Oleh : Ismawati (Penulis dan Aktivis Dakwah)
wacana-edukasi.com — Sungguh tega, seorang pria bernama Giyono (38 tahun), warga kecamatan RT 02 RW 01, Kelurahan Bangunjaya SP 09, Kecamatan BTS Ulu Cecar, Kabupaten Musi Rawas memperkosa anak tirinya. Korban bernama SPA yang kini berusia 16 tahun adalah anak tiri pelaku. Aksi sang ayah tiri dilakukan beberapa kali di rumah pelaku sejak korban masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Aksi kedua ketika korban kelas VIII SMP, kemudian pada Mei 2021, terakhir pada bulan Juli 2021.
Hingga akhirnya pada Jumat (20/8), ibu korban melaporkan kejadian ini ke Mapolres Lubuklinggau. Kapolres Musi Rawas AKBP Efrannedy SI K MAP melalui Kasat Reskrim AKP Alex Andriyan membenarkan perkara tersebut. Kini pelaku dijerat Pasal 81 UU RI No. 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah penggant UU No.1 tahun 2016, tentang perubahan kedua UU RI No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak (sumsel.id 21/8).
Membaca berita ini sungguh menyayat hati. Bagaimana bisa seorang ayah yang seharusnya menjadi pelindung dan penjaga anak perempuannya, kini dengan tega menjadikan pelampiasan nafsu syahwatnya. Terlebih, anak tirinya tersebut dikabarkan memiliki keterbelakangan mental. Tak sampai hati seorang ayah sambung tega melakukan perbuatan maksiat. Korban tidaklah sendiri, masih banyak anak-anak lain yang mengalami hal serupa dan tak kunjung mendapatkan penyelesaian.
Akar Masalah
Begitu rusaknya sekularisme (paham yang memisahkan agama dari kehidupan) membuat manusia tergerus imannya dan tega berbuat keji. Dari tahun ke tahun kasus kekerasan anak jumlahnya terus meningkat. Rusaknya keimanan membuat manusia bebas melakukan apa saja sesuai kehendak sendiri tanpa terikat aturan. Kurangnya kedekatan dengan Sang Pencipta inilah yang mengakibatkan manusia mudah terbujuk rayu setan. Naudzubillah!
Selain itu, penerapan sistem ekonomi kapitalisme tidak memberikan kesejahteraan kepada keluarga. Alhasil, beberapa kasus pelecehan seksual terhadap anak terjadi karena hilangnya fungsi ibu sebagai penjaga anaknya. Ibu dibiarkan bekerja mencari nafkah untuk menyelesaikan kesulitan hidup. Karena dalam sistem kapitalisme, peluang kerja terbuka lebar justru untuk kaum perempuan dibanding laki-laki. Sehingga seorang ibu dianggap sebagai pemutar roda ekonomi keluarga.
Lebih dari itu, penerapan sistem sosial tidak diterapkan sesuai standar Islam. Lihat saja, bagaimana aurat wanita dipertontonkan dengan mudahnya. Sehingga aurat yang terumbar tersebut dapat merangsang syahwat laki-laki. Tidak ada aturan pasti untuk mengatur sistem pergaulan. Wanita dipandang sebagai alat untuk menyalurkan syahwat.
Belum lagi pengaturan media massa dalam sistem kapitalisme sekuler di mana marak sekali konten pornografi. Aksesnya pun mudah hanya di ujung jari. Sebab, hal ini dipandang sebagai sebuah ‘jualan’ yang laris di pasaran meskipun dapat merusak masyarakat. Sehingga, masyarakat yang imannya lemah akan salah menyalurkan syahwatnya ke jalan yang tidak Allah Swt. benarkan.
Meskipun beberapa kasus sudah tertangkap pelakunya, namun tidak serta-merta menjadikan kasus ini reda. Karena penerapan sanksi hukum dalam sistem hari ini masih lemah, belum mencapai efek jera. Hukuman yang diberikan masih cukup ringan, sehingga memunculkan peluang beberapa kasus seksualitas terhadap anak.
Butuh Solusi Mendasar
Berbagai faktor penyebab kekerasan seksualitas terhadap anak di atas adalah bukti bahwa sistem ini sudah tak mampu memberi solusi sampai ke akar masalah. Sebab, sistem sekuler semakin membuka lebar keran kekerasan terhadap anak. Oleh karena itu, butuh sistem lain yang mampu melindungi, memberikan jaminan, dan menyelesaikan kasus kekerasan seksual anak seperti ini. Sebab, anak adalah asset bangsa yang harus diberikan pendidikan dan pengurusan yang benar.
Yakni sistem Islam dengan seperangkat aturan dari Sang Pencipta yang akan membawa keberkahan bagi manusia. Sistem Islam senantiasa menjaga akidah umat, karena negara Islam wajib mendorong setiap individu untuk taat kepada Allah Swt. sebab, akidah ini adalah pondasi terkuat seseorang untuk menjaga setiap perbutannya agar senantiasa terikat dengan hukum syariat. Apa yang dikerjakan dilihat dulu halal atau haramnya.
Melalui ekonomi Islam, negara menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya untuk para ayah agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Maka, seorang ibu akan dikembalikan fungsinya sebagai penjaga dan pendidik anak-anaknya. Kemuliaan ibu pun akan terasa tatkala mereka di rumah. Sehingga, tidak akan ada anak yang terlantar yang memicu kejahatan pada anak.
Sistem sosial di dalam negara Islam pun wajib terikat dengan hukum syariat. Di dalam Islam hukum asal antara laki-laki dan perempuan adalah terpisah. Maka, negara akan menerapkan sistem sosial Islam untuk mengatur interaksi lawan jenis. Sebagai seorang perempuan misalnya, diwajibkan kepada mereka untuk menutup aurat. Sebagaimana sabda Nabi Saw. “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lainnya. Janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lainnya.” (HR. Muslim). Tidak di perkenankan diantara lawan jenis ada campur baur dan saling menjaga pandangan (gadhul bashar).
Selanjutnya dalam ranah hukum. Sanksi tegas akan diberikan kepada pelaku kejahatan seksual. Hukuman tegas inilah yang dapat memberikan efek jera bagi para pelakunya dan mencegah yang lain untuk berbuat maksiat. Negara Islam juga akan menutup celah pornografi baik di media massa. Sebab, media massa di dalam Islam adalah sebagai sarana untuk menyebarluaskan dakwah Islam bukan hanya mencari keuntungan.
Oleh karena itu, telah jelas Allah Swt. memberikan sistem hukum yang telah terbukti mampu menyelesaikan masalah demi masalah. Saatnya meninggalkan sistem kufur buatan barat dan menggantinya dengan sistem Islam. Pemimpin di dalam Islam sangat yakin akan tanggung jawabnya terhadap rakyat. Selain itu, jika negara menerapkan sistem Islam maka akan tercipta keberkahan dari langit dan bumi. Aamiin.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 96
Comment here