammadiyah dan masyarakat setempat di Kecamatan Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, tahun 2017 lalu (wartaekonomi.co.id, 21/09/2017).
Maka tidak heran aksi boikot umat muslim pun mampu merobohkan saham perusahaan besar tersebut. Apalagi jika seluruh kekuatan kaum muslim dihimpun dalam satu kepemimpinan bukan tidak mungkin Islam akan membawa dunia pada peradaban mulia yang baru.
Berbagai hal tersebut seharusnya juga menjadi pemicu untuk membangunkan kesadaran umat muslim bahwa mereka memiliki potensi yang luar biasa besar. Bahkan, meski belum memiliki kepemimpinan politiknya sendiri, sikap umat Islam yang berani memutus hubungan dengan pihak global. Nyatanya, mampu menggertak ekonomi pihak kapitalis beserta raksasa teknologinya.
Secongkak-congkaknya para korporasi kapitalis dengan hegemoni ekonomi yang mereka banggakan. Nyatanya, bisa tersungkur jika umat muslim tidak menggunakan produk-produknya. Mereka seharusnya tidak lupa bahwa mayoritas penduduk bumi ini adalah kaum muslim yang notabene menjadi konsumen terbesar mereka.
Oleh karena itu, kekuatan ekonomi umat Islam saja mampu mengguncang ekonomi kapitalis yang begitu rapuh. Apa tak lagi jika umat Islam berada pada satu kepemimpinan Islam yang agung yakni Khilafah Islamiyah. Sebuah institusi yang sudah terbukti mampu menjadikan umat muslim memimpin peradaban dunia bani manusia.
Maka kekuatan demografi, politik, dan ekonominya pasti mampu meruntuhkan kesombongan musuh-musuhnya. Terlebih, Patrick J Buchanan seorang anggota tim penasehat utama pemerintahan AS menyatakan dalam bukunya ‘’The Death of The West’’ bahwa peradaban Barat saat ini sedang sekarat dan akan segera runtuh.
Hal tersebut ditandai dengan berbagai kemerosotan ekonomi, politik, dan sosial yang melanda negeri-negeri pengusung peradaban Barat saat ini yakni Benua Eropa dan Amerika. Mewujudkan institusi tandingan hanya bias terwujud jika umat muslim berani dan percaya diri memperjelas kepemimpinannya berdasarkan ideologi Islam.
Syekh Taqiyyuddin An-Nabhani dalam kitabnya ‘’Nizhamul Islam’’ menyatakan bahwa kebangkitan yang hakiki harus dimulai dengan perubahan pemikiran secara mendasar dan menyeluruh. Menyangkut pemikiran tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan serta hubungan kehidupan dunia dengan sebelum dan setelahnya.
Saat perubahan pemikiran manusia telah terjadi secara mendasar dan menyeluruh, maka manusia akan berada pada tingkat berpikir yang paling tinggi, yaitu menyadari akan kebutuhannya terhadap Pencipta dan berujung pada pengakuannya bahwa Allah Swt. lah yang pantas bergelar sebagai Pencipta dan Pengatur. Hal ini akan mengantarkan manusia pada penerimaan penuh atas seluruh ajaran Islam sebagai satu-satunya agama dan aturan yang disempurnakan untuk hidup di dunia.
Pemikiran yang terbentuk dari pemahaman Islam tersebut akan mempengaruhi pola pikir dan pola sikap manusia. Pola pikir dan pola sikap akan terwujud dalam tingkah laku manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Maka tingkah laku Islami akan sangat mudah kita jumpai pada diri seorang muslim jika tertanam pemahaman Islam pada diri mereka.
Dengan demikian kebangkitan Islam adalah kembalinya seluruh pemahaman Islam pada benak-benak kaum muslim yang ada saat ini. Kemudian akan terwujud penerapan aturan Islam dalam kehidupan bermasyarakat.
Allahua’lam bishshawab
Views: 6
Comment here