Anak yang sehat, terlindung dari stunting, anak yang mendapatkan keamanan serta jauh dari kekerasan. Sehingga setiap anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik guna masa depan yang cemerlang.
Oleh : Ummat Hadid
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Pemegang kunci masa depan suatu bangsa adalah anak atau generasi.Dan salah satu yang menjadi penentu Kemajuan atau kemunduran bangsa juga adalah anak. Maka tidaklah heran perayaan hari anak menjadi Rutinitas wajib untuk diadakan. 23 Juli dipilih sebagai tanggal yang hari anak anak, dan di tahun 2023 kali ini bertema ” Anak terlindungi, Indonesia maju”. Tema yang menarik dan menandakan keadaan serta harapan yang ingin terwujud.
Anak yang sehat, terlindung dari stunting, anak yang mendapatkan keamanan serta jauh dari kekerasan. Sehingga setiap anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik guna masa depan yang cemerlang.
Sayang, fakta berbicara terbalik. Walaupun perayaan hari anak menjadi rutinitas tahunan, tidak menjadikan anak tumbuh lebih baik.
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan pada 2022, menyebutkan prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen, yang mana mengalami penurunan jika dibandingkan SSGI 2019 dan 2021 dengan prevalensi balita stunting yakni 27,7 persen dan 24,4 persen. (Antara news.com 23/07) angka yang menandakan bahwa untuk gizi yang baik saja hampir 1: 4 anak Indonesia masih sulit mendapatkannya.
Selain itu, keamanan anak juga masih menjadi PR besar negeri ini. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), ada 21.241 anak yang menjadi korban kekerasan di dalam negeri pada 2022. Berbagai kekerasan tersebut tak hanya secara fisik, tapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi. (dataindonesia.id 07/07)
Dikutip dari Antara news.com (23/07) peran keluarga yang belum maksimal, pendidikan ibu, gizi selama kehamilan, ekonomi, sanitasi rumah tangga, serta akses dan pemanfaatan layanan kesehatan yang sulit di dapat adalah faktor yang menyebabkan stunting serta kekerasan pada anak.
Padahal jika dicermati secara lebih seksama faktor faktor tadi adalah dampak dari kesalahan manusia dalam memilih sistem atau pengaturan kehidupan. Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini mencetak manusia bermata duitan dan individlis. Selagi pengaturan kehidupan itu mendatangkan “cuan” bagi para pengusaha dan penguasa tak perduli rakyat menjerit kesakitan. Pendidikan, kesehatan dan biaya hidup yang terus meningkat memaksa ibu dan juga ayah turun bekerja mencari uang. Menyebabkan pengurusan serta pengawasan anak teralihkan yang lambat laun terabaikan.
Lain halnya jika Islam yang dijadikan sebagai sistem kehidupan. Islam menetapkan anak adalah amanah bagi orang tua. Maka sudah sewajarnya orang tua membagi tugas dan peranya di rumah. Ayah berperan sebagai pelindung juga pencari nafkah. Sedangkan ibu berperan sebagai manager rumah tangga serta madrasah pertama bagi anaknya.
Islam juga menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhannya, baik sandang, pangan, maupun papan, juga kebutuhan akan layanan kesehatan dan pendidikan serta perlindungan akan keamanan.
Semua pembiayaan negara tersebut di ambil dari Baitul mal, yang mana Baitul mal sendiri bersumber dari pengelolaan sumber daya alam yang benar dan haram di swastakan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Dawud).
Dengan demikian, anak-anak akan hidup sehat, aman dan layak dibawah sistem Islam.
Views: 5
Comment here