Opini

Semeru Erupsi, Sudahkah Penguasa Tanggap Mitigasi Bencana?

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)

wacana-edukasi.com– Secara geografis, Indonesia merupakan salah satu negara yang wilayahnya berada dalam cincin api Pasifik. Cincin api Pasifik merupakan serangkaian gunung berapi di Samudera Pasifik. Kawasan cincin api Pasifik ini berpotensi menyebabkan terjadinya peristiwa gempa bumi, tsunami, dan erupsi gunung berapi.

Indonesia memiliki gunung berapi sejumlah 127. Salah satu gunung berapi yang masih aktif adalah gunung Semeru. Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa dengan tinggi puncak Mahameru mencapai 3.676 mdpl. Gunung berapi yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Lumajang dan Malang tersebut memiliki kawah yang menganga lebar dengan julukan Jonggring Saloko. (kompas.com, 5/12/2021)

Pada penghujung tahun 2021 ini, Gunung Semeru memuntahkan lahar panas kemudian disusul dengan guguran awan panas yang menyebabkan banyak korban berjatuhan. Total korban meninggal dunia erupsi Semeru yang terjadi pada Sabtu (4/12/2021) lalu sebanyak 22 orang, korban hilang sebanyak 27 orang, korban luka-luka sebanyak 56 orang, dan terdapat 2.004 jiwa yang mengungsi. (detik.com, 6/12/2021)

Banyaknya korban disinyalir tidak adanya peringatan dini erupsi Gunung Semeru. Walaupun sebenarnya tanda-tanda kecil sudah terlihat semenjak hari Jumat (4/12/2021) sebelum terjadi erupsi. Namun, status level II waspada menyebabkan masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa. Curah hujan yang cukup tinggi ternyata memicu terjadinya erupsi Gunung Semeru. Material yang telah berada di permukaan gunung akhirnya dengan cepat meluncur keluar.

Warganet pun ramai-ramai mempertanyakan kenapa tidak ada peringatan dini dari BMKG. Menurut Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, peringatan dini telah dilakukan sejak awan panas berguguran. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sudah mengkonfirmasi dan papan-papan penunjuk jalur evakuasi juga sudah terpasang. (liputan6.com, 5/12/2021)

Terjadinya erupsi Gunung Semeru yang “tiba-tiba” tersebut semestinya mendorong para pemangku kebijakan untuk tanggap terhadap bencana yang disebabkan fenomena alam. Teknologi yang dibutuhkan untuk mendeteksi bencana sejak dini harus terus diupayakan sehingga tak akan terjadi lagi korban berjatuhan dalam jumlah cukup banyak. Masyarakat pun sedini mungkin dapat dievakuasi ke tempat yang lebih aman.

Terkait penanganan bencana, sebenarnya ada tiga kondisi yang harus diperhatikan. Yakni penanganan pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana. Ketiga kondisi penanganan ini harus benar-benar dilakukan secara optimal.

Penanganan pra bencana berarti aktivitas yang dilakukan sebelum terjadi bencana. Misalnya ditentukan jarak aman dari lokasi gunung berapi untuk pemukiman penduduk. Sehingga jika terjadi erupsi mendadak, masyarakat tetap berada dalam wilayah aman. Kalaupun banyak material yang diluncurkan gunung berapi, tak terlalu jauh untuk menyelamatkan diri ke tempat aman.

Penyuluhan terhadap masyarakat di wilayah sekitar gunung berapi harus terus dilakukan supaya masyarakat dapat mengetahui tindakan yang dilakukan saat terjadi bencana.

Negara harus menyediakan peralatan early warning system ( EWS) sehingga tanda-tanda bencana dapat terdeteksi sejak dini.

Penanganan saat bencana ini harus sigap dilakukan supaya tidak jatuh banyak korban. Misalnya segera didatangkan alat-alat berat untuk membuka jalan yang tertutup material erupsi Semeru. Petugas-petugas dengan tanggap menyisir wilayah terdampak. Tempat pengungsian yang memadai segera disiapkan agar masyarakat terdampak dapat tertangani dengan baik. Kebutuhan logistik dan fasilitas kesehatan masyarakat terdampak harus dipenuhi secara memadai agar tidak menimbulkan masalah baru.

Penanganan pasca bencana meliputi segera dilakukan perbaikan terhadap tempat tinggal masyarakat terdampak, perawatan kesehatan secara intensif dan berkesinambungan terus dilakukan, mental recovery terhadap masyarakat terdampak supaya masyarkat menerima qada Allah dan tetap semangat melanjutkan kehidupan. Selain itu, masyarakat terdampak perlu diberikan bantuan modal usaha supaya perekonomian masyarakat segera pulih.

Contoh penanganan bencana yang sigap dan baik pada masa kekhilafahan Islam adalah yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab saat menghadapi paceklik. Khalifah Umar bin Khattab dengan sigap membentuk tim yang bertugas memantau kondisi wilayah dan melaporkan setiap hari. Khalifah pun memberikan pelayanan terbaik dengan menjamu para pengungsi setiap harinya. Setelah paceklik berakhir, para pengungsi diberikan sejumlah logistik dan akomodasi yang memadai sebagai bekal pulang ke kampung halaman.

Bencana erupsi Gunung Semeru ini semestinya dijadikan pelajaran bagi penguasa negeri ini untuk bermuhasabah atas pelayanan yang selama ini diberikan kepada rakyat. Sudahkah penguasa meri’ayah secara totalitas seluruh masyarakatnya?

Wallahu a’lam bish showab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here