Oleh Bunda Dee (Akademi Menulis Kreatif)
wacana-edukasi.com– Suasana Idulfitri 1443 H masih terasa lekat dengan berbagai aktivitas yang dilakukan masyarakat. Salah satu momennya adalah ajang silaturahmi, baik pada kerabat atau teman dekat. Selain melepas kerinduan karena dua tahun terhalang pandemi, silaturahmi menjadi ajang pengikat hubungan agar terus terjalin dengan baik.
Momen ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa, sejumlah pejabat publik dan politisi juga memanfaatkan silaturahmi Idulfitri 1443 H sebagai ajang menuju pemilu 2024 yang akan diselenggarakan 2 tahun mendatang.
Dilansir dari tirto.id, 9 Mei 2022, Prabowo melakukan “safari silaturahmi” perdananya sejak awal Hari Raya Idulfitri 1443 H. Yakni dengan mengunjungi kediaman Presiden Jokowi di Yogyakarta. Meski mengeklaim tidak ada pembahasan politik maupun ekonomi, namun tetap ada saja pihak-pihak yang menggunakan dan menjadikannya sebagai saat tepat mempromosikan diri yang mengarah kepada persiapan pemilu 2024. Di hari itu juga Prabowo mengunjungi kediaman Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri dan sejumlah tokoh senior PDIP, kemudian terbang ke Jawa Timur. bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan sejumlah tokoh ulama di sana. Silaturahmi diakhiri dengan kunjungan ke Sultan Hamengkubuwono X.
Hal yang sama dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, menggelar berbagai kegiatan yang mengundang kerumunan publik dengan pesan politik. Seperti mudik gratis DKI Jakarta dengan baju Anies Baswedan Presiden Indonesia. Anies juga menggelar salat Id berskala besar di Jakarta Internasional Stadium. Ada juga nama-nama kandidat capres-cawapres seperti kegiatan mudik gratis dari Partai Golkar maupun mudik gratis BUMN.
Fenomena yang muncul dari perilaku para pejabat publik ini jelas bukan hal tanpa maksud tertentu. Menurut analis politik Arif Nurul Iman, aktivitas itu merupakan kerja politik sebagai upaya menaikkan popularitas dan elektabilitas partainya. Hal ini akan terjadi pula pada partai politik baru yang disahkan sebagai peserta pemilu.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Dosen Komunikasi Politik Universitas Padjajaran Kunto Adi Wibowo, langkah-langkah politikus di publik, terutama saat momen mudik dan Idulfitri bertujuan meningkatkan keterpilihan mereka diajang Pilpres diperjelas dengan terbentuknya koalisi Indonesia Bersatu yaitu Golkar, PPP dan PAN. Menurut Deni JA dari Lingkaran Survey Indonesia (LSI) dengan berdirinya koalisi tersebut pertanda aktivitas menuju Pilpres 2024 dimulai.
Dari fakta tersebut di atas dapat kita lihat bahwa berbagai pihak baik dari pengamat, tokoh masyarakat dan media turut mendukung perilaku para elite politik ini. Mereka lupa betapa abainya para politikus ini terhadap pengurusan rakyatnya. Tokoh politik dan penguasa saat ini dengan sistem demokrasi lebih mementingkan dan memprioritaskan meraih atau mempertahankan kursi kekuasaannya dari pada memperhatikan kepentingan dan tanggung jawabnya pada rakyat. Ketika rakyat menjerit akibat berbagai kebijakan, mereka justru melakukan berbagai kegiatan yang tidak menguntungkan rakyat.
Semua itu sangat bertolak belakang dengan sistem Islam. Islam menggariskan pemimpin yang dipilih dengan syarat yang ditentukan syariat dan mendapatkan dukungan yang nyata dari umat. Sistem Islam menjadikan politik berorientasi pada pengurusan umat. Jabatan sebagai penguasa digunakan sebagai pelaksana diterapkan hukum Islam secara keseluruhan, bukan sebagai ajang pamer atau memperkaya diri seperti yang terjadi dalam sistem demokrasi saat ini.
Pemimpin yang dihasilkan dalam sistem Islam adalah pemimpin yang amanah dan berjiwa periayah. Sesuai dengan Sabda Rasulullah saw. yang artinya :
“Al Imam (pemimpin) itu adalah pengurus/pengembala. Dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang diurusnya (rakyat).” (HR. Al Bukhari)
Metode pengangkatan kepala negara adalah bay’at syar’i. Dilaksanakan bila dipandang tepat dan dibutuhkan. Calon pemimpin harus memenuhi syarat yang ditetapkan syariat. Di samping itu, pemilihan kepala negara dalam sistem Islam tidak memerlukan biaya fantastis dan penyelenggaraannya cukup sederhana. Hal ini dapat dilihat dari prosedur pengangkatan kepala negara hanya butuh waktu tiga hari. Pemilihan pun tidak bersifat reguler atau tetap seperti lima tahun sekali yang menyedot banyak dana. Artinya, pemimpin Islam akan terus menjabat selama tidak melanggar hukum syara dan masyarakat tidak akan disuguhi manuver-manuver politik untuk mempertahankan kursi kekuasaan seperti pada sistem demokrasi.
Inilah mekanisme pemilihan pemimpin dalam Islam. Prosedurnya efektif dan efisien dengan jangka waktu yang tepat dan singkat. Dalam sistem Islam, pejabat tidak perlu melakukan aksi untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas untuk mempertahankan kekuasaanya. Karena kepribadian mereka sudah tersaring dengan baik sesuai hukum syara. Selain itu rakyat yang akan memilih pemimpinnya menyadari bahwa pilihan mereka akan dihisab kelak di akhirat. Rakyat akan memilih pemimpin terbaik dalam menjalankan amanahnya sesuai syariah.
Dalam sistem Islam ada majelis umat sebagai representasi publik dalam memberikan kritik dan saran dalam koridor hukum syariat. Majelis ini bukan legislator atau pembuat undang-undang seperti halnya sistem demokrasi saat ini. Karena dalam Islam kedaulatan ada di tangan Allah Swt. Seluruh hukum dan perundang-undangan lepas dari intervensi akal manusia. Agar tidak ada jalan bagi siapapun untuk mengeksploitasi kehidupan kaum muslimin selama mereka berpegang pada sistem Islam yang sahih.
Wallahu a’lam bish shawab
Views: 9
Comment here