Opini

Simulasi Makan Siang Gratis, Tak Solutif

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Mia Annisa (Member Kajian Remaja Gensha Bekasi)  

wacana-edukasi.com, OPINI-– Sejumlah daerah telah melakukan simulasi makan siang gratis seperti yang dilakukan oleh wakil presiden Gibran Rakabuming di SD Negeri Klampis Ngasem 3 Surabaya. Simulasi makan siang gratis saat itu menganggarkan  Rp 15.000,- per porsi. Adapun menu makanan yang diberikan berupa nasi, ayam saus manis, sayuran, buah Melon dan susu kemasan kotak. Sebelum Wakil Presiden terpilih sudah melakukan uji coba makan siang gratis di Jakarta dan kota Solo, (nasional.tempo.co, 1/8/24)

Sementara melansir dari detiknews.com, Selasa (30/7/2024), selanjutnya uji coba makan siang gratis akan dilakukan di Tangerang pekan depan. Dikutip dari pernyataan Gibran setelah kisruh anggaran makan siang dari Rp 15.000,- menjadi Rp 7.500,-  disebutkan anggaran tersebut belum final. “Intinya, sekali lagi, tidak mungkin Rp 7.500. Rp 7.500 dapat apa?” ucapnya. (news.detik.com, 30/7/24)

Kabarnya program uji coba makan siang gratis yang telah dilakukan oleh pemerintah terpilih mengambil dana dari Biaya Operasional Sekolah (BOS) untuk di Tangerang sedangkan ada pula yang corporate Sosial Responsibility (CSR). Mengingat program makan siang gratis baru akan berjalan pada tahun 2025 yang memakan anggaran jumbo sebesar 450 triliun.

Otak-atik anggaran

Terkait program makan siang gratis World Bank menyoroti dalam tajuknya  Indonesian Economic Prospect edisi Juni 2024 program makanan di sekolah mempunyai beberapa tujuan peningkatan kesehatan dan gizi, peningkatan kehadiran pembelajaran dan perlindungan sosial.

Akan tetapi program peningkatan gizi tidak dirancang dalam rangka mengurangi angka stunting sebab makanan tersebut tidak diberikan 1.000 hari pertama kehidupan. Artinya, program makan siang gratis tidak akan efektif mengatasi masalah stunting jika tidak disandingkan dengan intervensi pendidikan, kesehatan, gizi dan jaring pengaman dasar, (nasional.kontan.co.id, 26/6/24).

Apa yang disampaikan oleh World Bank benar adanya sebab akar penyelesaian masalah stunting dengan pemberian makanan di usia sekolah sudah sangat terlambat dan tidak menyentuh akar permasalahan stunting belum lagi program ini akan menimbulkan masalah baru yaitu otak-atik anggaran.

Seperti simulasi program makan siang gratis di Tangerang yang menggunakan dana BOS menunjukan jika program baru yang dicanangkan Prabowo-Gibran menimbulkan polemik padahal dana BOS (PAUD, SD, SMP, SMA) setahun hanya 59 triliun diperuntukan untuk membayar gaji guru dan tenaga pendidik honorer yang nasibnya masih jauh dari kata sejahtera.

Di bidang energi (BBM & listrik) setahun hanya 189 triliun, pemerintah akan memangkas subsidi BBM dengan alasan tidak tepat sasaran kemudian dialihkan ke program makan siang dan susu gratis akan berdampak pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Pasalnya, masyarakat harus membeli BBM dengan harga yang lebih mahal begitu pula dengan tarif listrik akan mengalami kenaikan.

Tentu kebijakan ini sangat cacat logika. Bagaimana mungkin program yang memakan anggaran 450 triliun harus memangkas anggaran yang jauh lebih kecil di bawahnya? Bukan tidak mungkin selain kualitas pendidikan yang semakin dipertaruhkan pun kehidupan masyarakat akan semakin tercekik dan menderita hanya untuk membiayai makan siang gratis.

Bahkan jika dari pemangkasan subsidi energi tidak mencukupi anggaran menurut pakar Ekonom syariah Dr. Arim Nasim, pemerintah bisa melakukan pinjaman (utang) luar negeri atau menaikan pajak.

Sekilas kebijakan makan siang gratis nampak seperti angin segar masyarakat sudah kadung terhipnotis nyatanya tak ada makan siang gratis semua dipertaruhkan. Program makan siang gratis tidak lain hanyalah solusi tambal sulam selama masalah akarnya tidak diselesaikan.

