Oleh: Siti Muslikhah
wacana-edukasi.com, OPINI– Allah Swt. berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 41 yang artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Terjadinya kerusakan ditengah-tengah masyarakat tak lain karena tidak patuhnya kita pada aturan sang pencipta bumi ini yaitu Allah Swt. Padahal, aturan itu diturunkan untuk menjaga manusia agar senantiasa berada dalam kebaikan. Allah Swt. telah menurunkan Islam sebagai aturan sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Mulai dari akidah, ibadah, makanan, minuman pakaian, ahlak, muamalah, dan sanksi hukum, termasuk juga sistem sosial atau tata pergaulan laki-laki dan perempuan.
Namun dalam sistem sekulerisme kapitalisme yang diterapkan saat ini, semua aturan pencipta (Allah Swt.) telah dijauhkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Paham kebebasan (liberalisme) melahirkan perilaku permissive berkembang, halal dan haram pun tak lagi menjadi patokan. Akhirnya aktivitas manusia dikendalikan oleh hawa nafsu. Jika sudah demikian, kerusakan di seluruh lini kehidupan tak terhindarkan.
Seperti halnya di Indonesia, negeri yang mayoritas penduduknya muslim belum lama ini dihebohkan dengan meningkatnya kasus sifilis atau raja singa. Penyakit menular seksual ini disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema Pallidum, yang masuk dan menginfeksi seseorang melalui luka di vagina, penis, anus, bibir, atau mulut. Penyakit ini dapat merusak jantung, otak atau organ lain dan dapat mengancam nyawa, jika tidak mendapatkan pengobatan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2022 telah menerima data sebanyak 16.283 kasus sifilis. Kasus sifilis terbanyak ditemukan di wilayah Papua yang jumlahnya mencapai 3.864 kasus. Disusul wilayah Jawa Barat: 3.186 kasus, DKI Jakarta: 1.897 kasus, Papua Barat: 1.816 kasus, Bali: 1.300 kasus, Banten: 1.145 kasus, Jawa Timur: 1.003 kasus, Sumatera Utara: 770 kasus, Jawa Timur: 708 kasus, Maluku: 594 kasus (klikpendidikan.id, 18/6/2023).
Di Jawa Barat, kasus sifilis terbanyak ditemukan di Bandung. Rochady HS Wibawa, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jabar mengungkapkan dari 29.552 pemeriksaan yang dilakukan, terdapat 830 orang yang dinyatakan positif mengidap sifilis (radarjabar.disway.id, 14/06/2023)
Hal senada juga di sampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Anhar Hadian. Dia mengatakan bahwa setiap tahunnya dari 2020 sampai 2022, positivity rate kasus sifilis di Kota Bandung sebesar tiga persen. Menurut penilaiannya penyebab tingginya kasus sifilis di Kota Bandung antara lain karena tingginya angka pemeriksaan, perilaku seks masyarakat di perkotaan, dan hubungan seksual yang dilakukan secara tidak aman. (cnnindonesia.com, 17/6/2023).
Adapun di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Penderita penyakit kelamin sifilis dalam tiga tahun terakhir ini juga mengalami peningkatan yang signifikan. Sejak tahun 2020, setiap tahunnya meningkat 100 persen lebih. Berdasarkan data Sistem Informasi HIV dan Aids (SIHA) Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2020, kasus sifilis yang tercatat hanya sebanyak 67 kasus. Lalu naik sebanyak 74 kasus menjadi 141 kasus pada tahun 2021. Selanjutnya pada tahun 2022, kenaikannya lebih banyak lagi, yakni sebanyak 192 kasus, sehingga kasus sifilis yang tercatat pada 2022 ada sebanyak 333 kasus. Bahkan pada tiga bulan pertama tahun 2023 ini, kasus sifilis di DIY sudah mencapai angka 89 kasus, angka ini lebih banyak dari total kasus pada tahun 2020.
Menurut Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DIY, Setyarini Hestu Lestari, penderita sifilis di DIY dalam tiga tahun terakhir ini didominasi oleh kelompok laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki.
Penderita sifilis di DIY dari kelompok LSL pada tahun 2020 mencapai 15 persen. Pada 2021 meningkat menjadi 34 persen, dan pada 2022 menjadi 44 persen. Bahkan pada tiga bulan pertama tahun 2023, persentase penderita sifilis dari kelompok LSL mencapai angka 60 persen.
Selain kelompok lelaki seks lelaki, beberapa kelompok lain menurutnya juga memiliki risiko tinggi tertular sifilis, di antaranya wanita pekerja seksual (WPS), pelanggan pekerja seksual, pasangan berisiko tinggi, serta waria (kumparan.com, 18/06/2023).
