Opini

Sinergi Mencegah Kekerasan Seksual

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Susan Efrina (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI–
Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengatakan, banyak anak enggan melapor saat jadi korban kekerasan seksual di rumah. Korban berpikir hal itu adalah aib atau mencoreng nama baik. Anak berani menceritakan jika terjadi kekerasan seksual dan berani melaporkannya. Keluarga yang sehat akan menghindarkan diri dari terjadinya kekerasan terhadap anak. Dia mengimbau agar orang tua juga bisa menciptakan ruang aman dan nyaman bagi anak untuk berkomunikasi.

“Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga. Sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Perlu Keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga terutama anak-anak serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga.” Kata dia dalam kegiatan Media Talk di Kantor KemenPPPA, Jakarta, Jumat (IDN Times, 25/08/2023).

Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), Ratri Kartika Ningtyas mengatakan, kekerasan seksual bisa terjadi dan dilakukan oleh orang terdekat korban karena adanya relasi kuasa yang merugikan pihak korban.

Padahal, seharusnya membentuk keluarga yang sehat jasmani dan rohani, dapat dimulai dari orang tua begitu pun dengan pencegahan Kekerasan seksual terhadap anak juga dapat dimulai dari keluarga. “Peran keluarga dalam pencegahan kekerasan seksual dalam ketrampilan pengelolaan stres, relasi yang hangat dan sehat suami istri, edukasi seks pada anak sesuai usia, komunikasi terbuka dan ruang aman untuk bicara, koreksi persepsi orang dewasa tentang kekerasan seksual, dan jejaring dengan lembaga terkait penanganan kasus anak,” ujar Ratri (republika.co.id, 27/08/2023).

Sejatinya tidak cukup hanya keluarga saja, tetapi butuh peran nyata negara dan masyarakat. Jika keluarga sudah mengambil peran dalam pencegahan kekerasan seksual tersebut dan di dalam keluarga sudah memberikan pendidikan agama yang sesuai dengan ketentuan syariat Islam serta sudah menjalankan semua perintah dari Allah Swt. Lantas, bagaimana dengan peran masyarakat dan negara?

Apalagi persoalan mendasar adalah adanya sistem yang rusak yang membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak, seperti adanya tayangan TV, medsos, tayangan game, video, majalah, dan lain-lain yang semuanya mudah didapat/diakses oleh siapa pun, termasuk anak-anak. Negara memberikan ruang bagi para kapital untuk memenuhi hasratnya dalam mendapatkan keuntungan dari penayangan/penerbitan tersebut.

Selain itu, masih lemahnya penegakan hukum juga mengakibatkan korban tidak mendapatkan keadilan yang sesuai. Bahkan sering kali dinilai membelit dan tidak adil bagi korban. Aparat penegak hukum masih belum memahami situasi korban sebagai objek seksual. Penegak hukum dalam menangani kasus pelecehan seksual masih kesulitan karena dari proses peradilan memang masih didasarkan pada barang bukti dan para saksi.

Berdasarkan ketentuan undang-undang hukum pidana, pelaku pelecehan seksual di muka publik dapat diganjar dengan hukuman dua tahun delapan bulan penjara. Jika pelecehan seksual menyerang pada anak-anak di bawah umur akan dihukum selama lima belas tahun.

Kapitalisme adalah sistem yang menjadikan materi sebagai standar dalam kebahagiaan, kesuksesan, kemuliaan, dan kebebasan. Kebebasan dalam melakukan apa saja sesuai dengan kehendak dari individu tersebut. Kekerasan seksual merajalela karena kita masih hidup disistem ini yang mengandalkan materi dan manfaat, serta menjauhkan agama dari kehidupan kita sehari-hari. Pelecehan/kekerasan seksual yang terjadi saat ini bukanlah permasalahan individu saja melainkan permasalahan yang sudah sistematis akibat penerapan sistem kapitalisme ini.

Islam melarang melakukan kemaksiatan. Karena perbuatan maksiat itu perbuatan yang melanggar ketentuan Allah dan rasulnya, yang wajib dijauhi karena itu akan mendatangkan dampak buruk bagi individu juga masyarakat. Islam memiliki sistem sanksi yang tegas sehingga keadilan terwujud nyata. Islam juga telah menetapkan bahwa setiap perbuatan tercela akan mendapatkan sanksi bagi para pelaku perbuatan kemaksiatan, baik sanksi di dunia mau pun sanksi di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 2 yang artinya, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.”

Sanksi di dunia dilakukan oleh imam (khalifah) atau yang mewakilinya. Sanksi di dunia, selain sebagai zawajir (pencegah dari melakukan kejahatan) juga sebagai jawabir (penebus dosa ketika di akhirat). Artinya, ketika ada seorang yang melakukan kejahatan semasa hidup di dunia, maka ia akan kena sanksi di dunia, dan Allah akan menghapus dosanya serta meniadakan sanksi baginya ketika di akhirat.

Fungsi dari uqubat sebagai zawajir (pencegah kejahatan) dan jawabir (penebus dosa) ini tidak pernah ada dalam sistem mana pun selain dari sistem Islam. Ini membuktikan bahwa ada efek jera bagi para pelaku lain untuk tidak melakukan perbuatan kemaksiatan lagi. Sehingga perbuatan tersebut tidak berulang-ulang terjadi.

Islam sebagai agama dan Mabda, akan bisa dilaksanakan secara utuh jika tiga pilar/asas penerapan hukum Islam ini ada di tengah kehidupan masyarakat, yaitu: Pertama, ketakwaan individu yang mendorongnya untuk terikat kepada hukum syarak. Takwa ini merupakan buah dari keimanan seseorang yang memahami rukun iman, khususnya mempunyai kesadaran akan konsekuensi surga neraka, sehingga dapat menjaga perbuatannya.

Dua, kontrol masyarakat. Kontrol individu dan masyarakat sangat diperlukan, karena manusia bukanlah malaikat yang selalu melakukan perbuatan yang baik. Karena tidak ada manusia yang terbebas dari dosa, baik dosa kecil mau pun dosa besar. Jadi harus ada manusia lain untuk mengontrol dirinya ketika melakukan perbuatan kemaksiatan tersebut.

Tiga, negara yang menerapkan syariat Islam secara utuh. Negara yang bertanggung jawab menerapkan hukum tersebut. Karena tanpa kontrol negara yang menerapkan hukum Islam tersebut, mustahil hukum Islam bisa diterapkan dan ketika tiga pilar/asas itu dapat ditegakkan sesuai dengan aturan Islam akan menjadikan upaya pencegahan kekerasan dapat terwujud nyata dan akan terjaminnya perlindungan bagi semua warga negara.

Sungguh, satu-satunya sistem yang mampu mencegah dan memberikan efek jera hanya Islam. Ini sudah terbukti dari 1400 tahun Daulah Islamiyah memimpin dunia. Tindak kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat dapat ditekan. Kesejahteraan ini bukan hanya untuk umat Islam saja melainkan untuk seluruh umat manusia yang ada di dunia serta bagi seluruh alam.

Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here