Oleh: Sherlina Dwi Ariyanti, A.Md.Farm (Aktivis Dakwah Remaja)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Permasalahan yang timbul disektor kesehatan memang belum tuntas hingga saat ini. Mulai dari persoalan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang penyebaran tidak merata. Tak berhenti disana, biaya mahal untuk pelayanan kesehatan senantiasa menjadi keluhan masyarakat. Dengan kondisi seperti ini, suatu hal yang wajar apabila pelayanan tidak bisa didapatkan oleh semua lapisan masyarakat. Terlebih lagi untuk rakyat dengan ekonomi rendah.
Ketidakmampuan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, menjadi salah satu alasan besar rakyat melakukan self-medication. Dilansir dari goodstats.id(06/06/2024) bahwa kisaran 80% warga masih melakukan pengobatan mandiri dikarenakan sulitnya akses menuju fasilitas kesehatan. Termasuk Tingkat ekonomi yang rendah juga menjadi faktor penghambat masyarakat mendapat pelayanan Kesehatan.
Negara Setengah Hati Memenuhi Kesehatan
Hampir setiap tahun tepatnya tanggal 12 November menjadi peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) namun tak kunjung meningkatkan derajat Kesehatan. Fakta menunjukkan bahwa pemerintah hanya membuat program dengan visi meningkatkan Kesehatan masyarakat, tapi tidak didukung dengan pelaksanaan.
Implementasi kebijakan yang diterapkan saat ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah sektor kesehatan. Salah satunya adalah masalah tenaga kesehatan yang belum ideal. Bukan berusaha untuk melakukan pemenuhan, namun tindakan kontradiktif yang diterapkan yaitu sibuk untuk mengejar target standar internasional tenaga Kesehatan dan peluang pertukaran tenaga kesehatan antar-negara. Kondisi ini selayaknya tidak menjadi pembahasan disaat wilayah terpencil saja belum terjamah oleh tenaga kesehatan. Sebuah titik fokus yang bergeser jauh dari masalah utamanya.
Kapitalisasi Kesehatan
Alih-alih mengatasi masalah kesehatan, fakta menunjukkan bukan meningkatkan tapi sibuk kapitalisasi sektor kesehatan. Salah satunya adalah rencana kenaikan iuran BPJS.
Dilansir dari cnnindonesia.com(13/11/2024) bahwa Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan paling lambat pertengahan 2025 mendatang. Usulan kenaikan disampaikan agar defisit keuangan yang mengancam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu bisa tertutup
Tak berhenti disana, Dalam kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby mengatakan sejak 2023, terjadi gap antara biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan dan penerimaannya. Pernyataan ini begitu menunjukkan bahwa pihak BPJS ingin mendapat timbal balik pemasukan dari rakyat. Hal ini begitu membuat miris, karena Kesehatan yang harusnya menjadi kebutuhan pokok dan krusial untuk disediaakan oleh negara secara gratis, tetapi menjadi produk dagangan antara negara dengan rakyatnya.
Seperti ini kondisi negara disaat pengaturannya berasas pada sistem kapitalis. Segala macam urusan harus berbicara untung dan rugi. Tak terkecuali disektor kesehatan, dimana rakyat harus membeli sekalipun mereka dalam kondisi kesulitan ekonomi. Sungguh miris ketika rakyat harus diperas oleh negaranya sendiri.
Sistem Islam Menjamin Pelayanan Kesehatan Paripurna
Kondisi sistem kapitalisme sudah membuat rakyat sengsara. Tak ada kemudahan bagi kehidupan rakyat. Berbicara kesehatan, sesungguhnya ini adalah kebutuhan dasar publik yang wajib disediakan negara. Jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat bukan dalam kemasan bisnis, namun pelayanan dari negara.
