Oleh Putri Dwi Kasih Anggraini
wacana-edukasi.com–Belum cukup rupanya bagi rezim menyakiti rakyat ditengah beban hidup yang makin berat selama pandemi. Beberapa hari ini, rakyat khususnya bagi para pekerja atau buruh harus menelan kembali kebijakan zalim. Kali ini kebijakan tersebut datang dari Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah yang meneken Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Permenaker tersebut berisi ketetapan bahwa manfaat JHT bagi peserta dapat diperoleh saat telah mencapai usia 56 tahun. Ida meneken aturan tersebut pada 2 Februari 2022, dan diundangkan pada 4 Februari 2022. Jelasnya mekanisme pencairan, memang masih bisa pencairan sebagian saldo JHT sebesar 30 persen untuk keperluan kepemilikan rumah atau 10 persen untuk keperluan lain dengan ketentuan minimal kepesertaan 10 tahun. Namun, untuk pencairan saldo JHT secara penuh, hanya dapat dilakukan saat peserta mencapai usia 56 tahun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia (Kompas.com, 14/02/2022)
Banyak pihak yang menolak permenaker tersebut. Diantaranya Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK), Mirah Sumirat mengatakan “Permenaker ini bikin gaduh. Isinya sadis dan sangat kejam. Tidak ada alasan Kemenaker atau BPJS Ketenagakerjaan menahan uang para buruh,” ujar Mirah saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/2/2022). Selain itu, beliau menduga keputusan pemerintah menetapkan JHT baru bisa diambil pada usia 56 tahun karena BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki dana yang cukup dari pengembangan dana peserta. Sehingga berpotensi gagal bayar terhadap hak-hak pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (Kompas.com,13/2/2022)
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS, Netty Prasetiyani juga ikut bersuara, menyatakan “Muatan permenaker tersebut mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi” kata Netty lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Sabtu, 12/2/2022. Penolakan juga datang dari rakyat, mereka telah mengambil tindakan dengan mengeluarkan petisi penolakan permenaker tersebut via online. Namun sayang, suara penolakan tersebut belum mendapat respon segar dari pemerintah.
Di tengah kehidupan ekonomi yang semakin sulit selama pandemi, ketidakmanusiaan sikap penguasa di tengah himpitan hidup sistem rusak kapitalisme makin menjadi-jadi. Rakyat yang terus bertambah beban hidup, mau tidak mau harus tetap bertahan hidup sendiri, tanpa perhatian masyarakat yang berciri individualis apalagi harus mengharap para penguasa negeri.
Alih-alih memberi jaminan kesejahteraan rakyat, dikeluarkanlah banyak program jaminan mulai dari jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan sebagainya. Namun semua jaminan tersebut bukan berarti bahwa rakyat akan memperoleh kebutuhan tersebut secara gratis dari Negara. Rakyat tetap saja menanggungnya dengan membayar iuran tertentu setiap bulan yang jumlahnya tidak sedikit. Lebih kejamnya lagi malah dipersulit untuk memanfaatkannya sebagaimana permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Aneh, bukankah jika dikatakan jaminan maka seharusnya tidak memberi beban ke rakyat untuk mendapatkannya? Tanpa bayaran, tanpa syarat, tanpa dipersulit.
Sayangnya, mustahil saat Negara yang berasas pada kapitalisme demokrasi mampu menjamin kesejahteraan rakyat pada setiap individu, karena kesejahteraan rakyat bukan menjadi urusan Negara. Kesejahteraan hanya sekedar label jualan yang dipakai saat kampanye, sementara kepentingan oligarki menjadi number one.
Dalam Politik ekonomi Islam, Negara memiliki kewajiban menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar masyarakat, mulai dari kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negaralah yang harus mengurus secara langsung, tidak boleh diabaikan atau dialihkan kepada pihak lain, baik pihak swasta maupun rakyatnya sendiri. Adapun kebutuhan dasar individu seperti sandang, pangan dan papan maka individulah yang harus memenuhinya sendiri meskipun di sana juga ada peran dari Negara. Dalil kewajiban Negara dalam memberi layanan pada rakyatnya terdapat dalam hadist Rasulullah saw.
Rasulullah saw bersabda “Pemimpin yang mengatur urusan manusia (Imam/Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Selain itu, untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat, Negara juga dapat memberikan harta baik harta bergerak (uang, perhiasan emas, kendaraan, dan lainnya) atau harta tidak bergerak (tanah, bangunan, dan lainnya) kepada individu, baik muslim ataupun kafir agar dimanfaatkan secara langsung atau dikelola untuk memenuhi kebutuhannya sehingga keluar dari kemiskinan. Pemberian Negara tersebut kepada individu, diberikan tanpa syarat dan tanpa imbalan apapun.
Sebagaimana khalifah Umar bin al-Khaththab ra. pernah memberi para petani di Irak harta dari Baitul Mal yang bisa membantu kehidupan mereka untuk menggarap tanah pertanian serta memenuhi kebutuhan hidup mereka tanpa khalifah meminta imbalan dari mereka.
Terakhir. Dalam Islam, pemeliharaan terhadap orang lemah juga diwajibkan oleh Negara, salah satunya lanjut usia (lansia). Keterbatasan fisik yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya dengan bekerja, Negara akan bertanggung jawab secara langsung memenuhi kebutuhan lansia tanpa dibebankan premi dan tanpa syarat berbelit sebagaimana dalam program Jaminan Hari Tua yang ada kini.
Wallahu’alam..
Views: 27
Comment here