Oleh: Ikhtiyatoh, S.Sos. (Kontributor Media, Pemerhati Sosial dan Politik)
Gonjang ganjing isu kudeta Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akhirnya terjadi. Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat di Deli Serdang, Sumatra Utara memutuskan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai ketua umum (5/3). Polemik internal Partai Demokrat pun semakin meruncing memperebutkan legitimasi. Belum jelas bola panas ini akan berakhir di titik mana. Namun, isu ini cukup menguras energi hingga merembet ke pemerintah daerah. Hampir-hampir mengalihkan masalah urgen lainnya.
Saling Lapor
Sebelumnya, Moeldoko membantah adanya isu kudeta Partai Demokrat yang dipimpin AHY. Meski ia mengakui ada pertemuan dengan kader dan mantan kader Partai Demokrat di rumahnya. Menurutnya, AHY dipilih secara aklamasi, sehingga tidak mungkin ada perpecahan dalam tubuh partai. Ia pun tidak masuk dalam kepengurusan partai, sehingga tak mungkin menjadi ketua umum karena harus memenuhi ketentuan AD/ART partai (republika.co.id, 3/2/2021).
Namun, akhirnya KLB Demokrat terlaksana meski diwarnai kerusuhan. Antara massa yang pro dan kontra saling serang hingga ada yang terluka. Setelah selesai acara pun santer berita mempermasalahkan uang yang didapat peserta tidak sesuai yang dijanjikan. Kubu AHY menyampaikan gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan menyatakan KLB tersebut illegal dan inkonstitusional.
Sebaliknya, Penggagas KLB Demokrat, Damrizal, juga melaporkan AHY ke Bareskrim Polri atas dugaan pemalsuan akta pendidian partai (12/3/2021). Rusdiansyah selaku Kuasa Hukum Damrizal menyampaikan ada dugaan pemalsuan akta otentik AD/ART terkait pendiri Partai Demokrat tahun 2020. AHY dituding diam-diam mencantumkan nama Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pendiri partai. Sementara pihak Damrizal Cs menuding SBY bukan salah satu dari the founding fathers partai Demokrat (tribunnews.com, 12/3/2021).
Sekretaris Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat, Andi Mallarangeng pun turut dilaporkan atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik. Sengkarut Partai Demokrat akhirnya menyeret nama Presiden Jokowi. Tuntutan pemecatan Moeldoko sebagai KSP pun terus bergulir. Sikap resmi Jokowi sangat dinanti. Setidaknya menunjukan bahwa pihak istana tidak memiliki keterlibatan dengan KLB yang melibatkan Moeldoko.
Tujuan Partai Politik
Di era Jokowi, setidaknya ada empat partai yang pernah mengalami dualisme kepemimpinan yaitu Golkar, Hanura, PPP serta Partai Berkarya. PKB termasuk PDI sebelumnya juga pernah terjadi dualisme kepemimpinan hingga akhirnya muncul PDIP. Konflik yang terjadi pada tubuh Partai Demokrat akhirnya melemahkan kubu oposisi. Mengingat partai yang tegas menjadi oposisi saat ini hanya Demokrat dan PKS. Hal ini tentu menjadikan sistem pemerintahan kurang sehat akibat tidak seimbangnya kubu koalisi dan oposisi.
Dalam pasal 1 UU No. 2 tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik, menyebutkan “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Konflik yang terus dipertontonkan justru akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap partai. Bagaimana caranya menjaga keutuhan NKRI jika dalam tubuh sendiri terjadi konflik tak berkesudahan? Aturan dalam AD/ART partai tidak cukup kuat untuk mengikat cita-cita antar anggotanya. Konflik internal berlarut-larut lebih menunjukan antara anggota partai cenderung memperjuangkan kepentingan individu bukan kepentingan masyarakat ataupun negara.
Menjadi rumit ketika memaknai perjuangan hanya bisa dilakukan saat memegang jabatan. Jika demikian, anggota partai yang tidak mendapat jabatan akan berupaya keras mendapatkannya meski dengan cara kotor. Jika tetap tidak bisa mendapatkannya maka akan berpindah ke partai lain. Begitupun ketika tidak mendapatkan manfaat dalam kepengurusan partai maka dengan mudah berpindah partai layaknya kutu loncat.
Politik Machiavelli Tak Etis
Meskipun politik ala Machiavelli sering menabrak aturan, tampaknya banyak politikus yang menyukai teori ini. Melakukan segala upaya demi mempertahankan kekuasaan meski harus menikung lawan. Tak peduli lagi tentang etika meski justru menelanjangi aib sendiri. Akhirnya, rakyat tidak mampu melihat dengan jelas kemana arah perjuangan partai. Meski selalu digaungkan akan memperjuangkan rakyat kecil.
Hal ini jauh berbeda dengan politik ala Islam. Politik dalam Islam yang dikenal dengan istilah siyasah dimaknai mengurus urusan umat. Dengan demikian, untuk melakukan aktivitas politik tidak harus memiliki jabatan tertentu. Seorang ibu rumah tangga pun bisa melakukan aktivitas politik dengan melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Pendirian partai politik dalam Islam juga dalam rangka melancarkan aktivitas politik tadi. Termasuk di dalamnya mengoreksi penguasa. Alhasil, berdirinya partai politik dalam Islam bukan sebagai batu loncatan mendapatkan jabatan, bukan pula demi mendapat kucuran dana. Pun menjadi politikus bukanlah profesi yang menghasilkan tumpukan materi. Sebaliknya, terjun dalam dunia politik lebih sering mengorbankan materi, tenaga, pikiran serta waktu pribadi.
Oleh karena itu, dibutuhkan ikatan yang kuat antara anggota partai. Mengingat aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar ataupun mengoreksi penguasa cukup berat. Ikatan yang mampu menguatkan antara anggota partai disaat terjadi goncangan hanyalah ikatan aqidah. Ikatan aqidahlah yang akan kembali menyatukan anggota partai tatkala terjadi perselisihan. Segala perselisihan ataupun konflik yang terjadi justru menunjukan dan menyadarkan diri bahwa akal manusia terbatas. Hingga mengembalikan segala perbedaan kepada hukum syara’.
Menjadi pimpinan partai pun bukanlah jabatan yang harus dibanggakan. Sebaliknya, harus disertai rasa takut karena akan mengemban banyak amanah. Tak perlu berpayah mengejar apalagi menikung lawan. Akhirnya, penting untuk terus menyadarkan diri bahwa keserakahan manusia hanya akan membawa petaka. Nampaklah bahwa tak ada pilihan lain kecuali kita menyandarkan segala masalah hidup pada hukum Allah Swt. Zat Yang Maha Mengetahui.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 1
Comment here