Oleh : Syiria (Sintang)
wacana-edukasi.com, OPINI– Smart city adalah sebuah impian dari semua kota-kota besar di seluruh dunia. Konsep smart city sendiri sebenarnya dapat didefiniskan secara luas, bahkan dapat dikatakan tidak ada definisi yang benar-benar tepat atau absolut. Smart city sendiri pada intinya merupakan konsep pengelolaan kota yang berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) agar kota menjadi lebih cerdas dan efisien di dalam pemanfaatan berbagai sumberdaya yang ada, serta meningkatkan pelayanan dan kualitas kehidupan masyarakat kota.
Hal yang perlu diperhatikan adalah fakta yang nampak didepan mata kita yang juga terabaikan, yakni Smart City ini tidak merata alias terjadi ketidakmerataan sumberdaya dan teknologi di negeri ini, karena Smart City ini menyasar pada kota-kota tertentu dengan basis memiliki sesuatu yang menarik bagi para investor.
Fakta yang bisa kita baca adalah bahwa program Smart City yang sedang gencar ini tidak menyasar kesemua kota di Indonesia, melainkan kota-kota tertentu yang dibatasi dan ditentukan. Kota yang bisa mengikuti program ini adalah kota dengan criteria yang ditentukan dan harus melalui seleksi. Di Kalimantan Barat sendiri tercatat bahwa Kabupaten Ketapang lolos dan bisa mengikuti program Smart City ini setelah 3 kali mengikuti seleksi, yang artinya 2kali seleksi sebelumnya gagal dan tidak bisa menjadi Smart City pada waktu lalu.
Kota yang lolos akan menyusun sebuah masterplan Smart City kota tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kota belum tentu memiliki masterplan yang sama dan hasilnya tentu akan berbeda disetiap kota yang terpilih mengikuti program ini. Sehingga program ini secara kasar seperti program pemerintah agar setiap kota bisa menunjukkan potensinya, bukan untuk kesejahteraan masyarakat seperti yang divisikan diawal. Walikota berlomba bukan untuk meraih kesejahteraan bagi masyarakat tempat mereka pimpin, melainkan seperti supaya bisa mendapatkan pandangan baik dari politik partai demi menaikkan citra diri dan jabatan.
Faktanya kota-kota yang telah lolos seleksi dan mengikuti program ini adalah sebagian kota-kota besar yang memang menarik atau memiliki daya tarik tersendiri atau biasa dikenal kota wisata atau kota destinasi. Selain itu kota tersebut juga memiliki jumlah penduduk yang banyak. Seperti kota Bandung, kota Bogor, dan Makassar. Masing-masing memiliki program tersendiri yang telah mereka susun dan mereka bentuk langkah-langkah awal untuk menjalankannya.
Namun demikian, ketiga contoh kota yang sudah mengikuti progarm Smart City tersebut tidak sepenuhnya dengan program yang sama. Maka dari sini kita bisa melihat bahwa program Smart City ini tidak memiliki pondasi dasar pokok. Seharusnya negara sudah menentukan arah tujuan dari program ini dengan menentukan pondasi dasar pokok yang harus dilaksanakan oleh setiap kota sehingga outputnya akan sama.
Jika kita bahas ketidakmerataan sumber daya dan teknologi, maka sebetulnya keadilan di negeri ini belum tercapai. Sumber daya dan teknologi modern hanya bisa dinikmati oleh sebagian kalangan saja. Perbedaan mencolok akan terjadi pada penduduk kota dan penduduk desa jika Smart City ini hanya menyasar pada kota, terlebih lagi jika tidak menyasar semua kota, maka akan semakin meningkat kesenjangan sosial antar masyarakat sehingga akan bisa menimbulkan masalah baru termasuk masalah kriminal akan meningkat.
Apabila tujuan dari Smart City adalah untuk mewujudkan kesejahteraan, hal itu tidak terwujud jika sistem yang digunakan adalah kapitalis. Smart City hanya dijadikan objek untuk menarik perhatian investor. Jika kota dikelola oleh asing maka potensi monopoli akan memungkinkan, hal tersebut pula tidak akan membantu semua masyarakat kota bisa menikmatinya, hanya mereka yang memiliki materi yang cukup.
