Oleh : Dite Umma Gaza (Pegiat Dakwah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Dilansir dari radarmagelang.id (30-6-2024), Pemerintah kabupaten Wonosobo mulai melirik peluang sport tourism untuk menambah jumlah kunjungan wisata. Banyaknya lokasi ideal yang bisa digunakan membuat olahraga wisata ini memiliki peluang besar.
Kepala Bidang Promosi Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Wonosobo Fatonah Ismangil menjelaskan bahwa Kabupaten Wonosobo memiliki bentangan topografi alam yang menawan di beberapa lokasi. Hal ini berpeluang cukup bagus untuk olah raga wisata atau sport tourism ini jika kita kembangkan lagi ke depannya.
Sebelumnya, sport tourism telah dilakukan di beberapa lokasi di Wonosobo. “Dan hampir setiap event sport tourism kita gelar di Wonosobo itu para peserta selalu bilang lokasinya bagus dan mereka ingin kembali lagi,” terang Fatonah.
Fatonah berharap sport tourism ini bisa terus berkembang, sehingga Wonosobo dengan pariwisata alamnya bisa terus dikenal di luar daerah.
Tourism hanya Mengundang Petaka
Maraknya ajang spot tourism guna mendongkrak ekonomi memperlihatkan bahwa negara saat ini sedang bekerja keras mencari pundi-pundi rupiah. Berbagai macam kesempatan sepertinya tidak akan terlewatkan untuk meningkatkan keuangan negara. Sport Tourism yang sedang menjadi tren dunia pun menjadi sasaran empuk.
Indonesia pada umumnya memang terkenal dengan orangnya yang ramah terutama bagi turis asing, walaupun sebenarnya tidaklah demikian terhadap turis lokal. Namun, sebenarnya sikap tersebut sebuah tindakan yang permisif terhadap orang asing. Sikap seperti ini sejatinya justru membahayakan bagi keamanan bangsa dan negara.
Kita bisa belajar fenomena di Bali. Keindahan alamnya dieksploitasi dan dipersembahkan untuk turis demi cuan, dan kebanggaannya karena kotanya terkenal. Akibatnya banyak terjadi turis yang menyewa kendaraan ataupun villa, tetapi pada ujungnya mereka malah menyewakan lagi pada pihak lain, bahkan banyak yang justru mengakui bahwa aset itu miliknya.
Tak hanya itu, seorang perancang dan politikus Niluh Djelantik dalam wawancaranya di channel Dedyy Corbuzier mengatakan, bahwa semakin banyak turis asing yang berperilaku amoral di kota para dewa tersebut. Di antaranya adalah mengadakan event olah raga seksual, berperilaku tidak senonoh diruang terbuka, melakukan keonaran di jalan raya, bahkan merampas mata pencaharian warga setempat, dan sebagainya.
Sebenarnya, tren sport tourism ini tidak akan berjalan lama alias hanya sementara. Seiring waktu, masyarakat akan menemukan kesenangan baru dan meninggalkan ajang sport tourism. Hasilnya negara harus kembali bekerja keras mencari pengganti sport tourism sebagai pos pemasukan keuangan pemerintah.
Padahal, tentunya pariwisata juga berdampak pada terkontaminasinya budaya. Warga menjadi suka menghalalkan aktivitas-aktivitas yang mengatasnamakan budaya. Akibat dikencangkan pariwisata pun akan berpengaruh pada perubahan perilaku generasi bangsanya. Mereka cenderung mengarah kepada kebiasaan suka bersenang-senang, hedonisme, dan membuang-buang waktu.
Efek kehidupan bersosial tentu juga akan dirasakan masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, peserta yang beragam dari mancanegara, selain membawa fisik juga membawa budaya. Mereka dapat saja minum-minuman keras, konsumsi narkoba, hingga berzina. Kebiasaan seperti ini tentu akan merusak masyarakat sekitar.
Tak hanya itu, ajang sport tourism juga patut dicurigai dan diwaspadai sebagai momentum bagi warga Asing untuk mengendus kekayaan alam yang terdapat di daerah-daerah seluruh nusantara.
Namun, inilah potret negara yang mengaku berideologi Pancasila tetapi menjalankan ideologi kapitalisme. Segalanya akan digenjot demi menghasilkan cuan. Keindahan alam pun dieksploitasi demi pariwisata sekadar untuk menghasilkan cuan. Ideologi Kapitalisme tidak peduli bahwa dengan pariwisata tidak sekadar merusak alam, tetapi juga merusak budaya dan jati diri generasi bangsanya. Sungguh, hal ini sangat berbeda jika negeri Pancasila ini menerapkan ideologi Islam.
Sport Tourism dalam Konsep Islam
Bicara masalah olahraga, negara dalam Islam memandangnya sebagai upaya untuk menjaga kesehatan, bukan bisnis apalagi untuk sekedar bersenang-senang. Begitu pula pariwisata, negara hanya membolehkan pariwisata untuk tujuan tadabbur alam yaitu mengenal dan lebih mendekatkan diri pada Allah, bukan sekedar untuk bersenang-senang atau malah membahayakan diri. Oleh karena itu, negara yang menerapkan ideologi Islam akan menciptakan kegiatan-kegiatan wisata yang akan memunculkan dan menguatkan ketakwaan pada rakyatnya.
Negara yang bertanggung jawab kepada rakyat hanya ada pada Islam. Sistem Islam mewajibkan seorang pemimpin taat pada Allah dan rasul-Nya. Dengan dorongan ketaatan kepada Allah, seorang pemimpin akan sungguh-sungguh menjalankan perintahnya termasuk ketika mengurus rakyat. Jika negara menerapkan sistem Islam, pemimpin akan melindungi bangsa dan negaranya dari segala pengaruh buruk para pendatang. Rasulullah saw. bersabda,
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh dll.)
Ayat di atas menjadi dasar bahwa seorang pemimpin harus menjalankan amanah kepemimpinannya. Pemimpin dalam Islam akan menjaga dan melindungi rakyatnya dalam segala situasi dan kondisi. Hal ini akan dijalankan dengan sungguh-sungguh, karena hal tersebut akan ia pertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Dengan demikian, sport tourism tidak dijadikan sebagai jalan penopang perekonomian, sebagaimana yang diharapkan pemerintahan saat ini. Sport Tourism justru akan berdampak buruk dan rusaknya nilai budaya, Hanya Sistem Islam dengan segala kebijakannya yang sesuai dengan syariat, mampu menyelamatkan umat dari segala kerusakan baik fisik maupun jiwanya.
Wallahua’lam bishowab
Views: 17
Comment here