Oleh : Leny Agustin, S.Pd
Wacana-edukasi.com. Orang kafir menyadari sepenuhnya bahwa rahasia kekuatan kaum Muslim bersumber pada Islam. Selama keimanan dan keterikatan kaum Muslim kepada Dinul Islam kuat dan kokoh, selama itu pula kaum kafir tidak akan pernah sanggup mengalahkan kaum Muslim. Apalagi dalam setiap peperangan, kaum Muslim berhasil mengalahkan mereka dengan mudah. Keadaan ini memberikan sebuah kesadaran, kaum Muslim hanya bisa dikalahkan tatkala mereka telah terjauh dari Islam. Secara umum, upaya kaum kafir menjauhkan kaum Muslim dari Islam dilakukan dengan dua cara: (1) gerakan pemikiran; (2) gerakan politik.
Gerakan pemikiran diarahkan untuk menghancurkan kemurnian Islam dengan cara memasukkan pemikiran-pemikiran Barat (kufur) ke dalam khazanah tsaqafah Islamiyah. Akibatnya, kaum Muslim teracuni pemikiran-pemikiran Barat berlabel Islam.
Gerakan-gerakan pemikiran dalam bentuk lain, seperti gerakan orientalis dan gerakan-gerakan pemikiran lain yang ada di Jazirah Syam serta pengaruh yang mereka timbulkan di Jazirah Syam serta Dunia Islam.
Adapun gerakan politik ditujukan untuk menghancurkan institusi Daulah Khilafah serta mendirikan negara demokrasi-sekular atau negara pro Barat. Barat memahami sepenuhnya bahwa Khilafah Islamiyah merupakan penjaga dan pelindung eksistensi Islam dan kaum Muslim. Sekuat apapun gerakan pemikiran, tanpa didukung oleh gerakan politik, niscaya tidak akan menimbulkan pengaruh yang signifikan.Pemikiran Barat lebih mudah tersebar di tengah-tengah kaum Muslim, ketika kekuasaan politik berada di bawah genggaman mereka.
Untuk itu Barat mendorong dan mendukung pendirian partai-partai politik yang tegak di atas tsaqafah Barat serta bertujuan mendirikan negara demokrasi sekular. Untuk tujuan ini, Barat, dalam hal ini Inggris, memfokuskan dirinya pada upaya-upaya mendukung gerakan politik yang ada di Turki, sebagai pusat Kekhilafahan Islam. Aktivitas politik di pusat Kekhilafahan Turki Utsmani, khususnya yang dilakukan gerakan Turki Muda di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal.
Intrik, makar, tipudaya serta persekongkolan jahat gerakan Turki Muda dengan Inggris serta jauhnya kaum Muslim dari Islam akhirnya berujung pada kehancuran Daulah Khilafah Utsmaniyyah di Turki serta terpinggirnya Islam dan kaum Muslim dari ranah negara dan masyarakat.
Kenapa Sistem Sekuler Memusuhi Ide Khilafah Pasca Keruntuhannya?
Dalam sebuah laporan Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Intelegent Council/NIC) pada Desember 2004 yang berjudul Maping The Global Future: Report of the National Intelligence Councils 2020 Project. Dokumen ini berisi prediksi atau ramalan tentang masa depan dunia tahun 2020. NIC memperkirakan bahwa ada empat hal yang akan terjadi pada tahun 2020, salah satunya Kebangkitan kembali Khilafah Islam, yakni Pemerintahan Global Islam yang mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat.
Inilah salah satu alasan terjadi kriminalisasi ide Khilafah, yaitu adanya ketakutan Barat akan geliat kebangkitan ummat dan Islam dalam bingkai daulah Khilafah. Menurut mereka, Khilafah Islam akan mampu menghadapi hegemoni nilai-nilai peradaban Barat yang kapitalistik sekularistik dalam kehidupan ummat sekarang. Sehingga dibutuhkan upaya demi upaya untuk menghadang bahkan memusnahkan kebangkitan ummat dan perjuangan menegakkan Khilafah. Diantaranya :
Pertama, memecah-belah umat Islam.
Pada tahun 2003, lembaga think-tank (gudang pemikir) AS, yakni Rand Corporation, mengeluarkan sebuah Kajian teknis yang berjudul “Civil Democratic Islam”.
Secara terbuka, Rand Corp membagi umat Islam menjadi empat kelompok Muslim: Fundamentalis, Tradisionalis, Modernis, dan Sekularis. Setelah dilakukan pengelompokan atas umat Islam, langkah berikutnya yang dilakukan Barat adalah melakukan politik belah bambu; mendukung satu pihak dan menjatuhkan pihak lain serta membenturkan antarkelompok.