Smart City akan mendorong masyarakat dari pedesaan merantau ke kota dan meninggalkan potensi yang seharusnya dikembangkan di desa seperti sektor pertanian, perkebunan juga perikanan yang memang lekat dengan pedesaan. Terabaikannya potensi tersebut maka dunia perekonomian akan kesulitan menemukan bahan pokok makanan, selanjutnya negara mengambil langkah import. Inilah makna yang bisa jadi tersirat dari tujuannya para investor asing datang, untuk menguasai sektor pasar dunia.
Smart City akan menjadi semakin indah jika dibarengi dengan sistem yang tepat yakni Sistem Islam. Tidak akan ada ketidakmerataan sumberdaya ataupun teknologi jika sistem Islam diterapkan. Karena sistem Islam menjunjung keadilan, tidak ada pilah-pilih kota, baik itu yang punya pariwisata atau daya tarik. Warga desa tidak perlu merantau ke kota, namun mengembangkan potensi sektor pertanian, perkebunan dan peternakan, kemudian hasilnya dipasarkan sampai ke kota sehingga bisa mencapai kestabilan ekonomi tanpa harus ada import bahan pokok pangan.
Begitulah Islam mengusung konsep keadilan, yakni keadilan bagi seluruh masyarakat di seluruh luas geografis pemerintahan tanpa kecuali, bukan keadilan sosial yang hanya berlaku bagi kaum sosial tertentu.
Sistem Islam akan dengan sendirinya membentuk Smart Country, yang mencakup luasan wilayah lebih luas dibandingkan dengan Smart City. Pengelolaan sumber daya alam didalam sistem Islam sudah ada master plan nya, sehingga tidak perlu repot menyusunnya, hanya perlu pelaksanaan secara konsisten dan penuh tanggungjawab.
Adapun pembagian harta kepemilikan didalam Islam jika dianalisa, maka akan bisa disebut sebagai solusi dasar untuk pemecahan masalah krisis ekonomi yang sedang melanda dunia ini. Smart City tidak cukup menjadi solusi permasalahan ekonomi yang ada, kesejahteraan yang diharapkan tidak akan bisa terwujud secara nyata jika masih berasas pada kebebasan penguasaan harta. Smart City ini hanya akan mensejahterakan kaum atas karena kebutuhan dasar publik masih dijadikan aset bisnis, misalnya kesehatan.
Dengan konsep Baitul Mal dan pembagian harta kepemilikan, maka kesejahteraan yang dimaksud dari Smart City akan tercapai dengan sendirinya. Baitul Mal adalah penyimpanan harta milik negara yang dipergunakan untuk kebutuhan masyarakat, termasuk pengembangan sumberdaya dan teknologi.
Islam tidak menolak teknologi, justru Islam akan mendukung dengan menjadikannya sebagai wasilah untuk mempermudah mensejahterakan rakyat sehingga rakyat semakin makmur dan sejahtera dengannya, bukan justru menjadi beban karena teknologi yang dikapitalisasi seperti pada masa sekarang ini.
Pembagian harta kepemilikan ini sebagai kunci dasar. Islam membagi harta kepemilikan menjadi tiga yaitu harta milik negara, harta milik umum, dan harta milik individu/pribadi. Masing-masing dilarang memiliki hak yang lain. Individu bukan berarti dibatasi dalam memiliki harta kekayaan, mereka bebas memiliki harta sebanyak yang mereka mampu namun haram jika mengambil harta milik negara ataupun harta milik umum.
Sumber daya alam adalah harta negara yang haram dimiliki dan dikuasai individu/swasta, melainkan ia milik negara yang harus dikelola oleh negara dan hasilnya akan masuk Baitul Mal yang akan dipergunakan untuk kebutuhan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Begitu pula individu/swasta dilarang menguasai harta milik umum, seperti air, padang rumput/jalan, dan api. Semua warga negara bebas mengakses ketiganya secara gratis. Potensi SDA yang berlimpah akan sangat mungkin jika semua kebutuhan hajat publik masyarakat bisa diakses secara gratis. Seperti pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan pokok ekonomi murah karena tidak akan import, dan transportasi akan lebih mudah dan murah. Tidak ada pengangguran karena negara akan menyediakan lapangan pekerjaan bukan hanya untuk masyarakat kota melainkan juga pedesaan.
Views: 52
Comment here