Opini

Sosok Pemimpin dalam Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sri Retno Ningrum (Pegiat Literasi)

wacana-edukasi.com — Baru-baru ini pemasangan baliho calon presiden 2024 semakin marak, seperti: Ketua DPR (Puan Maharani), Ketua Umum Golkar (Airlangga Hartanto), Ketua Umum PKB (Muhaimin Iskandar), hingga Ketua Umum Partai Demokrat (Agus Harimurti Yudhoyono). Sementara itu, Pakar Komunikasi UI Firman Kurniawan Sujono mengatakan bahwa baliho memiliki keunggulan tersendiri. Apalagi di tempat strategis banyak orang yang berlalu-lalang, baliho akan menjadi pusat perhatian publik. “Secara umum billboard/baliho/media luar ruang memiliki keunggulan, yakni mudah dilihat karena diletakkan di jalan-jalan yang terbukti banyak dilalui kendaraan. Ukurannya yang besar, secara struktural “memaksa” orang untuk melihatnya. Terlebih kalau diletakkan di kawasan yang strategis, pasti tak terhindarkan, orang lewat tak bisa mengelak,” kata Firman kepada wartawan.( detikNews5/8/2021).

Fenomena tersebut tentu sebagai cara mereka untuk memikat hati meskipun pemilihan presiden masih tiga tahun lagi. Maka patut dipertanyakan, apakah dengan cara seperti itu rakyat akan tertarik kemudian memilih ataukah rakyat sudah jenuh dengan pemasangan baliho yang bertebaran di jalan?

Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa pemilihan umum (pemilu) para calon pemimpin melakukan kampanye, misalnya: memasang baliho, mengadakan kampanye di panggung terbuka hingga di media sosial. Mereka pun mengeluarkan modal yang besar agar dapat terpilih. Akan tetapi, mereka telah mengabaikan standar halal dan haram karena praktek suap-menyuap tetap mewarnai pesta demokrasi (pemilu). Sehingga ketika mereka terpilih, maka harus berbalas budi kepada partai pendukungnya atau pemilik modal yang mendanainya. Maka wajar kebijakan yang lahir dari sistem ini tidak sepenuh hati menyejahterakan rakyat, namun lebih berpihak kepada pihak yang mendanainya pada saat pemilu.

Ini seharusnya menyadarkan umat bahwa pemimpin yang lahir dari sistem demokrasi hanya berorientasi pada kekuasaan dan materi. Rakyat didekati pada saat pada saat menjelang pemilu untuk meraih suara sehingga terpilih. Janji-janji manis yang pernah mereka ucapkan lenyap seketika setelah jabatan didapatkan dan akhirnya rakyat pun dilupakan bagai peribahasa “habis manis sepah dibuang”. Miris!

Hal ini tentu berbeda dengan pemimpin yang ada dalam naungan sistem Islam (khilafah). Pemimpin dalam sistem Islam memposisikan dirinya sebagai pelindung bagi warga negaranya atau umat. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya imam atau khalifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim). Sehingga siapapun yang menjadi penguasa dalam sistem Islam benar-benar melayani dan melindungi umat dengan sepenuh hati.

Selain itu, sosok pemimpin dalam Islam memiliki sifat yang zuhud terhadap dunia. Sebagai contoh ke-zuhud-an Nabi Muhammad SAW, bahwa beliau hanya memiliki sepasang pakaian berwarna merah yang dipakai setiap hari Jumat dan ketika menerima tamu. Makanan yang paling lezat yang dimakan Rasulullah SAW adalah roti yang terbuat dari tebung kasar yang dicelupkan ke dalam minyak. Adapun alas tidur yang paling baik digunakan Rasulullah SAW adalah sehelai kain yang pada musim panas dilipat empat dan pada musim dingin dilipat dua, separuh untuk alas tidurnya dan separuh untuk selimut. Tak hanya Rasulullah SAW yang memiliki sifat zuhud, khalifah Abu Bakar pun demikian. Ketika istri Abu Bakar menginginkan sebuah manisan, istrinya menyisihkan uang belanja yang diperoleh dari santunan Baitul Mal, akan tetapi uang yang terkumpul itu tidak jadi dibelikan bahan untuk membuat manisan setelah santunan tersebut diketahui berlebih, kemudian Abu Bakar mengembalikan uang tersebut. Masyaallah!

Demikian pula pemimpin dalam Islam, senantiasa memimpin umat sesuai dengan koridor Islam, sehingga ketika hukum Allah SWT diterapkan maka kebaikan yang dirasakan umat. Hal itu terbukti lebih dari 1300 tahun warga daulah Islam merasakan kesejahteraan hidup, baik mereka Muslim maupun non Muslim.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya kegemilangan peradaban Islam yang dulu pernah ada dan sosok pemimpin yang taat pada Allah SWT menjadikan kita sadar dan tidak tergoda pada setiap janji manis yang dilakukan calon penguasa dalam sistem demokrasi. Sebaliknya, berupaya melakukan amar ma’ruf nahi munkar bahwa sistem yang saat ini diterapkan hanyalah membawa keburukan dan kesengsaraan bagi umat.

Wallahu’alam Bisshowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 29

Comment here