Oleh: Nana Juwita,S.Si.
wacana-edukasi.com, OPINI– Pemberantasan kasus narkoba di negeri ini hanya akan menjadi ilusi, hal ini terkait dengan adanya rencana pemberian grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba yang diusulkan oleh Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), seperti yang di kutip dari (https://nasional.kompas.com) Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba. Hal itu disampaikan anggota Tim Percepatan Reformasi Hukum kelompok kerja (pokja) Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum, Rifqi Sjarief Assegaf, dalam konferensi pers di Command Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023).
Rekomendasi itu merupakan satu dari sejumlah poin yang dihasilkan Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum di dalam tim itu. Salah satu anggota Pokja Percepatan Reformasi Hukum, Rifqi S Assegaf mengatakan langkah itu perlu diambil untuk mengatasi kelebihan kapasitas lapas di seluruh Indonesia.”Kita melihat ada isu besar overcrowded lapas, hampir 100 persen lapas secara total overcrowded, dan oleh karena itu kita mendorong adanya grasi massal terhadap pengguna narkoba, atau penyalahguna narkoba yang selama ini dikiriminalisasi terlalu berlebihan,” kata Rifqi dalam konferensi pers, Jakarta, Jumat (15/9). (https://www.cnnindonesia.com)
Grasi adalah ampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada orang yang telah dijatuhi hukuman (https://kbbi.web.id). Sangat disayangkan ditengah kasus pengguna narkoba yang semangkin hari semangkin meningkat bahkan para pengguna tersebut menyasar hampir semua kalangan baik muda ataupun tua, sebagaimana yang dikutip dari( https://www.kompas.id) Berdasarkan data Indonesia Drugs Report 2022 Pusat Penelitian Data dan Informasi BNN, pada 2019, prevalensinya sebesar 1,80 persen. Lalu 2021 sekitar 1,95 persen atau naik 0,15 persen. Total dari rentang usia 15-64 tahun, ada sekitar 4,8 juta penduduk desa dan kota pernah memakai narkoba.Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya sekitar 4,5 juta penduduk. Pada peta rawan narkotika, ada total 8.002 kawasan. Angka ini sudah turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 8.691 kawasan. Menurut Kepala BNN Komisaris Jenderal Petrus Reinhard Golose, kejahatan luar biasa narkotika sudah merasuki seluruh sendi kehidupan di Indonesia. Para bandar atau pengedaran tidak hanya mengedarkan barang haram ke tempat hiburan, tetapi sudah masuk ke dalam tempat-tempat privasi, seperti indekos dan rumah, dan ruang publik. Begitu pula dengan status yang terpapar sudah masuk dari para pekerja, sekolah, pekerja rumah tangga, hingga tidak bekerja.
Ini bukti banyak pelaku penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Ini dampak dari berbagai hal, di antaranya tidak adanya efek jera dalam pemberian sanksi, kemiskinan, lemahnya iman dan rusaknya kepribadian dll. Di sisi lain, menggambarkan betapa negara menganggap sepele peredaran narkoba di tengah rakyat, sehingga dengan gampangnya memberikan grasi bagi para pelaku kejahatan tersebut. Bisa dibayangkan apa jadinya negeri ini jika diberikan grasi kepada narapidana kasus narkoba? Tentu Akan menambah rentetan-rentetan kasus berikutnya dan korban berikutnya, yang menjadi korban nantinya adalah masyarakat indonesia dari desa hingga ke kota yang memang menjadi sasaran para pengedar atau penjual barang haram tersebut, belum lagi bahaya yang akan ditimbulkan dari penggunaan barang haram tersebut diantaranya yaitu: dapat mengganggu kesehatan fisik, kesehatan mental, ketergantungan dan penyalah gunaan, gangguan sosial dan ekonomi, risiko kehidupan dan kriminalitas. Akankah dengan alasan penuhnya kapasitas lapas lantas narapidana narkoba layak untuk diberi grasi?
