Oleh: Anisa Rahmi Tania
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Tong kosong nyaring bunyinya. Begitulah pepatah mengatakan bagi orang yang banyak bicara namun tidak bermakna. Ucapan yang keluar dari mulutnya tidak lebih dari omong kosong atau lip service belaka. Tidak ada hal istimewa yang terjadi setelah berkoar-koar di depan mata. Tampaknya itulah yang terjadi pada nasib Palestina yang hanya dibantu oleh lip service para penguasa.
Seruan Tidak Mempunyai Arti
Dilansir dari laman media bali.suara.com (01/09/2024), Forum Parlementer Indonesia Afrika (IAPF) tahun ini diselenggarakan di Nusa Dua, Bali pada Minggu, 1 September 2024. Dalam forum tersebut Ketua DPR, Puan Maharani, menyerukan untuk menghentikan perang yang terjadi di Palestina dan daerah konflik lainnya. Beliau pun mengingatkan bahwa peran Parlemen untuk memberikan kontribusi dalam menyelesaikan persoalan global yang tengah terjadi dengan tetap menghargai HAM dan penegakkan hukum yang berlaku. Sehingga, Parlemen menurutnya harus mendorong agar tercipta perdamaian dunia dan menolak berbagai tindak kekerasan untuk mewujudkan perdamaian. Pidato tersebut mendapat tepuk tangan dari delegasi negara-negara Afrika yang hadir sekitar 1.500 orang.
Senada dengan yang disampaikan Puan, Manteri Luar Negeri, Retno Marsudi, menegaskan untuk melakukan mobilisasi tekanan publik internasional. Hal itu sebagai upaya menghentikan genosida di Palestina. Dukungan ini bukan pertama kali dilakukan. Namun dari 1955 Konferensi Asia -Afrika digelar forum ini konsisten dalam mendukung kemerdekaan Palestina.
Taring Singa yang Tercabut
Seekor singa yang mengaum bisa jadi menakutkan bagi hewan lain yang mendengarnya dari kejauhan. Namun lain halnya jika singa yang mengaum tersebut dilihat dari dekat ternyata tidak bertaring alias ompong. Aumannya niscaya jadi bahan tertawaan. Karena bukan auman untuk menunjukkan kekuatan tetapi auman rengekan dan ketidakberdayaan.
Demikian yang terjadi pada para penguasa muslim di dunia. Mereka cuma bisa berkoar-koar dan marah karena kondisi Palestina yang terus diserang. Tapi cuma sebatas itu, tidak lebih. Ideologi dalam benaknya tidak lagi menuntun dia untuk bergerak lebih nyata. Ada tembok tebal dan menjulang tinggi yang membuat langkahnya terhenti. Yakni ideologi yang kini telah mengakar.
Ideologi yang menuntun para penguasa lebih memikirkan nasib bangsanya. Tidak terlalu peduli pada bangsa lainnya meski sama-sama berakidah Islam. Ikatan akidah yang dulu bertalian erat bahkan sangat kuat telah terlepas karena ideologi ini. Yakni sekularisme yang melahirkan nasionalisme yaitu paham kebangsaan.
Padahal telah nyata terlihat dengan seruan, gencatan senjata, maupun perundingan-perundingan selama puluhan tahun penjajahan tidak berhenti. Tidak ada satu upaya pun yang berhasil membuat Israel hengkang dari tanah Palestina. Sementara sejarah telah memberikan pelajaran, bahwa penjajah hanya bisa diusir dengan senjata bukan dengan seruan. Lantas mengapa para penguasa tetap saja mencukupkan bantuannya dengan dorongan diplomasi dan gencatan senjata.
Demikian kita lihat betapa pengaruh ideologi buatan manusia hari ini sangat besar. Selain lunturnya ikatan akidah di antara kaum muslimin, berbagai kepentingan pribadi pun berkecamuk dalam persoalan kebijakan. Maka tidak heran jika keberanian membela saudara seakidah pun hilang.
Islam Ideologi Pemersatu
Ikatan akidah yang kuat tergambar kala Rasulullah saw membela kehormatan seorang muslimah. Saat Rasulullah saw telah menegakkan syariat Islam di Madinah, terjadi peristiwa saat seorang muslimah sedang duduk di toko perhiasan Bani Qainuqa. Seorang Yahudi dengan sengaja mengikat ujung jilbabnya tanpa ia ketahui, sehingga saat berdiri tersingkaplah aurat muslimah tersebut. Lantas ia berteriak dan terdengar oleh seorang pemuda. Tanpa berlama-lama pemuda tersebut menolongnya hingga berkelahi dan membunuh orang Yahudi tadi. Namun, sekelompok orang Yahudi mengeroyok pemuda tadi hingga meninggal. Mendengar peristiwa tersebut, Rasulullah saw langsung mengumpulkan tentara dan mengepung Bani Qainuqa selama 15 hari. Akhirnya mereka semua diusir dari kota Madinah (republika.co.id, 17/08/2023).
Selang berabad lamanya, kisah pembelaan terhadap seorang muslimah kembali tertulis dalam sejarah. Yakni pada 837 Masehi, saat seorang budak muslimah dilecehkan oleh kaum Romawi. Muslimah ini memanggil nama Khalifah Al-Mu’tashim Billah. Hingga sampailah kabar ini ke telinga sang Khalifah. Maka tanpa ragu beliau menurunkan puluhan ribu pasukannya untuk menyerbu Ammuriah.
Pasukan ini mengepung Ammuriah lima bulan lamanya. Kemudian berakhir dengan kemenangan kaum muslimin. Sebanyak 30 ribu tentara Romawi terbunuh sementara 30 ribu lainnya menjadi tawanan. Maka, Kaum muslimin berhasil membebaskan Ammuriah dari tangan Romawi. Muslimah itu pun dibebaskan (sindonews.com, 20/12/2022). Maa syaa Allah.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa dalam ideologi Islam, negara berperan untuk senantiasa memupuk kekuatan akidah. Sehingga saat menghadapi tantangan kekuatan inilah yang pertama kali menjadi pondasi. Negara pula yang dapat meneguhkan para prajurit dan seluruh rakyatnya dalam menghadapi situasi buruk ataupun menyerang lawan saat ada kaum muslim yang tertindas.
Dakwah dan jihad menjadi metode baku bagi negara Khilafah Islamiyah dalam mensyiarkan Islam. Termasuk dalam membela kehormatan dan hak hidup kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, hanya melalui Jihad dengan komando Khalifah-lah Palestina dapat lepas dari penjajahan.
Wallahu’alambishshowab
Views: 9
Comment here