Oleh: Nabila Zidane (Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
Wacana-edukasi.com — Generasi Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1995-2010 masehi. Generasi Z adalah generasi setelah Generasi Y dimana merupakan generasi peralihan Generasi Y dengan teknologi yang semakin berkembang. Disebut juga iGeneration, generasi net atau generasi internet.
Kita semua tau kondisi pendidikan saat ini melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pandemi corona memaksa sekolah sementara menutup sekolah dan mengikuti anjuran pemerintah untuk melaksanakan pembelajaran offline (daring).
Pembelajaran jarak jauh atau PJJ membuat para siswa hanya sibuk untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sangat banyak. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya stres bahkan akibat PJJ sejumlah peserta didik kehilangan nyawa lantaran mendapat kekerasan dari orang tuanya yang kurang sabar menghadapi sang anak.
Sebenarnya sebelum pandemi saja kurikulum pembelajaran di negeri ini sudah bergonta-ganti. Dilansir dari kemendikbud.go.id, selama ini Indonesia telah berganti kurikulum sebanyak 11 kali, terhitung sejak Indonesia merdeka. Yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013, dan 2015.
Ditambah lagi adanya pandemi semakin memperburuk kondisi, yaitu munculnya fenomena anak usia 13 hingga 18 tahun yang kecanduan gawai. Dilansir dari kominfo.co.id setidaknya fenomena kecanduan gadget semakin mengkhawatirkan.
Dokter spesialis kesehatan jiwa RSUD Dr Soetomo, dr. Yunias Setiawati Sp.Kj pun menjelaskan tren anak-anak yang kecanduan game online atau istilah kedokterannya gaming disorder terjadi 6 bulan terakhir. Menurutnya, saat ini eranya adalah generasi Z era dimana anak-anak sejak kecil sudah terpapar media elektronik dan internet. Karena terpapar menyebabkan pembiasaan dari pembiasaan akhirnya kecanduan (radarsurabaya.jawapos.com, 4/1/2021).
Sejak awal, pembinaan generasi masa sekarang telah salah asuh. Mereka dididik dengan asas pendidikan sekuler yang melahirkan pemisahan antara ilmu dunia dan agama.
Metode pendidikannya pun didominasi transfer ilmu saja bukan pembentukan pemahaman. Pendidikan lebih dipandang sebagai kekayaan intelektual semata bukan alat pembentuk perilaku. Akhirnya, generasi yang dihasilkan minim dari kepribadian yang bertakwa dan berperilaku mulia. Kesuksesan mereka dalam belajar di tentukan nilai-nilai akademis. Mereka terpolakan untuk saling bersaing meraihnya dengan menghalalkan segala cara. Mau curang, menyontek teman bahkan membeli kunci jawabanpun akan dilakukan demi nilai yang memuaskan.
Akibatnya ancaman jenuh belajar hingga kehilangan semangat menuntut ilmu tidak bisa dielakkan akibat muatan pembelajaran yang membosankan, teoritis atau non-aplikatif dan memaksakan beban materi. Selain itu, bosan juga melanda anak-anak karena tidak ada teman-teman yang bisa diajak bermain bola ataupun sekadar bercanda di halaman sekolah.
Maka tidak heran jika anak-anak lalu melampiaskan kejenuhan mereka dengan bermain gadget. Terlebih kecanggihan gadget saat ini menawarkan berbagai fitur yang menyenangkan hingga membuat generasi kecanduan. Oleh karena itu, solusinya bukan hanya dengan menyelesaikan problem teknik pembelajaran seperti PJJ ataukah tatap muka saat pandemi, lebih dari itu yang harus dilakukan adalah menghilangkan sumber penyakit yang menyebabkan kegagalan pendidikan.
Sistem Pendidikan Islam
Sistem pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang tahan krisis dan solusi fundamental dari berbagai problem pendidikan. Kemampuannya menghadapi krisis bahkan saat pandemi ini karena ia bertumpu pada beberapa hal;
1. Tujuan sistem pendidikan Islam adalah untuk menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam. Identitas ini akan tampak pada 2 aspek yang fundamental, yaitu pola berpikirnya dan pola sikapnya akan senantiasa berpedoman kepada akidah Islam. Dengan demikkan, akidah Islam menjadi penentuan arah, tujuan dan kurikulum.
Oleh karena itu, meskipun terjadi pandemi sistem pendidikan Islam akan memastikan belajar tetap berjalan walau tidak di sekolah. Karena dalam pandangan Islam ilmu bersifat praktik bukan teori. Maka standar hasil pun bukan sekedar capaian akademik, tetapi pembentukan perilaku dan lahirnya karya atau sumbangsi yang bermanfaat bagi masalah individu dan masyarakat.
2. Handal dalam penguasaan tsaqafah Islamiyah dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Islam akan mendorong setiap muslim untuk menuntut ilmu.
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًايَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا,سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ . رَوَاهُ مُسْلِم
“Barang siapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
3. Penguasaan ilmu-ilmu terapan seperti
Penguasaan pengetahuan ilmu dan teknologi (PITEK). Penguasaan ini sangat penting agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material, sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifatullah di muka bumi dengan baik.
4. Penguasaan skill atau keterampilan tepat dan berdaya guna. Artinya keterampilan yang serba material ini merupakan tuntutan yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan amanah Allah Swt.
Kurikulum Pendidikan Islam akan disusun mengikuti tujuan tersebut. Dalam kurikulum pendidikan khilafah terdapat hal-hal yang bersifat baku dan hal-hal yang boleh fleksibel. Dalam situasi tidak normal, beban kurikulum lebih diutamakan untuk menguatkan sikap dan perilaku menghadapi krisis sesuai hukum syariah.
Adapun materi yang berkaitan dengan ilmu dan pengetahuan umum mengikuti kondisi dan kemampuan siswa. Prinsip ini akan menghasilkan dorongan amal super cerdas dalam menghadapi tantangan pandemi. Misalnya, penemuan berbagai teknologi anti wabah dan sebagainya.
Hal ini ditambah dengan metode pembelajaran yang shahih yaitu bersifat aqliyah dan talaqqiyan fikriyah. Semua ilmu yang diajarkan pada anak didik diarahkan untuk membangun pemahamannya tentang kehidupan sekaligus menjadi landasan dalam bersikap dan berperilaku. Yang demikian yang akan membentuk pemahaman bukan sekedar transfer ilmu.
Metode ini mengharuskan guru mampu menggambarkan fakta atau ilmu yang disampaikan kepada siswa sehingga proses penerimaan yang disertai proses berpikir bisa mempengaruhi perilaku dan semangat belajar siswa akan terus tumbuh dan produktif.
Negara juga wajib berperan sebagai pengelola langsung sekaligus penyedia pelayanan pendidikan bukan hanya sebagai regulator sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalis saat ini. Dengan konsep ini negara bertanggung jawab penuh, baik dalam memberikan anggaran sesuai kebutuhan, menyediakan guru berkualitas, menyediakan sarana prasarana tanpa bergantung pada pihak swasta. Karena ketergantungan pada pihak swasta berpotensi terlalaikannya kewajiban bahkan menjadikan pendidikan sebagai objek untuk menarik manfaat pihak tertentu. Demikianlah sistem pendidikan Islam yang diterapkan dalam negara bisa menguraikan berbagai masalah pendidikan tanpa ancaman lost of learning. Namun, hal ini hanya akan terwujud jika negara benar-benar mengadopsi sistem pendidikan Islam
Wallohualam bishowab
Views: 162
Comment here