Oleh : Meitya Rahma
wacana-edukasi.com– Utang berbunga bisa menjadi awal sebuah bencana. Di rumah tangga skala kecil saja utang berbunga ini bisa membuat retak rumah tangga. Apalagi dalam skala negara, pasti akan membuat negara tersebut carut marut. Seperti yang terjadi di Sri Lanka. Saat ini Sri Lanka baru didera krisis dan disebut bangkrut. Sri Langka dihadapkan pada masalah gagal bayar utang luar negeri sebesar US$ 51 miliar atau setara dengan Rp 729 triliun (asumsi kurs Rp 14.300) (Tribun.com,13/7/2022)
Kementerian Keuangan Sri Lanka menyatakan negara tersebut telah gagal dalam membayar semua utang luar negeri, termasuk pinjaman dari pemerintah asing serta dana talangan IMF. Krisis di Sri Lanka disebut sangat serius. Utang yang terus membengkak salah satunya akibat proyek infrastruktur. Sri Lanka tak mampu membayar bunga dari pinjamannya yang sebagian besar dikucurkan oleh IMF. Sementara sektor pariwisata yang jadi tulang punggung ekonomi Sri Lanka, kolaps sejak aksi bom gereja di Kolombo tahun 2019, dan akibat pandemi. Mata uang Sri Lanka pun terperosok hingga 80 persen. Nilai tukar yang lemah menyebabkan biaya impor semakin mahal dan membuat harga makanan melonjak. Negara inipun tak memiliki cukup uang untuk mengimpor bahan bakar minyak, susu, gas LPG, hingga kertas toilet. Kondisi ini menyebabkan penduduk di Sri Lanka terancam kelaparan. Sebagian penduduk di negara tropis itu bisa menanam makanan mereka sendiri. Namun yang penduduk lain tidak demikian. (Tribun.com,13/7/2022)
PBB memperkirakan sembilan dari setiap 10 keluarga akan kesulitan untuk makan dalam sehari. Sedangkan sekitar 3 juta penduduk bergantung pada bantuan kemanusiaan. Sebelumnya, PBB juga mengucurkan bantuan agar Sri Lanka mampu memenuhi kebutuhan warganya hingga enam bulan ke depan, sejak Juni 2022. Sri Lanka juga meminta bantuan pada negara besar lain seperti China, Amerika Serikat, Jepang, untuk utang hingga jutaan dollar. Negara ini juga bernegosiasi dengan Rusia, untuk bisa membeli bahan bakar minyak dengan harga diskon. Akibat krisis dalam negri ini, semakin banyak penduduk Sri Lanka mengurus paspor dan visa untuk bekerja di luar negeri.(Tribun.com,13/7/2022).
Masalah semakin komplek, karena korupsi di negri ini juga membuat rumit masalah ekonomi. Pejabatnya memperkaya diri sendiri yang berakibat memperburuk perekonomian negara. Selain itu, sejumlah kebijakan dalam negeri juga memperburuk kondisi ini. Salah satunya adalah penerapan pajak terbesar sepanjang sejarah.
Nasib Sri Lanka kini pun seperti telur yang berada diujung tanduk. Karena utang, kebijakan yang menguntungkan kapital, aksi para koruptor membuat perekonomian Sri Lanka gonjang -ganjing. Lalu bagaimana nasib Indonesia? Secara, Indonesia juga memiliki utang yang menggunung kepada IMF, Bank Dunia, dll. Nasibnya juga semakin miris karena Indonesia hanya bisa membayar bunganya saja, pokoknya belum bisa dibayar.
Diketahui, Utang pemerintah RI sudah tembus Rp 7.000 triliun di akhir Februari 2022. Data per 28 Februari menyebut utang negara tercatat sebesar Rp 7.014,58 T. Kendati begitu, pemerintah menyebut posisi utang ini masih terjaga dalam batas aman dan wajar, serta terkendali. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan menyebut, rasio utang terhadap PDB RI masih lebih kecil baik dibandingkan dengan negara ASEAN, G20, maupun negara di seluruh dunia. ( Kompas.com,15/4/2022).
