wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Antusias masyarakat dalam menyemarakkan dan merayakan peringatan HUT RI yang ke-78 setiap daerah selalu memberi kesan tersendiri tentunya. Namun, berbeda dengan perhatian masyarakat terhadap lingkungan usai memeriahkan hari kemerdekaan ini. Terkesan tidak adannya kepedulian untuk menjaga lingkungan sekitarnya.
Dilansir dari AYOBANDUNG.com, terlihat di sepanjang jalan Cicalengka-Nagreg, maupun Cicalengka-Majalaya baik jalan raya maupun jalan-jalan kecil berserakan sampah bekas properti karnaval yang dibiarkan begitu saja.
Menurut salah seorang warga Cicalengka sudah menjadi kebiasaan setiap peringatan HUT RI selalu digelar karnaval atau arak-arakan dari berbagai daerah di Cicalengka. Properti yang diarak biasanya berbentuk hewan, pesawat, tank, kendaraan lainnya, yang bahannya dari bambu, kain atau kertas.
Setelah proses arakan selesai, banyak properti yang dibiarkan dipinggir jalan tanpa dibawa kembali ke kampungnya masing-masing. Dia menuturkan kemungkinan para peserta karnaval kelelahan karena telah berjalan jauh sehingga dibiarkan begitu saja di pinggir jalan. Sehingga warga sekitar yang menjadi penanggung jawab dadakan untuk membersihkan bekas sampah tersebut. (Jum’at, 18/08/2023)
Di balik euforia dalam moment tertentu selalu ada permasalahan sampah yang perlu diantisipasi. Sayang, persoalan sampah yang sehari-harinya sulit untuk diatasi, kian bertambah volumenya setiap ada perayaan. Menjadi pemandangan yang wajar dan kebiasaan sampah yang menumpuk dan berserakan setelah acara selesai.
Hal ini karena masyarakat yang masih didominasi pemahaman sekuler, dipupuk dengan gaya hidup liberal. Sekuler ini yang menjauhkan bahkan tidak kenal agama. Akibatnya meredup pemahaman soal dampak yang akan terjadi pada lingkungan. Padahal kita tahu agama saja melarang membuang sampah sembarangan karena masuk dalam perbuatan yang dzalim.
Semarak HUT RI menunjukkan gaya hidup bebas dalam meraih kesenangan. Liberal ini mengedepankan hak kebebasan individu untuk berekspresi. Hanya ingin mencari apresiasi dari hasil seninya. Berpikir bagaimana karyanya dapat terlihat ‘Wah’ untuk dapat nilai dan pujian saat karnaval. Berbagai bahan untuk membuat arakan pun dicari dan dibeli meski tak dapat didaur kembali. Akhirnya selesai karnavalpun hanya menjadi sampah. Tentu hal ini menjadi suatu hal yang mubazir.
Jika teringat cerita orang tua zaman dahulu. Setiap akan membuat sesuatu untuk di arak di karnaval dulu dalam perayaan HUT RI, selalu memanfaatkan hasil bumi, seperti singkong, pisang, ubi-ubian dan lainnya sebagai penghias yang dijadikan berbagai bentuk untuk menarik. Setelah acara selesai, semua hiasan arakan hasil bumi tersebut dibagikan kepada masyarakat. Dan yang tidak terpakai dibawa kembali ke rumahnya masing-masing. Jadi jauh dari kata mubazir. Serta, sebagai tanda syukur juga dengan cara berbagi.
Dalam hal lingkungan, Islam sangat memperhatikan. Kelestarian lingkungan merupakan point penting dalam pembangunan. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya…” (TQS. Al-A’raf: 56).
Rasulullah saw. telah memperingatkan para Sahabat dalam menjaga lingkungan. Saat berperang mengimbau agar tidak merusak lingkungan. Diriwayatkan dari Tsauban, khadim Rasulullah saw. yang mendengar Rasulullah saw. berpesan, “Orang yang membunuh anak kecil, orang tua renta, membakar perkebunan kurma, menebang pohon berbuah, memburu kambing untuk diambil kulitnya itu akan merugikan generasi berikutnya” (HR Ahmad).
Kerusakan yang tampak adalah ulah manusia yang tidak taat. Allah berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka…” (TQS. Ar-Rum: 41)
Maka individu dengan akidah Islam, harus memiliki kesadaran dalam menjaga lingkungannya. Segala aktivitas yang merusak lingkungan wajib dijauhi. Keimanannya mendorong agar berbuat hati-hati dan hanya mencari Ridha Illahi. Mengetahui segala perbuatannya akan dihisab di akhirat kelak, sekecil apapun.
Tentu penanganan sampah sesungguhnya tidak akan selesai jika hanya berfokus pada individu saja. Butuh kontrol masyarakat dan peran negara dalam membangun paradigma keimanan untuk menangani masalah sampah.
Dan euforia dalam peringatan HUT RI perlu mempertimbangkan akibat dan kemaslahatannya. Tidak mengedepankan hawa nafsunya untuk memenuhi kesenangan atau hiburan saja. Tidak semestinya kita sebagai muslim mengikuti meramaikan perayaan tanpa mengindahkan hukum Syara’. Serta tidak mengetahui makna kemerdekaan yang sesungguhnya.
Kini, kemerdekaan yang terasa hanyalah kemerdekaan semu. Meski tidak nampak kata terjajah seperti tempo dulu secara fisik, namun negeri kita sekarang sedang terjajah dari segi pemikirannya hingga masuk dalam segala aspek kehidupan. Baik itu akhlak, ekonomi, keamanan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Negeriku hanya butuh kemerdekaan hakiki yang mampu mengeluarkan dari seluruh permasalahannya. Bukan euforia dan ceremonial semata.
“Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (TQS al-A’raf: 96).
WalLaahu’alam
Nia Umma Zhafran
(Ibu Rumah Tangga)
Views: 8
Comment here