Surat Pembaca

Sertifikat Halal Dikomersialisasi?

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Dalam upaya meningkatkan keamanan dan kehalalan produk di sektor pangan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021, yang mewajibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang bergerak dalam sektor makanan, minuman dan jasa penyembelihan, untuk memiliki sertifikasi halal sebelum 17 Oktober 2024. Berdasarkan regulasi Undang-undang No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal, yaitu:

Pertama, produk makanan dan minuman.

Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman.

Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.

Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Muhammad Aqil Irham mengatakan bahwa, seluruh pedagang termasuk dari kalangan pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) wajib mengurus sertifikasi halal, apabila kedapatan tidak mempunyai sertifikat tersebut, maka akan dikenakan sanksi, seperti peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Sanksi tersebut diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam PP Nomor 39 tahun 2021, tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. (flotimkemenag.go.id)

Jaminan sertifikasi halal memang sudah menjadi tugas negara dan hak bagi para konsumen. Sayangnya negara saat ini adalah negara Kapitalisme, layanan yang diberikan kepada rakyat senantiasa dalam bentuk bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Seperti pengurusan sertifikasi halal yang berbiaya. Memang pada awalnya negara menyediakan 1 juta layanan sertifikasi halal gratis sejak Januari 2023. Seharusnya jaminan sertifikasi halal menjadi salah satu bentuk layanan negara kepada rakyatnya tanpa batasan waktu, karena peran negara adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Apalagi kehalalan juga merupakan kewajiban agama, namun dalam negara Kapitalisme peran negara hanya menjadi regulator kebijakan dan semua urusan bisa dikomersialisasi melalui kebijakan UU.

Berbeda dengan negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yakni Khilafah. Memberikan jaminan halal merupakan kewajiban Khilafah, hal ini adalah bentuk perlindungan terhadap akidah atau agama rakyatnya, mengingat setiap muslim wajib terikat pada syariat. Islam memerintahkan makan makanan halal lagi thayyib (baik), bahkan jangankan mengkonsumsi yang haram, mengkonsumsi yang syubhat saja dilarang. Larangan makan yang haram itu disandingkan Allah SWT dengan larangan mengikuti langkah-langkah setan. Allah SWT berfirman:

“Wahai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” ( TQS. Al-Baqarah: 168)

Kehalalan produk sangat berkaitan erat dengan kondisi manusia di dunia dan akhirat, baik secara jasmani maupun rohani. Sesuatu yang dihalalkan oleh Allah SWT pasti mendatangkan maslahat, sementara sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT pasti mendatangkan kemudharatan, diantaranya, tidak dikabulkannya doa, amalan tidak diterima, makanan haram membawa ke neraka dan berkurangnya keimanan di hati seseorang.Tak hanya itu, barang haram juga dapat merusak akhlak dan kebaikan seseorang. Agar masyarakat terhindar dari kemudharatan barang haram, maka Khilafah memberikan layanan jaminan halal secara gratis. Selain peran negara sebagai penjamin kehalalan produk, Khilafah juga akan mengedukasi pedagang dan setiap individu rakyat agar sadar halal dan mewujudkan dengan penuh kesadaran tersebut. Siapapun yang ingin mengedarkan barang di pasar, standar barangnya tidak hanya higienis, melainkan halal. Sehingga bahan-bahan yang dibeli oleh para konsumen sudah terjamin kehalalannya. Sertifikasi halal pun juga disediakan dengan prinsip lembaga administrasi negara. Dalam kitab Ajhizah Daulah al-Khilafah (Fii al-Hukmi wa al-Idarati) prinsip tersebut adalah mudah dan tidak berbelit-belit dalam birokrasi, cepat dalam pelaksanaan tugas dan didukung SDM yang kapabel di bidangnya. Dengan demikian, jika jaminan halal dibentuk dengan mekanisme sertifikasi, sudah selayaknya negara memberikan layanan tersebut secara gratis kepada rakyat, sebagaimana yang dilakukan oleh negara Khilafah.

Wallahu a’lam bishshawab

Oleh: Sumariya (Anggota LISMA Bali)

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 16

Comment here