Utang sebanyak ribuan trilyun dikatakan masih dalam tahap aman. Bagaimana mungkin hal ini dikatakan aman. Sedangkan Indonesia sendiri belum bisa membayar pokok utang, baru bunga saja. Utang negara merupakan bentuk ketergantungan kepada negara yang memberikan utang. Negara yang memberikan utang akan dengan mudah menstir negara penghutang. Dalam bentuk kebijakan, bentuk peraturan. Tak heran banyak Undang-Undang dibuat tidak berpihak pada rakyat. Banyaknya koruptor juga membuat perekonomian negara semakin memprihatinkan. Indonesia dengan Sri Lanka ini sebenarnya hampir sama. Memiliki utang banyak, koruptor juga menjamur, beban pajak yang bermacam-macam. Hanya saja Indonesia masih bisa bertahan walaupun perekonomian dalam kondisi terpuruk.
Indonesia dan Sri Lanka sama-sama dalam kungkungan kapitalisme. Jika sudah masuk dalam lingkaran utang para kapitalis, maka untuk keluar akan susah. Para kapitalis memberikan iming-iming bantuan melalui bank dunia, lembaga utang dunia IMF. Bantuan-bantuan dalam bentuk utang ini kemudian dipakai membangun infrastuktur dan lain-lain. Pada awal Indonesia berhutang, nampak negri ini baik-baik saja. Namun berjalannya waktu, tahun demi tahun perkembangannnya pun tak nampak baik-baik saja. Karena sebenarnya utang riba ini nampak pada awal berhutang ini bagai kucing jinak, namun setelah berjalannya waktu kucing ini bisa menjadi harimau. Diibaratkan harimau karena beban bunga semakin banyak yang bisa mengancam kehidupan.
Ekonomi kapitalis ini hidup dengan sistim ribawi. Maka para kapitalis Barat menggunakan cara utang ribawi untuk menekan negara-negara berkembang. Dengan memberikan pinjaman negara-negara berkembang ini distir oleh negara kapitalis. Kemandirian pun tak lagi ada. Yang ada hanya ketergantungan pada asing. Alhasil negara semakin tidak independen (berdiri sendiri).
Mengerikan bukan efek dari utang kepada asing ini? Sampai berakibat tidak independennya suatu negara. Dalam Islam utang riba dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan, haram hukumnya. Saking dahsyatnya riba itu, sampai disebutkan bahwa dosa riba itu setara dengan menikahi ibu kandung sendiri.
عن عبد الله بن مسعود – رضي الله عنه – عن النبي – صلى الله عليه وسلم الرِّبَا ثَلَاثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا ، أَيْسَرُهَا : مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ
Dari Abdullah bin Masud RA, Rasulullah SAW bersabda, “Riba itu terdiri dari 73 pintu. Pintu yang paling ringan seperti seorang laki-laki menikahi ibunya sendiri.” (HR Ibnu Majah dan Al-hakim).
Dosa riba juga dikatakan lebih dahsyat dari 36 perempuan pezina. Tingkatan haramnya dosa riba adalah setara dengan 36 perempuan pezina, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
عن عبد الله بن حنظلة غسيل الملائكة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم دِرْهَمٌ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ، أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلَاثِينَ زَنْيَةً
Dari Abdullah bin Hanzhalah ghasilul malaikah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan sadar, jauh lebih dahsyat dari pada 36 wanita pezina.” (HR Ahmad).
Maka negri ini pun tidak akan berkah ketika masih dalam kubangan riba. Berbagai krisis multidimensinal terjadi di negri ini. Keberkahan itu telah tercabut, karena para pembuat kebijakan menggunakan siatim ribawi. Sistim kapitalis sekuler yang telah melanggengkan sistim riba ini harus diakhiri. Jangan sampai nasib Indonesia seperti Sri Lanka. Untuk itu perlu kesadaran oleh para stake holder negri ini untuk meninggalkan sistim ribawi. Tak mudah memang, merubah sistim ribawi menjadi sistim Islam butuh diterapkannya syariat Islam secara sempurna dalam tatanan negara. Jika tidak, maka sampai kapanpun negri ini masih kungkungan kapitalis.
Views: 3
Comment here