Oleh : Hanimatul Umah
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Serangan zionis kepada rakyat sipil Palestina bertubi-tubi hingga kini telah menghilangkan nyawa kurang lebih 11.000 jiwa. Atas kejadian ini membuat reaksi kaum muslim di dunia tidak bisa diam. Muslim di dunia bagaikan satu tubuh, jika tersakiti sebagian maka pastilah akan menuai kontra bagi muslim yang lain.
Mulai dari demonstrasi kepada pemerintahan agar melakukan penghentian perang, bantuan kemanusiaan berupa mengirimkan bahan makanan hingga aksi boikot produk terafiliasi zionis pun telah dilakukan masyarakat muslim, sebagai upaya keterpihakan dan pembelaan kepada muslim palestina. Yang telah banyak menjadi korban genosida Yahudi zionis.
Sesuai arahan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), melarang membeli produk dari produsen yang mendukung agresi Yahudi zionis ke Palestina.
Fatwa MUI nomor 83 Tahun 2023 berisi tentang wajibnya mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina dan haram hukumnya mendukung Zionis Israel dan produk Zionis atau produsen pendukung yang secara nyata untuk agresi menyeran Palestina, (CNBC Indonesia.com, 11/11/2023).
Memang benar, setidaknya boikot produk pendukung Agresi Zionis Israel ini terbukti menurun drastis dan melumpuhkan berpengaruh pada pembiayaan perang dan alutsista mereka. Dan pada saat sekarang kaum muslim hanya memberi bantuan secara parsial. Akan tetapi ini hanya meyelesaikan secara praktis dan tidak menuntaskan persoalan jangka panjang dan penghentian secara total penyerangan kepada muslim di Gaza.
Suatu waktu bagai bom akan meledak kapan saja terjadi.
Tersekat Ide Nasionalisme
Negeri islam terpecah menjadi lebih dari 50 negara sejak dibubarkannya kekhalifahan Islam dan runtuh pada khilafah Ottoman (1924). Mulai saat itulah menjadi negeri muslim kecil dan terpisah dari kesatuan wilayah yang dahulu besar membentang dari Timur sampai Barat dunia. Mulai dari sini terpisah pula pemerintahan ada sebagian sistem kerajaan, dan monarki ada pula sistem demokrasi yang semuanya mengantarkan ide nasianalisme.
Tingginya tembok nasionalisme ini berhasil membatasi ruang demi tujuan membela dan menghalau pertumpahan darah sesama saudara muslim di wilayah lain. Karena itu ide nasionalisme telah melekat dan menyekat batas negara lain. Dalam hal ini wilayah lain seperti tidak penting dibela dan tak perlu pertolongan ketika ada penjajahan, karena hanya mengutamakan masing- masing negaranya. Contoh negeri muslim Mesir, Turki, Yordania dan sekitarnya.
Ikatan Aqidah Menjadi Pemersatu Umat
Pada dasarnya ikatan kepentingan, ikatan nasionalisme, dan ikatan lain selain ikatan mabda / ideologi Islam tak akan dapat menuntaskan atau mengakhiri secara total peperangan ini. Ketika agama dijadikan aturan dalam kehidupan pada negara dan sistem pemerintahan maka mudah diselesaikan problematika kehidupan.
Sebagaimana Rasul bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, janganlah menzalimi, jangan pula meremehkannya dan jangan menyakitinya,” (HR Akhmad, Bukhari dan Muslim).
Ini berarti ketika ada sesama muslim yang tersakiti maka kewajiban muslim yang lain harus menyelamatkannya.
Tanpa memandang wilayah atau negara lain.
Saat ini tidak heran apabila negara di luar wilayah terjajah tidak mampu memberikan bantuan totalitas baik secara milisi atau bantuan harta lainnya, karena sekularisme dan nasionalisme telah menjadi ideologi bangsa terlebih negara adidaya yang mengawal ide tersebut.
Mengantarkan ideologi Islam haruslah dilakukan oleh negara yang terbentuk dalam satu sistem yaitu khilafah Islam. Yang mampu melumatkan musuh dari dalam dan luar negeri. Terbukti kekuatan adidaya khilafah sejak sistem kenabian hingga khilafah Usmaniyah 1400 tahun lamanya. Maka musuh Islam dan keangkuhan Zionis yahudi pun lemah tak berdaya. Jelaslah bahwa ide nasionalisme tak mampu menyatukan aqidah sesma muslim. Akan tetapi ide nation states hanya dapat diboikot hanya dengan sistem khilafah Islam.
Wallahu A’lam.
Views: 13
Comment here