Oleh: Yuyun Rumiwati
wacana-edukasi.com — Suramnya dunia pendidikan efek pandemi belum berakhir. RUU pengenaan PPN jasa pendidikan menambah nasib dunia pendidikan makin getir. Dilansir dari Kontan.co.id (9/9/2021), Pemerintah tengah mengajukan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap jasa pendidikan sebesar 7%. Dengan demikian, maka jasa pendidikan tak lagi dikecualikan dalam lingkup non Jasa Kena Pajak (JKP).
Agenda tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini kini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR RI.
RUU tersebut meski dalam proses pengajuan, tentu akan berdampak pada penambahan problem pelik pendidikan yang sudah ada. Betapa tidak, biaya pendidikan yang sudah lama mencekik rakyat di tengah perekonomian yang lesu, akan bertambah menyesakkan dada dengan adanya RUU. Meski dalam pelaksanaannya akan ada asas keadilan. Dalam arti tidak semua sekolah dikenai seperti sekolah negeri. Namun, yang tidak boleh dilupakan faktanya siswa-siswi yang tidak bersekolah di negeri pun tidak lepas dari masalah keuangan.
Maka pertanyaan besar, jika memang pemerintah bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dari faktor pajak pendidikan, apa ini tidak lebih dari rancangan pemalkan model baru, setelah sebelumnya jasa pendidikan dengan program BPJS.
Induk Peliknya Pendidikan
Ideologis kapitalis dengan watak dasarnya berusaha lepas tangan dari kewajiban warga negara semakin hari kian kentara di dunia ini. Meski dibungkus dengan narasi manis demi peningkatan ekonomi
dan perbaikan kualitas pendidikan. Namun, tidak bisa memungkiri bahwa RUU pendidikan sebagai salah satu bentuk penzaliman terhadap hak-hak warga negara.
Pendidikan adalah hak tiap warga negara. Bahkan, pemenuhan hak secara gratis dengan kualitas bagus adalah tanggung jawab negara. Karena itu, tidak ada alasan apapun sebenarnya bagi negara untuk menambah beban rakyat yang selama ini sudah banyak dengan biaya mandiri, ditambah dengan PPN terhadap jasa pendidikan sekolah yang sedang diajukan ke DPR.
Sebuah pertanyaan besar dan harus dijawab bersama adalah sampai kapan potret pendidikan ini berakhir? Bukankah potensi sumber daya alam yang Allah anugerahkan di bumi pertiwi ini cukup besar? Sungguh tidak masuk akal jika alasan kekurangan dana menjadi latar belakang pengenaan pajak pendidikan. Mungkin setiap komponen negeri ini perlu merenungi firman sang maha pencipta alam, kehidupan dan manusia yang tertuang dalam Qs. Thaaha ayat 124
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”
Peringatan di atas patut menjadi muhasabah bersama seluruh komponen negeri ini, yang notabene mayoritas muslim. Sudah terlalu lama negeri ini tidak diatur sebagaimana aturan Allah. Peringatan peringatan datang, baik dari ayat _qauliyah maupun kauniyah._
Deretan musibah dan kesempitan hidup dari segala aspek kehidupan termasuk pendidikan seakan tiada pernah surut. Kesempitan hidup efek dari penerapan sistem yang tidak sesuai syariat Islam telah nyata datang bertubi-tubi. Mulai dari kurikulum yang terus berganti, tanpa efek peningkatan kualitas generasi, hingga masalah biaya pendidikan yang terus melambung tinggi. Jika ditambah dengan pengenaan pajak atas jasa pendidikan, kesengsaraan apa lagi yang menimpa masih umat dan anak negeri ini?
Sistem Islam yang Mengayomi Dunia Pendidikan
Jika kita paham, bahwa akar dari segala permasalahan adalah diterapkan kapitalisme demokrasi. Maka langkah selanjutnya, seharusnya memahami solusi jitu pengganti sistem kapitalisme bobrok tersebut. Bagaimana gambaran detail pembiayaan pendidikan dalam Islam yang mampu menjamin pendidikan dengan gratis dengan kualitas fantastis. Sebagaimana yang terbukti telah melahirkan sosok ilmuwan Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Imam Syafi’i dan lainnya.
Pelaksanaan pendidikan yang berbasis akidah Islam ink tentu tidak lepas dari penerapan sistem Islam secara kaffah dalam Khilafah. Sistem Khilafah yang menjadikan Wahyu Allah sebagai sumber pengaturan negara dalam segala aspeknya, menjadikan keberkahan dalam pendidikan maupun bidang lainnya.
Pengelolaan kekayaan umat berasas akidah Islam, dimana tiap jengkal kekayaan umat diharamkan untuk dimiliki pihak siapapun, selain untuk pembiayaan kebutuhan dan hak dasar umat seperti pendidikan, kesehatan dan pelayanan publik lainnya. Dengan strategi penyelenggaraan negara berbasis akidah dan syariat inilah yang mampu menghapus segala bentuk pungutan yamg menzalimi rakyat semisal RUU pengenaan pajak jasa pendidikan. Tidak rindukah kita terhadap sistem yang memberlakukan tersebut?
Views: 5
Comment here