Wacana-edukasi.com — Kasus kewajiban penggunaan seragam sekolah berhijab bagi siswi nonmuslim di Padang, kini berbuah dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Mentri tentang pengaturan seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Salah satu poin dari SKB tersebut adalah bahwa Pemerintah Daerah dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian dan atribut (detik.com, 04/2/2021). Dalam satu kesempatan, Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan terkait SKB tersebut bahwa pemerintah dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama (tempo.co.id, 03/2/2021).
Secara garis besar SKB tersebut melarang pihak sekolah untuk membuat aturan (ketentuan) yang mewajibkan siswi untuk berhijab atau sebaliknya.
Keputusan tersebut dirasa cukup adil oleh beberapa pihak. Dengannya tercermin upaya menjaga kebebasan menjalankan agama yang dijamin oleh UUD 45. Namun di sisi lain, jika kita cermati, SKB tersebut lekat dengan nilai kebebasan.
Mengkritisi SKB tersebut membawa kita pada simpulan bahwa isi SKB tersebut berpotensi membuka kran kebebasan berperilaku (berpakaian) bagi siswi pada khususnya, karena dalam hal ini sekolah dilarang mewajibkan seragam hijab walaupun siswi secara pribadi bebas memilih untuk menggunakan seragam hijab. Padahal di dalam Islam, seorang muslimah yang telah balig (dewasa), tidak memiliki pilihan lain dalam hal berpakaian kecuali ia harus menutup seluruh auratnya (berhijab sempurna). Hal ini telah jelas dinyatakan di dalam berbagai sumber hukum Islam. Salah satunya adalah hadis dari rasulullah yang menyatakan bahwa rasulullah berkata: “… wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haid (sudah balig), tidak boleh terlihat dari dirinya, kecuali ‘ini dan ini’, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya.”(HR. Abu Daud).
Hadis ini merupakan dasar dari kewajiban menutup seluruh aurat perempuan di dalam Islam (berhijab).
Dengan terbitnya SKB ini, sekolah menyerahkan pilihan untuk menutup aurat atau tidak kepada para siswi. Bukankah hal ini pada akhirnya menjadi pintu kebebasan berperilaku khususnya dalam hal berpakaian? Padahal kita semua memahami bahwa tujuan awal dari sekolah adalah untuk melahirkan insan yang bertakwa dan berbudi pekerti luhur, namun dengan SKB ini justru sekolah dikebiri perannya dalam melahirkan insan yang bertakwa. Insan yang bertakwa tentu saja maksudnya adalah insan yang taat menjalankan perintah agama.
Selain itu sekolah yang semestinya menjadi rekan bagi keluarga-keluarga di masyarakat dalam meneguhkan pendidikan agama kepada generasi akan berkurang perannya. Seharusnya selain pendidikan agama yang diberikan oleh sekolah, sekolah juga dengan peran strategisnya membuat kebiasaan menutup aurat dalam bentuk aturan kewajiban menggunakan seragam yang menutup aurat dengan hijab.
Semakin nyata sudah sekularisme yang digadang negeri ini. Aturan-aturan yang lahir adalah aturan yang semakin menjauhkan umat dari agamanya. Meskipun begitu, lucunya aturan-aturan agama yang dianggap menguntungkan secara material justru dimanfaatkan oleh sekularisme di negeri ini.
Komariah Dahlan, Jakarta Timur
Views: 2
Comment here