Surat Pembaca

Sertifikat Halal adalah Kewajiban Negara

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Ironis Masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Berdasarkan Undang-undang No. 33 tahun 2014 beserta turunannya, ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut. Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Muhammad Aqil Irham mengungkapkan, kalau belum bersertifikat dan beredar di masyarakat, akan ada sanksinya (7/1/2023).

Namun faktanya, ternyata telah beredar minuman yang sudah lama berdiri di Indonesia dan sudah mempunyai cabang dimana-mana ternyata belum ada sertifikat halalnya. Padahal di Indonesia mayoritas muslim, yang harusnya lebih memperhatikan kehalalannya dari setiap yang dikonsumsi.

Muslim yang taat akan menjaga kehalalan produk yang dikonsumsinya. Hal ini menandakan kepatuhan seorang muslim atas ajaran agama yang memang telah mengatur hal tersebut. Oleh karena itu, penting bagi umat Muslim jaminan kehalalan produk yang dikonsumsinya.

Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pedoman hidup berupa Alquran, termasuk dalam masalah makanan. Islam memberikan syarat bahwa makanan yang dikonsumsi haruslah memenuhi dua syarat, yaitu halal dan thayyib (QS.Al-Baqarah:168).

Halal berarti terbebas dzat yang telah diharamkan dalam Islam, yaitu: bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah (QS. Al-Maidah: 3). Selain itu Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam juga menyebutkan adanya makanan haram yang lainnya, yaitu binatang yang bertaring dan memiliki cakar tajam. Selain halal makanan yang di konsumsi juga harus thayiib yaitu baik untuk tubuh dan kesehatan.

Selain makanan yang haram karena dzatnya, kita juga harus memperhatiakan dengan cara apa kita mendapatkannya. Misalnya tidak didapatkan dengan cara merampok, mencuri, korupsi dan perbuatan haram lainnya dalam Islam. Walaupun dzat dari makanan tersebut halal tetapi karena caranya diharamkan maka menjadi haram dikonsumsi.

Jika saat ini banyak di temukan makanan yang tidak halal dan tidak thayiib maka kita sebagai seorang muslim harus cerdas dalam memilih makanan yang dikonsumsi, tidak sembarangan mengikuti orang pada umumnya.

Nuriyati, Bogor.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 13

Comment here