Oleh Sri Retno Ningrum
(Pegiat Literasi)
Wacana-edukasi.com — Baru-baru ini Wakil Presiden Ma’ruf Amin melalui juru bicaranya yakni Masduki Badhowi meminta dispensasi larangan mudik bagi para santri. “Wakil presiden minta agar ada dispensasi untuk santri bisa pulang ke rumah masing-masing tidak dikenai aturan-aturan ketat terkait larangan mudik yang berhubungan dengan konteks pandemi saat ini,” ujarnya (CNBK, 25/4/2021).
Permintaan dispensasi larangan mudik bagi santri apabila disetujui oleh presiden tentu akan membawa polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, seluruh lapisan masyarakat sudah menyetujui hal tersebut. Lebih jauh lagi, dari kebijakan larangan mudik yang diterapkan pemerintah, pengusaha bus mengalami kerugian sekitar Rp18 M.
Di sisi yang lain, pada tahun 2020 sektor pariwisata di Jakarta sudah dibuka kembali pada pertengahan Juni, seperti: Ancol, TMII (Taman Mini Indonesia Indah), Ragunan, dan Kepulauan Seribu. Selain itu, tempat pariwisata di daerah lain juga sudah dibuka, yakni: di Yogyakarta sudah membuka Bukit Lintang 1000, Seribu Batu Songgo Langit dan lain-lain. Di Semarang pun sudah dibuka pariwisata,seperti: Lawang Sewu, Museum Kereta Api Ambarawa, Kota Lama dan sebagainya. Tentu hal ini patut untuk dipertanyakan bahwa bukankah dengan membuka pariwisata berpeluang menimbulkan kerumunan?, sehingga dapat menambah kasus covid-19 di negara ini.
Adapun jika Presiden Joko Widodo mengabulkan dispensasi larangan mudik yang disampaikan oleh Ma’ruf Amin, maka ini menjadi bukti penguasa tebang pilih dalam melaksanakan kebijakannya. Hal tersebut tentu akan menimbulkan perselisihan di antara masyarakat dikarenakan ada yang dibolehkan mudik, tetapi di sisi lain ada yang tidak diperbolehkan. Selain itu, kondisi tersebut membuktikan bahwa penguasa tidak serius dalam menangani pandemi yang sudah berkepanjangan ini.
Permasalahan ini tentu tidak akan serumit ini jika semenjak virus covid-19 ditemukan di Wuhan (Cina) pemerintah mau menutup batas-batas wilayah negara. Akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan pemerintah Indonesia. Sebaliknya, WNA (Warga Negara Asing) diperbolehkan masuk ke Indonesia. Hal tersebut dilakukan negara karena penguasa lebih mengutamakan kepentingan ekonomi daripada keselamatan rakyat. Ini tentu tidak luput dari sistem kapitalisme yang diadopsi Indonesia. Kapitalisme memandang bahwa materi adalah sesuatu yang diagung-agungkan. Sehingga kebijakan yang lahir dari sistem ini akan senantiasa berorientasi pada materi. Begitu pula, ketika ada WNA masuk khususnya dalam rangka kunjungan pariwisata, tentu diperbolehkan karena akan menambah devisa negara.
Islam memandang bahwa penguasa merupakan pelayan rakyat. Sehingga penguasa wajib memberikan pelayanan terbaik untuk rakyat dan juga menjamin keselamatan semua warga negara. Islam juga memandang bahwa nyawa seorang muslim sangatlah berharga. De- mikian pula Rasulullah SAW pernah bersabda: “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455 dan dishahihkan al-Albni).
Pada masa Rasulullah SAW pun pernah terjadi wabah, yakni thaun. Kemudian Rasulullah bersabda: “Apabila kalian mendengar ada penyakit menular di suatu daerah. Janganlah kalian memasukinya, apabila penyakit ini ada di suatu daerah dan kalian berada di tempat itu, janganlah kalian keluar dari daerah itu karena melarikan diri dari penyakit itu.” (HR. Al-Bukhari). Dengan kebijakan wilayah itu, maka wabah thaun cepat berakhir.
Sungguh, Islam adalah agama yang mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan manusia. Maka sudah selayaknya kita mengambil Islam dalam menyelesaikan masalah pandemi ini. Sehingga tidak akan muncul berbagai polemik ditengah umat. Selain itu, sebagai negeri yang mayoritas penduduknya muslim sudah sepantasnya kita mengambil Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai petunjuk bagi negeri ini untuk berhukum kepada Islam secara menyeluruh. Sebaliknya, marilah kita bersegera meninggalkan sistem kapitalisme karena setiap kebijakan yang dilahirkannya membawa polemik bagi umat. Kita pun patut untuk merenungi firman Allah SWT dalam surat Thaha ayat 124:
وَمَنۡ اَعۡرَضَ عَنۡ ذِكۡرِىۡ فَاِنَّ لَـهٗ مَعِيۡشَةً ضَنۡكًا وَّنَحۡشُرُهٗ يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ اَعۡمٰى
Artinya: “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 2
Comment here