Oleh: Khodijah Ummu Hannan
Wacana-edukasi.com, OPINI– Miris, SMPN 60 Bandung, yang telah berdiri sejak tahun 2018, masih menghadapi permasalahan serius terkait fasilitas, terutama ketiadaan gedung sekolah sendiri. Dengan jumlah siswa yang cukup banyak, mereka ikut menumpang di bangunan SDN 192, Ciburuy, Regol, Kota Bandung. Karena keterbatasan ruang kelas, beberapa rombongan belajar terpaksa menjalani kegiatan belajar mengajar di luar ruangan, bahkan di bawah pohon.
Meski kondisi ini memengaruhi kualitas proses belajar, baik siswa maupun orang tua tampaknya menerima keadaan tersebut sebagai langkah darurat. Namun, situasi ini tidak seharusnya diabaikan. Fasilitas pendidikan yang layak adalah hak setiap anak, dan sudah sepatutnya pemerintah segera turun tangan untuk memberikan solusi yang lebih permanen dan berkelanjutan bagi SMPN 60 Bandung (infobdg.com.28/9/24).
Adapun alasan didirikannya SMPN 60 adalah untuk memenuhi keinginan masyarakat, mengingat jumlah penduduk yang padat dan banyak. Zonasi yang berlaku mengharuskan siswa untuk mengikuti pembagian wilayah, namun jarak ke SMP yang sudah ada, seperti SMPN 11, 3, dan 10, bisa mencapai 3-5 km. Hal tersebut diungkapkan oleh Rita Nurbaini, Humas SMPN 60 Bandung (detik.com/jabar, 27/9/24).
Bukan Pertama
Kejadian yang menimpa SMPN 60, sungguh sangat memprihatinkan mengingat keberadaannya di Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Namun, kekurangan fasilitas pendidikan bukanlah hal yang aneh mengingat banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas memadai di negeri ini. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019, hanya sekitar 37% sekolah di Indonesia yang memiliki fasilitas memadai. Kesenjangan fasilitas pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) juga terlihat dari kurangnya tenaga pendidik berkualitas. Sekitar 28% sekolah tidak memiliki guru penuh waktu, dan banyak sekolah lainnya hanya memiliki jumlah guru penuh waktu yang tidak memadai, sehingga anak-anak tidak mendapatkan bimbingan dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka (masjidkampus.ugm.ac.id.30/12/24).
Pendidikan Hak Seluruh Anak Bangsa
Pendidikan adalah hak azasi bagi setiap warga negara. Sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 28C UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan. Sementara Pasal 31 menetapkan bahwa setiap warga negara berhak atas pendidikan dan pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan pendidikan yang layak, merata, dan wajib bagi semua rakyat Indonesia. Kedua pasal ini menunjukkan komitmen terhadap hak asasi manusia dan pentingnya pendidikan dalam pembangunan individu dan masyarakat.
Namun, belum semua rakyat negeri menikmati hak pendidikannya dengan baik, melihat masih banyak anak negeri yang tidak mengenyam bangku pendidikan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, sekitar 67,4 juta penduduk Indonesia tidak atau belum mengenyam pendidikan, yang setara dengan 24,01% dari total populasi. Selain itu, laporan menunjukkan bahwa mayoritas penduduk, sekitar 66,07 juta jiwa, belum bersekolah per akhir tahun 2022. Ketersediaan pendidikan yang tidak merata dan faktor ekonomi menjadi salah satu alasan utama tingginya angka tersebut (dataindonesia.id.5/3/24).
Begitu pun angka putus sekolah di Indonesia masih menjadi masalah serius. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 24,87% anak mengalami putus sekolah karena kesulitan membayar biaya pendidikan, dan 21,64% lainnya terpaksa bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Faktor ekonomi dianggap sebagai penyebab utama, dengan 76% keluarga mengaku tidak mampu membayar biaya sekolah (goodstats.id.13/11/23).