Kedua, melakukan monsterisasi atau demonologi Khilafah dengan memberikan label ajaran berbahaya
Padahal ajaran Islam itu tidak ada yang berbahaya, justru Islam adalah ajaran yang akan menebarkan rahmat bagi alam semesta. Demonologi menurut Noam Choamsky adalah perekayasaan sistematis untuk menempatkan sesuatu agar ia dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan, dan karenanya ia harus dimusuhi, dijauhi, dan bahkan dibasmi.
Sedangkan dalam teori komunikasi, “demonologi” dapat dikategorikan ke dalam wacana “labeling theory” (teori penjulukan). Dalam teori tersebut, korban-korban misinterpretasi ini tidak dapat menahan pengaruh dari proses penjulukan yang dilakukan dengan sedemikian hebat.
Ketiga, menggunakan penguasa boneka
Barat juga melakukan indoktrinasi paham sekuler terhadap para penguasa di negeri-negeri Muslim. Akibatnya, negara tersebut tidak akan mau menjadikan Islam sebagai bagian untuk mengatur masalah dalam kehidupan bertata negara. Akibat lebih lanjut, penguasa tersebut tidak akan membiarkan ide syariah dan Khilafah berkembang di negeri tersebut.
Keempat, membangun legitimasi hukum
Cara lain yang digunakan Barat adalah dengan melakukan pendekatan hukum atau law approach. Mereka membuat UU yang bisa menjegal usaha untuk menegakkan Khilafah tersebut. Sebutlah misalnya UU antisemit, UU keamanan nasional, UU antidiskriminasi, dan sejenisnya.
Terbukti, beberapa usaha penegakan Khilafah terhalang karena dibenturkan dengan UU tersebut. Dinyatakan misalnya, bahwa disebut Khilafah adalah ide yang menjurus pada paham dan perilaku antisemit, mengganggu keamanan nasional, dan sebagainya.
Kelima, menggunakan kekuatan represif negara
Jika cara-cara sebelumnya tidak mampu untuk menjegal ide Khilafah, maka negara akan beralih dengan cara melakukan tindakan represif terhadap para aktivis pejuang Khilafah.
Inilah yang dialami oleh beberapa aktivis di sejumlah negara, termasuk di sejumlah negeri muslim seperti Malaysia, Pakistan, Bangladesh, termasuk di Indonesia.
Pemerintah di negeri ini tampak mulai represif untuk mencegah berkembangnya ide Khilafah di Indonesia dengan menerbitkan Perppu 2/2017 yang pada akhirnya membubarkan ormas Islam pengusung ide Khilafah.
Bagaimana langkah memenangkan pertarungan ideologi?
Khilafah bukan ideologi. Khilafah juga bukan “isme”, sebagaimana kapitalisme, liberalisme, komunisme dan isme-isme lainnya. Karena khilafah bersumber dari wahyu Allah SWT. Sedangkan “isme” bersumber dari nafsu dan akal manusia. Maka menyebut khilafah sebagai ideologi dan “isme” adalah ngawur.
Adapun Ideologi bukan hanya pajangan dan hiasan dinding yang wajib tertempel di dinding. Ideologi seharusnya berupa pemikiran mendasar yang rasional (aqidah aqliyah) yang melahirkan peraturan kehidupan secara komprehensif.
Pemikiran rasional layak disebut ideologi ketika memiliki konsep mendasar (fikrah) sekaligus berfungsi sebagai solusi problematika kehidupan (mualajah musykilah) dan memiliki metode (thariqah) yang mampu merealisir berbagai konsep yang telah dirumuskannya. Ideologi bukan gagasan langit yang khayali, ideologi merupakan konsep kehidupan yang membumi. Oleh sebab itu untuk mewujudkan sekaligus memenangkan ideologi harus melalui dakwah, yaitu dakwah politik.
Dakwah politik (dawah siyasiyyah) artinya adalah mengemban dakwah Islam melalui jalan politik, yaitu dakwah dengan metode melakukan aktivitas politik (amal siyâsi) (Manhaj Hizb at-Tahrir, 2009, hlm. 14).
Dakwah politik penting untuk dilaksanakan oleh umat Islam, khususnya oleh kelompok-kelompok Islam saat ini. Mengapa?
Ada dua alasan utama:
Pertama: karena dakwah politik inilah yang dulu dicontohkan oleh Rasulullah saw. pada tahap dakwah beliau selama 13 tahun di Makkah. Rasulullah saw. waktu itu melakukan perjuangan politik (al-kifah as-siyasi) dengan mengecam para pemimpin Quraisy, membongkar kejahatan dan rencana mereka yang bertujuan untuk menghancurkan dakwah Islam yang dilaksanakan Rasulullah saw, dan sebagainya. Rasulullah saw juga melakukan perang pemikiran (as-shira al-fikri) dengan menyerang ide-ide kufur, misalnya ide menyekutukan Allah (syirik), mencela penyembahan berhala, mencela kecurangan dalam menimbang dan menakar, mencela perbuatan membunuh anak-anak karena takut miskin, dan sebagainya (Lihat Al-Waie (Arab), No 305, Jumadil Akhir 1433/Mei 2012, hlm. 26-27; M. Husain Abdullah, At-Thariqah Asy-Syariyah li Istinaf al-Hayah Al-Islamiyah, hlm. 82).