Sesungguhnya masalah utamanya adalah karena sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan hari ini telah gagal memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Ditengah-tengah angka kemiskinan yang ekstrem serta jumlah pengangguran yang tinggi akibat terkena badai PHK. Disisi lain kebijakan-kebijakan justru lebih banyak menguntungkan para oligarki. Proyek jalan tol, IKN, kereta api cepat dan mobil listrik diantaranya. Belum lagi pengelolaan sumber daya alam yang sebagian besar diserahkan kepada korporasi. Konsesi tambang emas yang pengelolaannya diserahkan pada Amerika Serikat hingga tahun 2061. Tambang Nikel sebanyak 90 persen dikuasai oleh Cina seharusnya bisa dikelola oleh negara apabila negara becus mengurusnya. 

Paradigma politik ekonomi kapitalis yang neoliberalisme harus dicabut hingga ke akarnya agar kesejahteraan rakyat terjamin dalam memenuhi kebutuhan gizinya secara individu, kepala per kepala. Dalam Islam jaminan pemenuhan kebutuhan adalah tanggung jawab kepala negara sebab kepala negara (pemimpin) adalah raa’in dan junnah, pelayan sekaligus pelindung bagi rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, “Seorang Imam (penguasa), adalah bagaikan penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya).” (HR. Bukhari)

Konsep inilah yang akan mengantarkan penguasa untuk memberlakukan beberapa mekanisme sebagai bentuk tanggungjawabnya. Negara akan mewajibkan setiap muslim laki-laki, khususnya kepala rumah tangga wajib untuk bekerja menafkahi keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Bagi laki-laki muslim yang telah baligh paling tidak ia harus sudah bisa menafkahi dirinya sendiri.

Negara Khilafah akan membuka dan menyiapkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya hal ini berkorelasi manakala sektor ekonomi riil sebagai fokus utamanya, meniadakan konsep ekonomi Ribawi serta mengembalikan pengelolaan sumber daya alam serta kepemilikan umum sesuai prespektif Islam yang hasilnya disalurkan dalam bentuk jaminan kesehatan, keamanan dan pendidikan.

Selain itu pengelolaan sumber-sumber strategis baik itu fasilitas umum dan kekayaan alam akan menjadikan anggaran negara menjadi kuat dan mandiri yaitu Baitul Mal akan terbebas dari utang luar atau pungutan pajak karena memiliki sumber pemasukan yang jelas. Sehingga pos-pos anggaran untuk subsidi kebutuhan energi, tranportasi serta yang lainnya tidak akan saling mengganggu negara akan memberikannya secara murah dan gratis.

Menumbuhkan sikap saling tolong-menolong di tengah-tengah masyarakat Islam dengan memberlakukan aturan zakat dan sedekah dan lainnya. Hal ini pernah dilakukan oleh kekhilafahan terakhir Utsmani di Turki. Ada media sedekah yang dikenal ‘Sadaka Tasye’ artinya batu sedekah. Sebuah kebiasaan menaruh uang secara sembunyi-sembunyi agar terhindar dari riya’ di dalam batu tersebut sesuai kemampuan pada waktu petang yang diletakan di pojok-pojok keramaian seperti masjid dan pasar. Dan bagi mereka yang membutuhkan hanya mengambil secukupnya saja.

Daulah Islam di bawah pemerintahan Sultan Mahmud juga menyiapkan sarana penunjang lainnya seperti menyediakan dapur-dapur umum bagi warganya di ambil dari wakaf apakah makanan itu di antarkan ke rumah-rumah atau diletakan di madrasah dan perpustakaan dilakukan setiap hari. Hal ini pernah disampaikan oleh Amy Singer dalam tulisannya, “Serving Up Charity: The Ottoman Public Kitchen. Dengan demikian rakyat tidak akan pernah merasa khawatir akan keterpenuhan gizinya.

Semua mekanisme ini akan terealisasi apabila diterapkan dalam sistem yang ideal yaitu sistem kepemimpinan Islam yang merujuk pada Quran dan Sunnah. Tidak akan ada istilah makan siang gratis dalam sistem Islam sebab rakyat dalam keadaan sejahtera ditopang oleh sistem ekonomi Islam yang kuat. Wallahu’alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 13

Comment here