Opini

Staycation Kian Masif, Imbas Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Khaziyah Naflah (Freelance Writer)

wacana-edukasi.com, OPINI– Dunia kerja akhir-akhir ini kembali diguncang dengan beredarnya isu yang tidak sedap. Kali ini berkaitan dengan staycation “tidur bareng bos” yang menjadi syarat untuk memperpanjang kontrak kerja bagi seorang pekerja perempuan atau karyawati.

Isu tersebut menjadi viral setelah adanya pernyataan yang disampaikan oleh seorang pendukung Jokowi, Jhon Sitorus, melalui akun Twitter pribadinya @Miduk17.

Ia mengungkapkan bahwa ada oknum atasan di sebuah perusahaan di daerah Cikarang ada yang mensyaratkan karyawati untuk melakukan staycation atau liburan di hotel, jika ingin mendapatkan perpanjangan kontrak kerja.

Isu tersebut pun kian kencang berembus, ketika seorang karyawati di sebuah perusahaan kosmetik melaporkan bosnya ke polisi atas dugaan kasus staycation sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja. Dia melaporkan bosnya karena dianggap bahwa hal tersebut kerap terjadi terutama menjelang kontrak kerja habis (suaramerdeka. com, 09/05/2023).

Staycation, Bagai Peristiwa Gunung Es

Praktik staycation yang mengguncang dunia kerja nyatanya bukan hanya terjadi di daerah Cikarang saja, namun kasus tersebut juga terjadi di berbagai daerah. Bahkan, kasus ini bagaikan peristiwa gunung es. Sudah banyak terjadi, namun hanya sedikit yang terekspos di dunia luar.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Koordinator Nasional Posko Orange, Deputi Bidang Hukum Exco Pusat Partai Buruh Anwar. Ia mengatakan jika praktik tersebut terjadi sudah lama, sekitar tahun 2000 saat ia masih menjadi buruh/karyawan dan sudah menjadi rahasia umum di kalangan para karyawan perusahaan. Hanya modus staycation yang dulu berbeda dengan staycation saat ini. Dulu modus perusahaan memilih wanita yang mau diajak ke puncak. Ia memanfaatkan para karyawati yang sangat membutuhkan pekerjaan (sindonews.com, 08/05/2023).

Di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh LSM perempuan Mahardika, mengungkapkan bahwa fenomena staycation yang dilakukan oleh atasan perusahan, sebagai syarat untuk memperpanjang kontrak kerja bagi karyawati juga sudah berlaku sejak lama. Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2017, ada sebanyak 437 buruh perempuan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) mengaku pernah menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual.

Kemudian ada sekitar 358 orang menyatakan pernah mengalami pelecehan verbal dan 331 lainnya mengalami pelecehan seksual fisik. Khusus pelecehan fisik yang berupa ajakan kencan atau ‘staycation’ yang seringkali berorientasi seksual tercatat ada sembilan kasus (okezone.com, 08/05/2023).

Kasus tersebut sudah terjadi sejak lama, namun anehnya hingga saat ini belum juga mendapatkan perhatian khusus dari penguasa yang akan menjamin para perempuan untuk bekerja dengan aman dan nyaman di lapangan.

Kapitalisme, Biang Keroknya
Jamak diketahui jika keberadaan pekerja perempuan di dalam dunia kerja masih sangat rentan terhadap tindak kejahatan seksual, seperti staycation. Kasus tersebut nyatanya telah berlangsung cukup lama dan saat ini kasus tersebut kian masif.

Ada beberapa hal yang menyebabkan kasus tersebut kian masif yakni salah satunya adalah keberadaan dari penerapan omnibus law Cipta Kerja. Omnibus law Cipta Kerja di klaster ketenagakerjaan, pasal tentang outsourcing, kemudian pasal tentang karyawan kontrak, dan pasal tentang upah murah. Tiga pasal ini menjadi salah satu penyebab buruh, terutama buruh perempuan terintimidasi sehingga tak mampu melawan pelecehan seksual yang dilakukan oleh para bosnya.

Sebut saja, pasal tentang upah murah. Pasal ini membuat para buruh, termasuk buruh perempuan tertekan. Sebab gaji mereka tidak sebanding dengan pengeluaran kebutuhan hidup mereka. Apalagi saat ini, beban ekonomi kian berat yang membuat para perempuan harus rela terjun untuk membantu perekonomian keluarga dan belum lagi gaya hidup hedonis yang merasuki kaum wanita.

