wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pada 4 Juni 2019 Gerakan Ibukota (Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta) menggugat pemerintah atas penanganan polusi udara. Presiden Joko Widodo dan beberapa pejabat pemerintah lainnya, termasuk Gubernur DKI Jakarta, dinyatakan bersalah atas kelalaian lingkungan dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kamis 19 September 2021. Mereka dianggap gagal mengatasi polusi udara kronis dan wajib menjalankan keputusan pengadilan.
Setiap orang berhak untuk menghirup udara yang bersih dan sehat. Sebab, udara yang memiliki kualitas baik ini telah menjadi kebutuhan penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Namun, bagaimana jika kita terus-menurus dipaksa hidup bersama polusi udara? bagaimana jika pihak yang bertanggung jawab akan hal ini tidak benar-benar bertanggung jawab?
Dua tahun berselang setelah pemerintah dinyatakan bersalah, pada tanggal 7 Juni 2023 pukul 10.00 WIB, Indonesia masuk daftar 10 besar kota dengan polusi udara terburuk, dan menjadi negara di Asia Tenggara dengan tingkat polusi udara paling buruk. Dan pada Agustus 2023 lalu, perusahaan teknologi Swiss IQAir merilis data bahwa Jakarta menduduki peringkat pertama sebagai kota paling tercemar di dunia.
Patut dipertanyakan apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani polusi udara selama 2 tahun belakangan setelah dinyatakan bersalah? Bukannya membaik justru Indonesia menoreh prestasi sebagai negara di Asia Tenggara dengan polusi udara terburuk.
Jika ditelisik ternyata pemerintah telah mencoba berbagai cara semisal peremajaan dan uji emisi kendaraan umum & pribadi, ganjil genap, tarif parkir, congestion pricing, pembatasan usia kendaraan, peralihan moda transportasi, peningkatan kenyamanan dan fasilitas pejalan kaki kemudian dari segi polutan industri, mereka melakukan pengendalian sektor industri, penghijauan pada sarana & prasarana publik dan peralihan ke energi terbarukan.
Sekian banyak kebijakan yang diambil pemerintah ini terkesan setengah hati, setidaknya ini terlihat dengan diajukannya kasasi kepada MA ketika dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri. Padahal keputusan PN pun sebenarnya hanya sekadar “mengingatkan kembali” kewajiban pemertintah.
Pemerintah juga masih terjebak dengan politik ekonomi yang sarat akan kepentingan kapitalis sebab disisi lain pemerintah masih mempermudah perizinan pembangunan industri manufaktur, ekploitasi batu bara secara serampagan dan mengalihfungsikan lahan hutan masih terus terjadi.
Sampai kapan kita harus hidup bersama polusi udara?
Ketika penguasa benar-benar menjadi raa’in maka pada saat itulah In syaa Allah kita akan hidup dengan udara yang baik. Karena raa’in ialah melayani dan mengurus segala kepentingan rakyat dengan tulus, menetapkan kebijakan untuk kemaslahatan rakyat, tidak akan membahayakan mereka baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun kesehatan. Pemimpin seperti ini hanya akan didapatkan saat Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan kita dalam bingkai negara khilafah.
Untuk itu ada 3 poin penting yang perlu diperhatikan, yaitu:
Pertama, kebijakan yang pro rakyat bukan para pro kapitalis yakni dengan tidak sembarang memberi izin perusahaan atau industri tanpa AMDAL (tidak sekadar formalitas) dan SDA dikelola negara tidak boleh diserahkan pada individu, asing, aseng maupun swasta.
Kedua, menerapkan pola hidup bersih dan sehat sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Islam. Pola hidup sekuler kapitalisme telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan alam seiring dengan kerakusan, ketamakan dan konsumerisme yang tumbuh subur.
Ketiga, Islam memberikan sanksi tegas dan menjerakan, termasuk kepada para penguasa yang melalaikan amanah atau melakukan pelanggaran diberi sanksi teguran hingga pemecatan oleh Qadhi Mazhalim. Pelanggaran terhadap syariat Allah ditidak diberi toleransi dalam bentuk apapun, terutama yang berkaitan dengan keselamatan rakyat.
Maka, dengan pengaturan seperti inilah kita tidak akan hidup bersama polisi udara lagi. Bahkan sistem Islam akan memberikan kesejahteraan pada semua sisi kehidupan. Wallahua’lam bishawab.
Hideyosi Mori
Views: 5
Comment here