Oleh: Yulia Putbuha, S.Pd.I.
Wacana-edukasi.com — Sekolah merupakan tempat untuk mencetak generasi unggul, pembentuk kepribadian individu yang bermoral dan bertakwa. Dalam hal ini, negaralah yang memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan dan pengaturannya.
Namun, negara mengeluarkan aturan terkait pemerintah daerah dan sekolah negeri soal seragam beratribut agama. Aturan yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri itu menyatakan, pemda maupun sekolah tidak diperbolehkan untuk mewajibkan atau melarang murid mengenakan seragam beratribut agama (Kompas.com, 5/2/2021).
Tujuan Pemerintah mengesahkan aturan tersebut yakni untuk memberikan hak kebebasan kepada siswa. Namun, SKB 3 menteri ini justru bertentangan dengan tujuan Pendidikan untuk menciptakan insan bertakwa. Alih-alih mendidik menaati agama, adanya aturan ini justru mendorong kebebasan dalam berperilaku.
Lebih dari itu, siswa muslim di daerah minoritas akan terus dirugikan melalui SKB ini, karena SKB ini tidak mungkin menghapus regulasi daerah yang melarang memakai identitas agama. Jadi, harapan berhijab bagi siswa muslimah seperti di Bali sulit terwujud.
Seperti yang telah diketahui, kasus siswa yang dilarang mengenakan hijab di daerah Bali, dikarenakan aturan sekolah yang sudah menetapkan larangan berhijab. Namun, untuk kasus ini pemerintah tidak menggubris. Berbeda dengan kasus siswa nonmuslim yang sekolah disalah satu sekolah negeri dan aturan sekolahnya berhijab. Begitu antusiasnya pemerintah merespon hal tersebut.
Adanya regulasi pemerintah tentang larangan seragam beratribut agama sebenarnya ditujukan kepada atribut muslimah dalam agama Islam yaitu hijab. Ini merupakan syari’ah fobia rezim sekuler yang sengaja ditanamkan pada jiwa umat agar terkikis sedikit demi sedikit pemahaman umat terhadap Islam.
Merunut pada satu persatu permasalahan terkait dengan syariah fobia memang bukan kali ini saja terjadi, sebelumnya ada kasus larangan bercelana cingkrang dan cadar untuk ASN. Sungguh sangat mengherankan, atas dalih hak asasi negeri yang mayoritas muslim ternyata fobia terhadap hukum-hukum syariah.
Hak asasi yang digadang-gadang bisa melepaskan manusia dari belenggu aturan ternyata hanya membawa manusia kepada kerusakan. Itulah tipuan halus dari liberalisme. Kebebasan yang tanpa aturan hanya akan menjerumuskan sebuah generasi kepada kerusakan moral.
Hal tersebut tentunya bukanlah bagian dari harapan setiap orang tua, karena sejatinya ketika orang tua menitipkan anaknya di lembaga pendidikan tentunya berharap anak-anaknya menjadi anak yang taat pada agamanya.
Namun, pendidikan yang Islami akan sulit terwujud ketika Indonesia masih menganut paham liberalisme karena antara aturan liberalisme dengan aturan Islam sangat bertolak belakang.
Dalam sistem Islam pendidikan merupakan prioritas utama. Oleh karenanya, semua anak memiliki hak pendidikan yang layak apapun setatus sosialnya. Karena negara yang akan memberi jaminan untuk masalah fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang terkait dengan pendidikan secara gratis.
Kemudian, terkait dengan materi yang di ajarkan dan jenjang belajar. Islam sudah memiliki aturan yang komplet, di antaranya:
Untuk jenjang pertama, anak dibimbing oleh dua orang pengajar. Pengajar pertama mengajarkan mereka tsaqofah Islam dan bahasa Arab. Pengajar kedua mengajarkan ilmu pengetahuan dan matematika. Tambahannya adalah materi keterampilan.
Jenjang kedua, materi pokoknya adalah tsaqofah Islam, sejarah Islam, bahasa Arab, matematika, komputer, dan ilmu pengetahuan umum. Sedangkan keterampilannya bertani, industri, olahraga, menggambar, dan perpustakaan.
Jenjang ketiga, jenjang ketiga ini siswa memilih jurusan yang sesuai dengan minat mereka, jurusan-jurusan tersebut di antaranya. Jurusan Tsaqofah, jurusan Ilmu Pengetahuan dan Sains, jurusan Teknologi Industri, jurusan Pertanian, jurusan Perdagangan dan khusus untuk wanita ada jurusan Kerumahtanggaan.
Seperti itulah Islam mengatur materi pengajaran dalam setiap jenjang. Siswa dibentuk untuk taat kepada Allah Swt. dengan penanaman tsaqofah Islam di awal periode pembelajaran. Agar tertancap kuat pemahaman terhadap Islam, sehingga ketika ada pemahaman asing yang masuk seperti paham liberalisme dapat tertolak.
Dengan demikian, cita-cita pendidikan untuk membentuk insan takwa akan terwujud tatkala ada sebuah institusi yang mewadahi aturan tersebut. Institusi itu adalah khilafah ala minhajin nubuwah, dengan adanya khilafah yang mamancarkan aturan-aturan syariah maka tidak akan ada larangan memakai atribut keagamaan, karena semua umat patuh dan tunduk pada aturan syariah.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 5
Comment here