Gagal Mengurusi Rakyat
Pendidikan adalah satu bidang penting dalam menentukan masa depan bangsa. Termasuk merupakan kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Akan tetapi, akibat penerapan sistem kapitalisme, negara tidak berpihak sepenuhnya kepada rakyat. Seperti yang terjadi kepada SMPN 60, meskipun keberadaannya dibutuhkan rakyat, pihak sekolah pun sudah meminta untuk dibangunkan gedung sekolah kepada pihak dinas, tetapi belum terealisasi.
Ini adalah bentuk abai negara dalam melayani rakyatnya dan kegagalan sistem ekonomi kapitalis menyejahterakan rakyat. Meskipun, tidak dimungkiri negara telah menyiapkan alokasi dana untuk pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Namun, itu juga harus masih dibagikan ke banyak pos pendidikan. Ironisnya, dana tersebut tidak sampai utuh karena salah kelola dan banyaknya kebocoran (korupsi), oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Pendidikan dalam Paradigma Islam
Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu bidang strategis untuk membangun peradaban yang maju dan mulia. Selain itu, pendidikan juga merupakan kebutuhan pokok bagi setiap warga negara. Maka dari itu, pemimpin Islam akan berupaya mewujudkannya, dengan cara memenuhi kebutuhan pokok pendidikan dan memberikan pelayanan terbaik di bidang pendidikan.
Pemimpin Islam akan melaksanakan tugasnya dengan baik, dengan kesadaran dan dorongan ketakwaan. Kepala negara ialah seorang pelayan rakyat. Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas pengurusan yang dilakukannya. Rasulullah Saw, bersabda:
“Siapa pun yang diangkat oleh Allah sebagai pemimpin umat Islam, tetapi ia mengabaikan kebutuhan dan perhatian terhadap rakyatnya serta kemiskinan mereka, maka Allah pun akan mengabaikannya, tidak memenuhi kebutuhannya, serta tidak memperhatikannya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Abu Maryam).
Pemimpin Islam, akan memerhatikan supaya hak pendidikan dapat diterima oleh seluruh rakyatnya. Berikut beberapa tindakan pemimpin Islam untuk terlaksananya pendidikan Islam secara sempurna:
Pemimpin harus memastikan bahwa setiap individu dalam masyarakat memiliki akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Ini merupakan bagian dari tanggung jawab mereka untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman umat.
Pendidikan yang diselenggarakan harus menerapkan kurikulum berbasis aqidah Islam, sehingga tidak hanya mendidik aspek intelektual tetapi juga membentuk anak didik yang berkepribadian Islam.
Pemimpin Islam akan menyediakan sumber daya yang cukup, baik dalam hal dana, fasilitas, maupun tenaga pengajar yang berkualitas. Hal ini agar pendidikan dapat dilaksanakan secara efektif. Di antaranya, dengan membangun infrastruktur pendidikan, seperti bangunan kelas, laboratorium, perpustakaan dan akses lainnya yang bisa menunjang berjalannya proses pendidikan. Adapun sumber dana yang digunakan diambil dari pos fai, kharaj, dan hasil pengelolaan kepemilikan umum.
Pemimpin Islam akan memerhatikan kesejahteraan para pengajar. Pada masa Kekhilafahan Abbasiyah, guru yang mengajar di madrasah negeri dan lembaga pendidikan tinggi bisa mendapatkan gaji sekitar 10-30 dinar per bulan, tergantung pada jabatan dan spesialisasi mereka. Ini merupakan jumlah yang cukup besar, mengingat 1 dinar setara dengan sekitar 4,25 gram emas murni. Selain gaji, beberapa guru juga diberikan fasilitas seperti tempat tinggal, tunjangan transportasi, dan makanan.
Pemimpin juga perlu mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan, termasuk kerjasama antara lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat luas.
Evaluasi dan Perbaikan Berkelanjutan: Pemimpin juga harus memastikan adanya sistem evaluasi yang baik untuk pendidikan, sehingga dapat dilakukan perbaikan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman.
Maka sudah tiba waktunya untuk kita meninggalkan sistem kapitalisme yang sudah jelas kegagalannya dalam memberikan jaminan kebutuhan pokok terhadap rakyatnya, dan beralih kepada sistem Islam. Agar kita kembali mendapatkan keberkahan dari Allah Swt.
Wallahualam bii shawab
Views: 9
Comment here