wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA— Baru-baru ini, masyarakat di kota Palembang, Sumatera Selatan dibuat kaget dengan penemuan mayat yang telah di cor semen. Jasad tersebut adalah Anton Eka Saputra (25), yang pernah dilaporkan hilang pada 8 Juni 2024 lalu. Anton adalah pegawai koperasi yang hilang saat menagih nasabahnya di Maskarebet Raya, Kelurahan Talang Kelapa, Kecamatan Alang-Alang Lebar (AAL) Palembang. Korban dibunuh oleh nasabahnya seorang owner Toko baju “Distro Anti Mahal” (Sumeks.com, 26/6/24).
Sungguh ironis. Pelaku pembunuhan mayat yang dicor di belakang sebuah distro, merupakan sosok kejam ciptaan sekularisme. Betapa tidak, hanya karena kesal terhadap penagih nekat mengambil jalan pintas dengan membunuh. Diketahui sebelum terjadi pembunuhan, istri korban mengatakan sempat terjadi cekcok di handphone.
Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Kehidupan tidak harus diatur agama, jadilah hari ini manusia yang jauh dari agama adalah manusia yang rusak nan sadis. Kehidupan makin kering dengan agama, sehingga apabila terjadi masalah, mudah kalut dan emosi mengambil jalan pintas dengan membunuh.
Bukan mengakui perbuatannya, pelaku justru mengecor semen korban dan meninggalkannya. Nauzubillah. Sisi gelap kehidupan tanpa agama. Matilah hati nurani tanpa belas kasihan kepada korban, yang terpenting nafsu sudah terpenuhi.
Kehidupan negara tanpa agama juga menyebabkan kerusakan. Kasus pembunuhan serupa juga pernah terjadi di Bekasi pada 2023 lalu. Pelaku berinisial P nekat membunuh dua orang wanita Y (48), H (47) akibat utang piutang. Kedua korban yang dibunuh lalu dicor semen, setelah tetangga mengetahui perbuatan pelaku, pelaku nekat melakukan bunuh diri (detiknews.com, 10/3/23).
Masih di tahun yang sama, seorang bos galon isi ulang berinisial IH di Tembalang, Semarang, Jawa Tengah ditemukan tewas dimutilasi dan dicor di tempat usahanya, Senin (8/5/2023). Pelakunya adalah karyawannya sendiri yang diduga kesal karena sering dimarahi oleh korban.
Maraknya kasus pembunuhan sadis ini memperlihatkan bahwa, sekularisme dalam negara membuat kerusakan makin merajalela. Tidak ada sanksi tegas bagi pelaku pembunuhan. Apalagi media sosial secara terbuka mensyiarkan pembunuhan dengan beragam motif. Bisa jadi hal ini menjadi inspirasi untuk melakukan aksi kejahatan yang sama.
Berbeda dalam Islam, agama menjadi sistem kehidupan yang mengatur seluruh aspek. Termasuk dalam penjagaan nyawa. Islam menjadikan setiap individu haruslah memiliki keimanan dan ketakwaan, sehingga tidak mudah kalut dalam menghadapi masalah.
Sanksi tegas akan diberlakukan oleh negara dalam sistem Islam terhadap pelaku pembunuhan yang disengaja. Sanksi pidana bagi pembunuhan yang disengaja adalah Qishas. Allah Swt. Berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.” (QS Al-Baqarah : 178)
Hukuman mati diberlakukan jika keluarga korban meminta hukuman mati. Sementara jika keluarga korban memaafkan, akan dikenakan diat. Diat (tebusan) dalam kasus pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amdu) termasuk diyat mughallazhah, yaitu diat kelas berat, berupa memberikan 100 ekor unta, 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting (Muslimah News.com). Demikianlah penjagaan nyawa dalam sistem Islam akan dapat melindungi manusia dari kerusakan.
Ismawati
Palembang, Sumatera Selatan
Views: 1
Comment here