Opini

Sebab Bencana Asap Karhutla

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Hj. Lathifah Masniary L, SE

wacana-edukasi.com, OPINI– Gubernur Kalimantan Barat telah menetapkan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Kalimantan Barat Tahun 2023. Status Siaga Darurat tersebut sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu terhitung mulai tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Oktober 2023 dan dapat diperpanjang sesuai situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan (pontianak.tribunnews.com, 11/04).

Hal tersebut termuat dalam Surat Keputusan Gubernur Kalbar nomor 355 / BPBD/ 2023 tentang Status Siaga Darurat Penangaman Bencana Asap Akibat Kebakarwn Hutan dsn Lahan di Kalbar tahun 2023, yang telah ditandatangani oleh Gubernur Kalbar pada 24 Februari 2023 lalu. Status Siaga Darurat sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu dalam rangka mobilisasi sumber daya Penanganan Bencana Asap akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat.

Dimana untuk memperlancar mobilisasi sumber daya Penanganan Bencana Asap sebagaimana dimaksud pada Diktum Ketiga juga telah dibentuk Komando Penanganan Darurat, yang dijabarkan dalam Struktur Satuan Tugas (Satgas) dengan melibatkan Instansi Terkait dan Kelompok Masyarakat (Pokmas).

Ketua Satgas Informasi Bencana BPBD Provinsi Kalimantan Barat, Daniel, mengatakan status siaga darurat adalah keadaan ketika potensi ancaman bencana sudah mengarah pada terjadinya bencana ditandai dengan adanya informasi peningkatan ancaman berdasarkan sistem peringatan dini yang diberlakukan dan pertimbangan dampaknya yang akan terjadi di masyarakat.

Daniel mengatakan dalam menetapkan status siaga darurat indikator yang dapat digunakan diantaranya yakni informasi potensi ancaman bencana adanya potensi ancaman yang sudah mengarah terjadinya bencana berdasarkan hasil pantauan system peringatan dini yang digunakan dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh instansi teknis yang berwenang terkait perkembangan potensi ancaman dimaksud.

Dengan adanya rekomendasi dari instansi teknis yang menyatakan bahwa ancaman bencana yang akan terjadi dapat mengancam kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat serta memerlukan tindakan penanganan segera dan memadai.

Faktor penyebab terjadinya karhutla memang tidak tunggal. Karhutla bisa dipicu oleh faktor alam seperti bencana kekeringan yang berkepanjangan. Namun, kebanyakan kasus karhutla justru disebabkan oleh faktor human error, misalnya, pembukaan ladang oleh petani tradisional, maupun oleh perusahaan pengelola HTI (Hutan Tanaman Industri) yang hanya ingin mencari mudah membuka hutan tanpa berpikir dampak jangka panjang. Serta yang terakhir inilah disinyalir menjadi penyebab utama kasus-kasus besar karhutla.

Pemberian hak istimewa berupa konsesi pengelolaan hutan Indonesia pada beberapa korporasi lokal dan multinasional oleh rezim penguasa neolib telah membuat ratusan ribu hektar hutan dan lahan gambut berubah menjadi objek eksploitasi dan kapitalisasi, khususnya untuk kepentingan bisnis sawit dan tanaman industri lainnya. Untuk menekan biaya produksi, maka teknik membakar seringkali menjadi pilihan pertama dalam proses pembukaan lahan.

Kesalahan dalam pengelolaan hutan dan lahan, yakni kepemilikan yang seharusnya menjadi bagian dari kepemilikan umum, namun justru diserahkan kepada individu, swasta/perusahaan, termasuk kepada para pemilik modal. Inilah yang terjadi dalam penerapan sistem ekonomi kapitalisme dibawah ideologi kapitalisme. Jika negara ini terus menerapkan ideologi kapitalisme ini, maka jangan berharap kasus karhutla akan terselesaikan.

Disisi lain, sistem islam mampu untuk mengakhiri dan mencegah karhutla, berawal dari paradigma kepemilikan hutan dan lahan. Islam memiliki beberapa ketentuan dalam pengelolaan hutan dan lahan, di antaranya hutan termasuk dalam kepemilikan umum, bukan kepemilikan individu atau negara. Ketentuan ini didasarkan pada hadits Rasulullah:
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: dalam air, padang rumput [gembalaan], dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah).

Selain itu, pengelolaan hutan hanya dilakukan oleh negara saja, bukan oleh pihak lain (misalnya swasta atau asing). Selain itu, negara wajib melakukan pengawasan terhadap pengelolaan hutan. Dalam kekhilafahan atau pemerintahan Islam fungsi pengawasan operasional lapangan ini dijalankan oleh lembaga peradilan, yang tugas pokoknya adalah menjaga terpeliharanya hak-hak masyarakat secara umum (termasuk pengelolaan hutan).

Dalam hal sanksi/hukum negara berhak menjatuhkan sanksi ta’zir yang tegas atas segala pihak yang merusak hutan. Orang yang melakukan pembalakan liar, pembakaran hutan, penebangan di luar batas yang dibolehkan, dan segala macam pelanggaran lainnya terkait hutan wajib diberi sanksi ta’zir yang tegas oleh negara (peradilan). Ta’zir ini dapat berupa denda, cambuk, penjara, bahkan sampai hukuman mati, tergantung tingkat bahaya dan kerugian yang ditimbulkannya. Prinsipnya, ta’zir harus sedemikian rupa menimbulkan efek jera agar kejahatan perusakan hutan tidak terjadi lagi dan hak-hak seluruh masyarakat dapat terpelihara.

Demikianlah ketentuan Islam dalam tata kelola hutan dan lahan untuk mencegah karhutla. Jika ketentuan ini dilaksanakan di bawah naungan negara Islam tentu saja akan mampu mencegah dan mengatasi karhutla. Penerapan pandangan Islam menjadi kunci solusi agar karhutla dan kabut asap berakhir. Hal ini mengharuskan pelaksanaan syariah Islam dalam bingkai Khilafah.***

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 36

Comment here