Oleh Auliya Khuzaimah
(Pejuang Literasi Subang)
wacana-edukasi.com– Ramadan sudah berlalu, sedangkan syawal pun sudah terlewat beberapa hari. Syawal identik dengan hari kemenangan sebagai hasil dari berlomba-lomba dalam mencari beribadah di bulan suci. Akhir dari puasa kita adalah meraih takwa. Sob, pahamilah ketakwaan itu bisa diartikan mengerjakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang telah dilarang atau diharamkan oleh Sang Khaliq.
Masa pandemi semoga telah berakhir, Syawal ini masyarakat kota bisa pulang ke kampung, melepas rindu setelah dua tahun gak bisa ngupat bareng keluarga. Ngomongin tentang Idulfitri sebagai hari kemenangan. Rasanya ada hal menarik yang harus dibahas. Apalagi remaja yang mengikuti tren saat Ramadan bertutup diri (baca: berhijab), tapi setelah lewat tidak sedikit yang membuka diri (baca: melepas hijab).
Bahasan tentang hari kemenangan tuh, maksudnya menang dari apa? Apakah saat berakhirnya puasa artinya, menang dari melawan rasa lapar dan haus selama sebulan, terus balas dendam dengan makan berlebihan di hari eid? Ataukah menang melawan rasa ngantuk karena harus bangun sahur, terus balas dendam dengan tidur puas dan pulas dan bangun kesiangan kayak sebelum-sebelumnya? Atau juga menang melawan hawa nafsu buat pacaran sama ayang terus balas dendam dengan lebaran bersama ayang, yang kayak udah berasa pasangan sah?
Padahal kan eid al-fitr itu hari kemenangan. Kalau skenario di atas benar, kesannya malah kayak kemenangan hawa nafsu atas diri kita, ya? Mentang-mentang selama Ramadan kita memaksakan diri buat ngelakuin yang baik-baik aja, eid malah jadi ajang balas dendam untuk ngelakuin hal-hal yang gak bisa kita lakukan sebulan penuh kemarin. Kesannya malah kayak kita tuh teriak “Finally I’m Free!”, seolah Ramadan itu membatasi diri kita seperti penjara.
Miris kan sob, faktanya dari konteks kemenangan di hari eid al-fitr itu justru sebaliknya. Kemenangan disini sejatinya adalah kemenangan diri sendiri atas hawa nafsu yang diperangi selama sebulan terakhir. Semestinya kalau udah menang, ya dipertahankan dong. Bukannya malah dibiarin kendor, gak dijaga, hanya karena udah bukan bulan Ramadan lagi. Bisa dibayangkan sob, beribadah maksimal sebulan full, lalu nabung amal kebaikan sebanyak-banyaknya. Naasnya cuma sia-sia karena setelahnya itu malah bersikap seolah ada perasaan nggak ikhlas.
Emang sih, sebagai muslim wajar kalau kita hype up saat eid al-fitr. Harus, malah. Bahkan, haram puasa di hari eid. Karena eid memang hari rayanya umat muslim. Tapi, bukan pula dalam konteks balas dendam. Kemenangan yang diraih setelah berhasil berperang melawan hawa nafsu melahirkan diri yang baru. Salah satunya dengan self control yang lebih matang atau kegiatan itu harus menjadi habit, yang lebih baik dari sebelum dan selama ramadan. Ingat sob, ramadan tahun ini harus lebih sabar, sederhana, dan mampu berempati pada sesama. Perubahan inilah yang harus dipertahankan.
Ingat ya sob,yang udah biasa bangun untuk sahur harusnya tetep mempertahankan kebiasaan itu. Bisa diagendakan buat salat tahajud, bukan balik lagi ke kebiasaan lama yaitu bangun siang. Saat udah biasa puasa tiap hari nih, harusnya puasa senin-kamis dan ayamul bidh harusnya nggak ke-skip dong. Pas Ramadan juga kita bisa jaga diri jaga hati, jaga perbuatan dan perkataan, gak ghibah, gak julid, gak gosip, gak pacaran, gak bohong, yaa harusnya sih seterusnya begitu juga. Bukan malah sibuk ngumbar aib orang pas ngumpul keluarga atau riya outfit lebaran atau jangan-jangan dengki karena orang jalan bareng keluarganya. Kalau pas Ramadan shalat sunnahnya getol, harusnya tetep gitu setelah Ramadan juga. Jangan kasih kendor! Keep up your tahajud, dhuha, rawatib! Qiyamul lail yang biasanya diisi terawih harusnya menjadikan kita gak keberatan dengan kebiasaan shalat witir sebelum tidur. Lebih sedikit malah rakaat-nya. Jadi, seharusnya gak kesulitan lah ya.
Sob, saat Ramadan, pahala itu dilipatgandakan hingga 70 kali lipat setiap satu amalan. Lantas saat Ramadan terlewat, seharusnya bagi seseorang muslim dalam mempertahankan pahalanya, perlu diperbanyak amalan-amalan ibadah lainnya, sehingga bisa mempertahankan pahala walaupun rmadan terlewat.
Sob, emang sih untuk Istiqomah dalam mempertahankan semangat Ramadan sulit. Namun jika semangat ibadah menurun atau bahkan kembali ke titik negatif. Mungkin bisa dibayangkan seperti Terikat, tapi setelah itu terlepas. Ibaratnya sat kemaksiatan dan mengikuti hawa nafsunya tanpa ada batas.
Sob, jagalah semangat Ramadan dan saling berdoa juga, agar keluarga muslim tidak terperosok dalam jurang kemaksiatan yang sama. Akhirnya semangat menang ini pun seharusnya bisa dipertahankan dan dipelihara ketundukannya kepada syariat dengan mempertahankan takwa dan menjaga kekondusifan dan habitnya dari amal saleh.
Views: 9
Comment here