Sulitnya mencari kerja di era saat ini dan minimnya keimanan kepada Allah, membuat para karyawati rela untuk melakukan apapun agar tetap bertahan di perusahaan tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Namun seyogianya patut disadari jika hal tersebut hanyalah masalah cabang, sebab masalah utama staycation adalah penerapan sistem kapitalisme yang cacat sejak lahir. Sistem ini meniscayakan bahwa negara berlepas tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan hidup rakyat, tanpa terkecuali penyediaan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyatnya. Bahkan, negara menetapkan berbagai kebijakan yang justru memihak kepada para pengusaha dibanding kepada nasib rakyatnya.

Asas manfaat yang menjadi dasar sistem ini pun telah menggerogoti pola pikir masyarakat. Kesenangan jasadiyah menjadi hal yang paling diutamakan. Sehingga mereka akan melakukan apapun untuk memperoleh kesenangan jasadiyah tersebut, walaupun menabrak norma sosial ataupun melanggar syariat Allah.

Sistem ini juga melegalkan ide feminisme yang meracuni pemikiran kaum wanita agar terjun ke ranah publik. Sering kali dibarengi dengan pakaian seksi dan tidak mengenal batasan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan disaat yang sama, negara justru tidak mampu untuk menjamin dan melindungi perempuan dari tindak kekerasan tersebut. Ide kesetaraan gender yang dijunjung tinggi, nyatanya justru menghancurkan kaum perempuan. Para wanita justru banyak yang tereksploitasi dan kehilangan kehormatannya.

Islam Menjaga Kemuliaan Wanita
Disaat kapitalisme berusaha untuk mengeksploitasi wanita dan menjadikan wanita sebagai roda perekonomian, namun berbeda dengan Islam.

Islam menjadikan wanita mulia dengan peran utamanya sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Sebab, Islam memahami jika wanita memiliki tugas mulia yakni mendidik dan mencetak generasi-generasi yang cerdas sebagai garda terdepan untuk tonggak peradaban dunia. Sehingga, wanita benar-benar dididik dan dipahamkan untuk tugas mulia tersebut.

Namun, walaupun tugas utama mereka di ranah domestik, bukan berarti wanita tidak boleh keluar ke ranah publik. Wanita juga boleh keluar ke ranah publik untuk membantu dan menyalurkan bakat mereka demi kemaslahatan umat. Disaat mereka keluar ke ranah publik ada syarat yang wajib dipenuhi. Pertama, mereka harus izin kepada para wali (suami ataupun orang tua) jika ingin bekerja di luar. Kedua, berpakaian syar’i. Ketiga, tidak ada ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan).

Islam pun mewajibkan khalifah untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan seluruh rakyatnya dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi para pencari naskah. Sedangkan perempuan dipastikan mendapatkan nafkah dari para walinya, yakni suaminya jika suami telah meninggal, maka nafkah jatuh kepada walinya, jika wali tidak ada maka nafkah jatuh kepada negara dan masuk dalam pembiayaan baitulmal.

Islam pun mengatur dunia pekerjaan, apa saja pekerjaan yang boleh untuk dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan. Negara juga mengatur bahwa tidak ada ikhtilat/campur baur dalam dunia kerja yang bisa mengakibatkan terjadinya kemaksiatan, seperti perselingkuhan, staycation dan lainnya. Dalam penentuan gaji pun, Islam mengajarkan kepada majikan untuk memberikan gaji sesuai dengan jasa yang diberikan. Jika ada perselisihan gaji/upah, maka negara akan mendamaikan keduanya dan mengembalikan persoalan gaji kepada kebiasaan di lapangan.

Semua hal tersebut hanya bisa dilakukan dengan penerapan Islam kaffah. Yakni sistem politik yang akan mencetak para pemimpin yang amanah dalam menjalankan tugasnya sebagai pengurus urusan rakyat dan pelindung mereka. Sistem pergaulan yang akan mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Sistem pendidikan yang akan melahirkan generasi-generasi cerdas, salah satunya seorang ibu yang pintar. Sistem ekonomi yang akan mensejahterakan rakyat, serta sistem penerangan yang akan mengatur dan memfilter media-media informasi. Dengan hal tersebut, maka rakyat sejahtera, wanita terjaga kemuliaannya. Sebagaimana pada masa khalifah Mu’tasim Billah yang menurunkan pasukan untuk memenuhi panggilan seorang muslimah yang dilecehkan oleh kaum kafir. Wallahu A’alam Bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here