Oleh. Ima Khusi
wacana-edukasi.com, OPINI– Akhir-akhir ini sekolah di Indonesia selalu mengakhiri masa akhir pendidikan atau kelulusan siswa dengan mengadakan berbagai macam kegiatan lepas pisah, salah satu di antaranya adalah dengan adanya acara wisuda.
Entah siapa yang memulainya, kegiatan yang awalnya hanya untuk bersilaturrahim antara guru, siswa, dan orang tua, pentas seni, sekaligus penyerahan ijazah ini, berubah menjadi acara wisuda seperi para lulusan universitas yang akan menyandang gelar sarjana. Bahkan di beberapa sekolah mengemas acara ini dengan sangat mewah dan megah.
Memang bukan menjadi rahasia lagi adanya prosesi wisuda yang selalu diadakan diakhir masa pendidikan baik SMA, SMP, SD, hingga TK ini, merupakan seremonial nan glamor. Hal ini bisa dilihat dari para orang tua yang harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit demi terselenggaranya acara yang kadang diadakan di luar sekolah dengan menyewa gedung atau hotel.
Iuran yang harus dikeluarkan pun beragam, dari kisaran ratusan rupiah hingga jutaan. Belum lagi iuran “tetek bengek” lainnya. Dihimpun dari beberapa sumber rata-rata iuran untuk wisuda TK saja bisa mencapai Rp400 ribu. Hal ini sudah termasuk biaya ijazah, sewa baju, foto, dan lain-lain. Ini masih jenjang TK apalagi yang sudah jenjang SD, SMP, dan SMA.
Mungkin bagi mereka yang kehidupan ekonominya di atas kegiatan wisuda ini tentu tidak ada apa-apanya bahkan bisa jadi seru-seruan. Tapi bagi mereka yang ekonomi menengah dan ekonomi bawah, tentu ini menjadi beban, karena biaya untuk jenjang berikutnya juga tak sedikit. Hal inilah yang akhirnya memicu polemik di tengah-tengah masyarakat.
Terkontaminasi gaya hidup hedonis
Nilai pendidikan akhir-akhir ini memang mengalami banyak pergeseran. Baik dilihat dari kaca mata undang-undang pendidikan, ataupun dari kaca mata Agama.
Lihat saja prestasi dan representasi dari keadaan sistem saat ini yang lebih eksis pada sekuleristik-materialistik. Di mana pola hidup masyarakat mengalami pergeseran dari sosial religius menjadi masyarakat individual materialistis dan sekuler, juga cenderung ke arah hidup mewah dan konsumtif.
Pengaruh pergeseran inilah yang menjadikan sekolah berlomba untuk menunjukkan keunggulannya masing-masing. Salah satunya dengan mengadakan acara lepas pisah yang dikemas dalam bentuk wisuda yang mewah lagi megah. Apalagi kegiatan-kegiatan ini bisa menjadi ajang promosi sekolah untuk mengangkat pamor sekolah. Jadilah sekolah berlomba-lomba membuat acara yang mewah tanpa memperhitungkan apakah ini bermakna, bermanfaat, atau akan membebani orang tua.
Hal ini sungguh berbanding terbalik dengan kualitas anak didik yang dihasilkan oleh sekolah. Tak jarang mereka justru meresahkan masyarakat dengan aksi seperti, tawuran, balapan liar, pencurian, pemerkosaan, narkoba, dan lain sebagainya.
Belum lagi arah pandang siswa saat ini sudah beralih pada hal-hal non akademik, bersifat hiburan, dan yang menghasilkan cuan. Sehingga prestasi akademik tak lagi membanggakan bagi mereka, terbukti dengan banyaknya anak muda usia sekolah yang lebih memilih jadi artis, youtuber, tiktokers, dan penyanyi, sampai rela putus sekolah serta melalaikan pendidikan hanya demi mengejar karier.
Pandangan Islam
Dalam Al-Qur’an Allah Swt. berfirman, “Bermegah-megah telah membuat kamu lalai.” (Qs. AthTakatsur: 1).
Dari sini jelas Allah menyatakan bahwa hedonisme adalah hal yang dikutuk dan dicela karena akan membuat seseorang lalai, lupa diri, lupa pada Allah ataupun pada lingkungan sosialnya.
Sehingga benar saja jika pendidikan saat ini mengalami disorientasi. Karena sejatinya polemik wisuda ini tidak lepas dari pengaruh sistem yang diterapkan saat ini, juga gaya hedonisme yang telah mempengaruhi masyarakat.
Karena di sistem ini agama hanya dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari kehidupan. Agama juga tak lagi berperan sebagai pengendali motivasi manusia (Driving integrating motive) atau sebagai faktor pendorong (unifying factor). Sehingga menjadi wajar tatkala dunia pendidikan yang dianggap sebagai tempat membangun peradaban yang luhur justru terkontaminasi oleh ruang gelap hedonisme. Menjadikan acara seremonial nan glamor seperti wisuda ini lebih pesat berkembang daripada membentuk pribadi beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Berbeda jauh dengan sistem Islam yang meletakkan aqidah Islam sebagai dasar dari prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan. Mengarahkan pendidikan untuk mengembangkan keimanan, sehingga melahirkan amal salih dan ilmu yang bermanfaat. Menjadikan pokok perhatian bukan pada kuantitas tetapi kualitas pendidikan.
Tujuannya pun untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri, yang selaras dengan fitrah manusia. Karena tujuan utama ilmu adalah untuk mengenal Allah Swt. sebagai Al Khaliq, menyaksikan kehadirannya dalam berbagai fenomena yang diamati, dan mengagungkan Allah Swt, serta mensyukuri atas seluruh nikmat yang telah diberikan-Nya.
Dengan demikian, adalah hal yang penting bagi bagi umat Islam khususnya sistem negara untuk kembali pada aturan dan sistem Islam. Karena segala sesuatunya hanya akan bisa berubah dan diselesaikan dengan diterapkannya Islam di tengah-tengah umat. Wallahu’alam bisshowab.
Views: 24
Comment here