Maka dari itu, sudah sangat tepat ketika Islam disebut satu-satunya agama yang syamil (menyeluruh dan sempurna) dalam mengatur kehidupan dunia dan akhirat. Hanya didalam Islam yang memiliki konsep bahwa pemerintah adalah pelayan rakyat. Dan hanya Didalam sistem Islam, mekanisme pelayanan kesehatan diberikan secara menyeluruh dan gratis.
Sosok pemimpin negara Islam yang disebut Khalifah berperan sebagai raa’in, yang menjamin terpenuhinya layanan kesehatan hingga pelosok, dengan fasilitas yang memadai, berkualitas, dan gratis. Tak hanya fasilitas, tenaga kesehatan yang disebar juga dijamin kompeten. Semua dilakukan berdasarkan kesadaran dan rasa takut penguasa kepada syariat Allah.
Telah terbukti keberhasilannya pada saat masa Daulah Islam. Salah satunya adalah Riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas ra. Beliau menjelaskan bahwa rombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara lalu meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitulmal di dekat Quba’. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh. Khalifah Umar selaku Kepala Negara Islam juga telah menjamin kesehatan rakyatnya secara gratis, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa meminta sedikit pun imbalan dari rakyatnya (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, 2/143).
Dilansir dari alwaie.net(05/02/2020) Pada masa keemasan Islam dalam naungan Khilafah, Bani ibn Thulun di Mesir memiliki masjid yang dilengkapi dengan tempat-tempat mencuci tangan, lemari tempat menyimpan minuman, obat-obatan dan dilengkapi dengan ahli pengobatan (dokter) untuk memberikan pengobatan gratis.
Tak hanya fokus pada tindakan kuratif namun upaya preventif juga dilakukan. Preventif ini dilakukan bukan karena takut dana negara keluar, namun negara ingin semua rakyatnya sehat. Karena upaya menjamin kebutuhan pokok salah satunya Kesehatan akan menjadi hisab para penguasa dihadapan Allah terkait melayani rakyatnya.
Melalui departemen terkait, upaya preventif hidup sehat dan menciptakan lingkungan bersih, sehat dan asri. Semua ini didukung dengan pelaksanaan kebijakan yaitu menjamin makanan halah, thoyyib, dan mencegah pencemaran.
Namun, secara logika manusia terlihat mustahil semua ini dilakukan karena tidak akan bisa berjalan operasional fasilitas kesehatan ketika tidak ada retribusi dari rakyat. Oleh karena itu, islam telah memiliki konsep pendanaan yang akan menjamin kemudahan bagi seluruh rakyat. Islam tidak hanya menyediakan mekanisme pelaksaan pelayanan Kesehatan tapi juga menjamin pendanaan untuk menjalankan mekanisme tersebut.
Dilansir dari Alwaie.net(05/02/2020) Khilafah memiliki mekanisme pendanaan yang sesuai dengan hukum syara’, tentu saja dengan mekanisme suatu keniscayaan negara akan memiliki anggaran yang lebih dari cukup untuk memenuhi fasilitas Kesehatan. Khilafah mengelola seluruh sumberdaya alam dan harta milik umum, seperti tambang-tambang penting, kekayaan laut, hutan, dan lain sebagainya, keuntungan diberikan kembali ke seluruh rakyat demi mendapat kesejahteraan.
Tak hanya dalam lingkup mengelola, Khilafah menerbitkan kebijakan larangan privatisasi harta-harta milik umum. Sehingga kebijakan ini memastikan tidak ada campur tangan swasta yang mengintervensi. Selain itu, struktur anggaran pendapatan belanja negara (APBN) Khilafah juga terbebas dari hutang riba luar maupun dalam negeri, yang dalam praktiknya amat membebani anggaran negara seperti saat ini.
Namun perlu disadari, Penerapan Islam dalam sektor Kesehatan tidak boleh dipisahkan dari penerapan Islam secara politik keseluruhan oleh negara. Hal ini mengharuskan negara memang mengambil dan menerapkan Islam sebagai sistem negara. Dan negara yang menerapkan Islam secara keseluruhan disebut dengan Khilafah.
Views: 3
Comment here