Padahal dalam hal ini Negara juga butuh mengedukasi umat akan bahaya narkotika terhadap kehidupan, juga memberikan pemahaman islam kepada masyarakat agar terbentuk kesadaran dan rasa takut kepada Allah swt sehingga terbentuk keimanan yang kokoh, Negara juga berkewajiban mensejahterakan umat agar umat terjaga dari melakukan perbuatan maksiat dalam hal ini menggunakan ataupun mengedarkan barang haram tersebut.
Pandangan Islam
Penegakkan Hukum di negeri yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler memang cenderung lemah dikarenakan hukum yang diterapkan tidak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan bahkan hukum bisa diperjualbelikan sesuai dengan kepentingan, sehingga ada istilah penerapan hukum di negeri ini cenderung tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Sangat jauh berbeda denga sistem islam bahwa hukum sanksi dalam islam jelas dan tidak dapat di ubah-ubah karena sumber yang dijadikan sebagai aturan hukum adalah Aqidah islam yaitu berasal dari Al-quran dan As-sunah, sehingga penerapannya bersifat pasti tidak pandang bulu, ketika terbukti bersalah melakukan tindak kriminal maka akan dihukumi dengan hukum islam.
Pennyalah gunaan narkoba termasuk ke dalam perbuatan perbuatan yang membahayakan akal, maka Islam menjelaskan terkait penerapan hukum tersebut diantaranya: Pertama: setiap orang yang memperdagangkan narkotika,seperti ganja (hashis), heroin,dan sejenisnya,dianggap sebagai tindak kejahatan. Pelakunya akan dikenakan sanksi jilid dan penjara sampai 15 tahun, ditambah denda yang akan ditetapkan oleh qadhiy (hakim), Ke-dua: setiap orang yang menjual,membeli, meracik,mengedarkan,menyimpan narkotika, maka ia akan dikenakan snksi jilid dan dipenjara sampai 5 tahun, ditambah dengan denda yang nilainya ringan. Ke-tiga: setiap orang yang membuka tempat persembunyian, atau terang-terangan untuk memperdagangkan narkotika (obat-obat bius), maka ia akan dikenakan sanksi jilid dan penjara hingga 15 tahun.(Ad-Daur dan Al-maliki, 2004)
Islam jelas memiliki sanksi Takzir yang dapat diterapakan bagi seluruh warga negara yang menerapkan sistem islam (Daulah) semua warga negara wajib dikenakan sanksi ketika sudah terbukti bersalah, terkait dengan pengampunan, maka pengampunan itu berbeda-beda tergantung perbuatannya, dalam hal ini maka dalam islam qodhy akan melihat kembali kasus ataupun tindak kejahatan yang dilakukannya sesuai dengan hukum islam, Sementara terkait gugurnya sanksi pada pelaku kejahatan adalah orang yang melakukan kejahatan untuk membela agamanya, dirinya (jiwanya),harta, atau kehormatannya, maka sanksi atasnya gugur. Karena membela diri dibolehkan secara syari (untuk melawan tindak kejahatan),meskipun mengakibatkannya gugur, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, yang artinya: barang siapa yang terbunuh demi membela agamanya, maka ia syahid, barang siapa yang terbunuh demi membela darahnya, maka ia syahid, barang siapa yang terbunuh demi membela hartanya, maka ia adalah syahid. Dan barang siapa yang terbunuh demi membela keluarganya, maka ia syahid. Hadist ini menunjukkan tidak adanya sanksi bagi orang yang membela agamanya, jiwanya, harta dan kehormatannya. Dan jika ia terbunuh dalam mempertahankan perkara tersebut, maka ia syahid. Dan jika ia membunuh, tidak ada sanksi baginya.
Beginilah gambaran sistem sanksi di dalam Islam, semua hukum dijalankan sesuai dengan Alquran dan Assunah bukan hukum buatan manusia seperti yang terjadi pada sistem sekuler kapitalisme yang memiliki kelemahan dan kekurangan sehingga tidak mampu memberikan solusi yang tepat terhadap persoalan umat, mari jadikan Islam sebagai sumber hukum satu-satunya dalam mengatasi berbagai persoaln yang terjadi di tengah-tengah umat.
Waulahualam bisshawab
Views: 28
Comment here