Surat Pembaca

Setelah Impor Beras, Proyek Sawah Cina Kini Tancap Gas

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nurlaini

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Selama manusia hidup, maka selama itu juga harus memenuhi kebutuhan. Baik itu kebutuhan jasmani maupun rohani. Karenanya, urusan kebutuhan pangan, terutama beras di negeri ini tak akan pernah ada habisnya. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras. Jika sebelumnya impor beras dianggap sebagai solusi, maka kini muncul wacana baru yaitu proyek sawah cina. Rencananya Pemerintah akan mengajak China untuk bekerja sama dalam menggarap sawah di Kalimantan Tengah. Apakah benar proyek ini bisa menyelesaikan permasalahan yang ada?

VOA – Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan menggandeng China untuk menggarap sawah di Kalimantan Tengah. Kesepakatan tersebut menjadi salah satu hasil pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi dalam ajang High Level Dialogue and Cooperation Mechanism (HDCM) RI–RRC di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat (19/4).

“Kita minta mereka (China) memberikan teknologi padi mereka, di mana mereka sudah sangat sukses menjadi swasembada, dan mereka bersedia,” ungkap Luhut dalam unggahan di akun Instagram resminya @luhut.pandjaitan, Minggu (21/4).

“Ahli di China bisa saja jagoan dalam pertanaman padi di sana, tapi ketika teknologi serupa diterapkan di Indonesia belum tentu berhasil. Hal ini mesti disadari para pengambil kebijakan,” tuturnya.

Indonesia, kata Khudori, juga pernah melakukan kerja sama transfer teknologi pertanian dengan China yang dilakukan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2007, yaitu dengan membagikan benih padi hibrida dari China kepada petani.

Khudori menjelaskan bahwa sebenarnya ada hal lain yang juga perlu menjadi perhatian pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan pertanian padi nasional. Salah satunya adalah biaya usaha tani yang tinggi, terutama biaya sewa lahan dan upah tenaga kerja. (https://www.voaindonesia.com, 27/04/2024)

Rencana proyek Sawah Cina ini dianggap sebagai solusi untuk menyediakan lumbung pangan, padahal banyak program serupa sebelumnya mengalami kegagalan. Tentu saja hal ini seharusnya menjadi koreksi bagi pemerintah sehingga pada akhirnya proyek ini tak akan menjadi sia-sia. Andaikan proyek ini berhasil, siapa yang akan diuntungkan? Tentu saja Cina sebagai penyuplai teknologi karena pada akhirnya petani harus membayar mahal untuk teknologi yang ada. Alih-alih mengadakan proyek sawah Cina, seharusnya negara bisa memilih memanfaatkan teknologi yang dikembangkan anak bangsa. Misalnya berbagai teknologi pertanian padi yang dikembangkan oleh para ahli di bidang pertanian nasional, termasuk di IPB. Berdasarkan data, hasilnya telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan produksi pangan nasional. Panen di Subang di kawasan 350 hektare produksinya 9,7 ton atau peningkatan produktivitasnya 32 persen

Indonesia terletak di daerah tropis yang mengalami musim hujan dan kemarau silih berganti. Hal ini membuat Indonesia mempunyai potensi pertanian yang baik. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air (2006) memperlihatkan total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, terdiri 123 juta ha kawasan budidaya, dan 67 juta ha sisanya kawasan lindung. Namun yang terjadi, hasil pertanian masih belum bisa menutup kebutuhan pangan. Kenapa bisa demikian? Di sisi lain dari proyek sawah Cina ini, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa mitigasi kegagalan membangun lumbung pangan justru tidak dilakukan. Seharusnya yang menjadi perhatian dalam hal ini adalah bagaimana negara memberi solusi untuk petani lokal. Faktanya banyak petani yang mengalami kegagalan dan meninggalkan lahan untuk dijual. Akibatnya petani makin malas bahkan pensiun sebagai petani. Maka, pengembangan benih secara optimal seharusnya menjadi hal yang sangat penting saat ini. Salah satu langkah kebijakan yang bisa diambil adalah dengan menetapkan harga yang wajar bagi petani karena benih yang berkualitas tentu akan memiliki harga yang tinggi. Dengan begitu diharapkan petani lokal dapat meningkatkan hasil pertanian.

Permasalahan impor bahan pangan yang terus terulang, kita membutuhkan solusi yang mendasar untuk mengatasinya. Islam menyelesaikan persoalan pangan dari akar masalah, dan tidak sekadar mewujudkan ketahanan pangan saja, akan tetapi juga kedaulatan pangan. Negara bertanggung jawab penuh membantu petani, apalagi pertanian adalah persoalan strategis. Kalaupun negara akan menjalin kerjasama dengan asing politik luar negeri, Daulah dijadikan sebagai pedoman. Negara tidak akan tergantung pada modal swasta atau asing. Terlebih lagi Islam akan mewujudkan negara adidaya sebagai cita-cita dalam perjalanan panjangnya. Jika demikian, bukankah sudah saatnya menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam seluruh lini kehidupan.

Wallahu a’lam bi Showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 42

Comment here