Liberalisasi Pergaulan
Tingginya kasus sifilis (dan penyakit menular seksual lainnya) menunjukkan buruknya pergaulan saat ini. Hal ini tidak bisa dipungkiri, sebab dalam tatanan kehidupan kapitalisme, kebebasan dalam berperilaku sangat diagung-agungkan. Bahkan berkembang slogan my body is mine, tubuhku adalah milikku yang artinya tidak boleh ada nilai apa pun yang berhak mengatur tubuh manusia, bahkan nilai-nilai agama sekalipun.
Hal inilah yang melahirkan perilaku liberal dalam pergaulan. Seorang wanita bebas menampakkan aurat tubuhnya karena dianggap seni untuk menghibur orang. Tak sedikit kalangan wanita maupun laki-laki yang menjadikan tubuhnya sebagai aset untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Pergaulan laki-laki dan perempuan bebas tak ada batasan. Pacaran, bahkan zina dianggap sebagai hal yang biasa karena suka sama suka.
Tak hanya itu, paham liberalisme juga telah melahirkan perilaku menyimpang seperti L98T. Namun oleh pejabat tinggi negeri ini justru dianggap sebagai kodrat sehingga tak boleh dilarang. Bahkan dikatakan jika KUHP baru, yang akan berlaku pada 2026 tidak mengatur L98T, meskipun ada pihak yang mendorong untuk diatur. KUHP hanya mengatur soal pelecehan secara umum, tidak terbatas pada L98T.
Hal ini menunjukkan bahwa negara telah abai dalam menjaga kehidupan rakyatnya. Perilaku menyimpang L98T nyata-nyata membahayakan namun tak ada tindakan yang tegas dari negara untuk memberantasnya. Dalam bukunya Kaum Luth Masa Kini, Prof. Abdul Hamid Al-Qudah, spesialis penyakit menular dan AIDS di Asosiasi Kedokteran Islam Dunia menuliskan 78% pelaku homoseksual terjangkit penyakit menular. Bahkan di negeri ini penularan HIV di kalangan L98T meningkat signifikan. Pada triwulan I 2022, dari total 10.525 kasus penularan HIV, sebanyak 30,2 persen terjadi melalui hubungan sesama jenis, sementara 12,8 persen terjadi pada hubungan heteroseksual (republika.co.id, 28/12/2022).
Liberalisasi pergaulan terbukti membawa masalah besar pada kehidupan masyarakat. Penyakit menular seksual ini dapat mengancam kemuliaan masyarakat bahkan pertumbuhan generasi. Ini menunjukkan pada kita salah satu potret buram kehidupan masyarakat dalam tatanan kehidupan sekulerisme kapitalisme yang mengagungkan kebebasan karena agama dipisahkan dari kehidupan. Oleh sebab itu, jalan satu-satunya agar bisa menyelesaian problem kehidupan ini tidak lain adalah kembali kepada aturan Allah Swt. sebagai pencipta bumi ini yaitu Islam.
Tata Pergaulan Islam
Islam adalah agama sempurna, yang Allah Swt. turunkan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dengan Islam, seluruh probem kehidupan manusia bisa diselesaikan. Tingginya kasus sifilis akibat liberalisasi pergaulan dapat dicegah dengan menerapkan sistem pergaulan Islam. Sistem ini mengatur interaksi laki-laki dan perempuan untuk menjaga kesucian diri mereka dan menghindarkan mereka dari kerusakan moral.
Islam memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kesucian mereka, sebagaimana dinyatakan dalam surat an-Nur ayat 30 dan 31. Para wanita diwajibkan untuk mengenakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangannya. Selain itu Islam juga melarang laki-laki dan perempuan melakukan khalwat (berdua-duaan dengan yang bukan mahram) dan juga ikhtilat, yaitu campur baur tanpa hajat syar’i, perbuatan zina maupun hubungan dengan sesama jenis. Aturan tersebut diterapkan oleh negara sebagai langkah preventif agar kasus pergaulan bebas tak berkembang di masyarakat.
Adapun secara kuratif, negara akan menerapkan sistem sanksi tegas yang mampu memberi efek jera. Sanksi ini berfungsi sebagai pencegah (zawajir). Artinya, saat sanksi ini diterapkan maka para pelaku akan merasa kapok dan tidak berani mengulanginya lagi. Selain itu juga sebagai penebus (jawabir) yang maknanya penerapan sanksi ini akan menjadi tebusan di dunia sehingga terhindar dari pedihnya siksaan Allah SWT di akhirat kelak.
Demikianlah, jika sistem pergaulan Islam ini diterapkan akan mampu menjadi solusi tuntas dalam memberantas penyakit-penyakit menular seksual yang ditimbulkan dari liberalisasi pergaulan. Semua ini akan terlaksana secara sempurna dalam institusi yang menerapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan yaitu Khilafah.
Wallahu a’lam bishawab.
Views: 11
Comment here