Dengan demikian, melaksanakan dakwah politik sesungguhnya adalah aktivitas meneladani Rasulullah saw. sebagai uswatun hasanah yang diwajibkan Islam atas kaum Muslim (QS Al Ahzab [33]: 21).
Kedua: karena dakwah politik inilah yang relevan dengan masalah utama (qadhiyah mashiriyah) umat Islam sekarang.
Masalah utama umat adalah mengembalikan hukum yang diturunkan oleh Allah SWT dengan jalan menegakkan kembali negara Khilafah, dengan cara mengangkat seorang khalifah (nashb al-khalifah) bagi kaum Muslim.
Masalah utama umat ini dengan sendirinya menuntut aktivitas yang relevan pula, yaitu aktivitas politik (amal siyasi). Sebab, aktivitas menegakkan kembali Khilafah ini tiada lain adalah aktivitas politik, karena Khilafah adalah sebuah institusi politik. Mengangkat seorang khalifah (nashb al-khalifah) juga merupakan aktivitas politik, karena khalifah adalah pimpinan tertinggi institusi politik Islam tersebut (Manhaj Hizb at-Tahrir, 2009, hlm. 14-15).
Apa yang harus ada di tengah-tengah ummat (rakyat) sehingga rakyat bisa mengenali sekulerisme yang hakikatnya memusuhi Islam (khilafah)?
Melakukan pembinaan di tengah rakyat dalam rangka meningkatkan taraf berpikir mereka (al-irtifa al-fikri). Peningkatan taraf berpikir yang saya maksudkan mencakup beberapa hal. Pertama: berpikir tentang fakta (tafkir an al-waqi).
Dengan demikian, rakyat dapat memahami berbagai realitas yang terjadi. Kedua: berpikir syari (tafkir syari). Rakyat dibina keislamannya sehingga dapat menilai apakah peristiwa, kebijakan, atau aturan yang berlandaskan sekulerisme sesuai dengan hukum syara atau malah bertentangan. Ketiga: berpikir politis (tafkir siyasi). Dengan tafkir siyasi rakyat akan dapat mengetahui hakikat perilaku, kebijakan penguasa boneka, dan sistem politik demokrasi yang dibangun atas sekulerisme.
Peningkatan taraf berpikir ini dapat tercapai dengan cara dakwah untuk menyatukan akidah dengan syariah di dalam tubuh umat melalui dakwah yang bersifat pemikiran (fikriyah), politik (siyasiyah), dan tanpa kekerasan (ghayru unfiyah).
Khatimah
Upaya mendirikan kembali Khilafah Islamiyah serta menjaga eksistensinya ketika berdiri, harus dilakukan dengan dua gerakan sekaligus: (1) gerakan pemikiran; (2) gerakan politik. Gerakan pemikiran ditujukan untuk mensucikan pemikiran Islam dari semua kotoran-kotoran dan racun-racun kekufuran (sekulerisme). Tujuannya agar kaum Muslim mampu membedakan pemikiran Islam sejati yang diajarkan Nabi saw. dengan pemikiran-pemikiran kufur berlabel Islam. Kemenangan kaum Muslim dan gerakan politik Islam hanya akan bisa diraih tatkala mereka berdiri dan berjuang di atas pemikiran Islam murni yang terbebas dari pemikiran-pemikiran kufur (sekulerisme).
Adapun terkait gerakan politik, di tengah-tengah kaum Muslim harus ada gerakan atau partai yang benar-benar berjuang untuk melangsungkan kehidupan Islam dengan cara mendirikan kembali Khilafah Islamiyah. Gerakan ini hanya bertumpu pada Islam semata. Gerakan ini pun harus berjuang bersama umat untuk menegakkan kembali supremasi Islam dan kaum Muslim melalui perjuangan politik menegakkan Khilafah Islamiyah.
Maka semakin kuat bandul kezhaliman itu menghantam ide Khilafah dan para pejuangnya, begitu pula akan semakin cepat fajar kemenangan itu menyingsing. Karena kegelapan malam tidak akan berlangsung selamanya. Akan ada fajar kemenangan Islam. Kebangkitan ummat. Tegaknya Khilafah dan terterapkannya syariat Islam secara kaffah.
Wallahu alam bi ash shawab.
Views: 49
Comment here