Oleh : Soffy Wineta (Pemerhati Kebijakan Publik)
wacana-edukasi.com, OPINI– Pangan, merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Negara makmur adalah negara yang mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara baik dan merata.
Harga beras sebagai makanan pokok rakyat Indonesia, berangsur melonjak sejak awal 2024. Tercatat oleh Bapanas (Badan Pangan Nasional) per Senin (26/2/24) beras premium naik Rp70,- menjadi Rp16.370,- per kg. Sementara beras medium naik Rp50,- menjadi Rp14.300 per kg. Sebelumnya beras medium di harga Rp14.080 dan beras premium di harga Rp16.080,-. Ini adalah harga rata-rata harian nasional di tingkat pedagang eceran. (CNBC, 26/2/24)
Bahkan di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, beberapa waktu lalu harga beras premium tembus rekor tetinggi Rp18.000,- per kg, melebihi HET (Harga Eceran Tertinggi) sebesar Rp14.800,- per kg. Sedangkan untuk beras medium tembus Rp14.700,- per kg pasca lima hari pemilu. Menurut Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifli Rasyid, kenaikan ini tertinggi dalam sejarah selama 45 tahun menjadi pedagang beras. Harga ini naik sebesar Rp2.700 pada periode yang sama di tahun lalu. (Tempo.co, 27/2/24)
Di tengah polemik masalah beras, Bapanas dan pemerintah tetap menyatakan stok beras nasional masih aman hingga lebaran. Mereka berdalih krisis ini tidak berlangsung lama, karena sekitar Maret-April sudah mulai banyak wilayah yang mengalami masa panen. Sehingga menambah pasokan 3,5 juta ton beras di pasaran. Ditambah pula adanya impor beras 500 ribu ton pada bulan tersebut.
Pemicu Mahalnya Beras
Melonjaknya harga beras, karena minimnya stok di pasaran, banyak yang mensinyalir akibat program bansos yang digulirkan awal Februari menjelang Pemilu 2024. Pemerintah bertekat memberikan 10kg beras kepada 22 juta keluarga miskin per bulan sebagai dampak paceklik. Ini artinya pemerintah membutuhkan 220 ribu ton beras. Bansos beras yang semestinya diberikan per bulan atau paling lama tiga bulan, diubah oleh Jokowi menjadi diberikan di awal selama enam bulan berturut-turut. Sehingga Bulog terpaksa mengeluarkan cadangan berasnya sebesar 1,32 juta ton dari gudang demi program dadakan ini. Akibatnya stok cadangan beras pemerintah menipis, tidak mampu mencukupi kebutuhan pasar ketika mundur masa panen raya.
Persoalan iklim yang dipengaruhi El-Nino sering kali dijadikan faktor penyebab utama terhadap berkurangnya stok beras di pasaran terutama pasca pemilu. Curah hujan yang berkurang atau mundur waktunya, menjadi sebab mundurnya masa tanam. Biasanya masa tanam November, sekarang beralih menjadi Desember-Januari, Namun adanya perubahan iklim El-Nino dijadikan alasan utama adalah sebuah hal yang absurd. Karena kenaikan harga beras sudah mulai dirasakan sejak tahun 2022, waktu meletusnya perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan naiknya harga pupuk. Turunnya subsidi pupuk bagi petani turut andil dalam kenaikan bahan pokok satu ini. Alokasi anggaran buat pupuk bersubsidi (Urea dan NPK) anjlok lebih dari 40%. Sehingga petani terpaksa membeli pupuk non-subsidi yang harganya lumayan tinggi.
Naiknya harga jual gabah karena menurunnya hasil panen juga menjadi alasan klasik dari masalah ini. Nilai jual gabah kering dari yang semula Rp6.000-Rp7.000 melonjak menjadi Rp8.600,-Rp8.700,- sehingga otomatis nilai jual beras pun ikut melonjak. Diketahui apabila nilai jual gabah Rp6.000-7.000,- maka harga beras berkisar Rp12.000- Rp14.000,-. Karena distribusi beras dari petani ke pengusaha penggilingan padi, pedagang grosir yang emmiliki gudang, pedagang agen, hingga eceran dan konsumen. Sehingga bisa dibayangkan bagaimana panjangnya rantai beras yang kita konsumsi sebagai kebutuhan pokok selama ini.
Banyak petani yang hanya mampu mengolah sawah tapi tidak mampu memiliki lahan sawah. Sehingga mereka harus menyewa lahan pertanian, untuk diolah menjadi beras dan menghasilkan uang. Ditengarai terjadi kenaikan ongkos sewa lahan dari semula 3 juta menjadi 12 juta per hektar.
Kelaparan di Tengah Stok Aman
Pada saat pemerintah optimis stok beras aman dan harga akan berangsur turun di harga Rp10.600 untuk beras keluaran Bulog dan Rp 13.500-Rp 13.700 untuk beras premium, ternyata belum menjamin terpenuhinya kebutuhan beras per keluarga di seluruh Indonesia. Hal ini terbukti meningkatnya angka kemiskinan dan jumlah anak stunting menjadi potret buram kecukupan pangan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2023, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 25,90 juta jiwa dengan standar penghasilan kurang dari Rp550.458 per bulan. Standar ini sudah usang karena sudah tidak relevan dengan keadaan Indonesia yang termasuk berpendapatan menengah atas. Seharusnya standar untuk orang miskin adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari 1.2 juta/bulan. Sehingga jika yang mendapat bansos beras berkisar 22 juta penduduk miskin, belum memenuhi jumlah penduduk miskin yang ada walaupun dengan standar yang lama. Walhasil, masih banyak penduduk yang kesulitan makan sehat dan kenyang, ketika pemerintah tidak mengevaluasi standar ukuran kemiskinan distribusi yang tepat sasaran.
Bertebaran di media kaca maupun sosial, antrean mengular masyarakat demi mendapatkan beras Bulog berlabel SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan), sebesar Rp 10.900,- untuk zona 1,
Rp 11.500,-/kg untuk zona 2 dan Rp 11.900,- /kg untuk zona 3. Hal ini menunjukkan daya beli masyarakat menurun di tengah lonjakan harga beras medium sebesar Rp14.000.
Solusi Gagal dan Instan
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan dengan membangun sejumlah Food Estate atau lumbung pangan di berbagai wilayah Indonesia. Kebanyakan program ini membolehkan pembukaan kawasan hutan menjadi lahan pertanian. Tercatat ada 10 provinsi yang dijadikan Food Estate di antaranya kabupaten Gunung Mas (Kalteng) untuk tanaman singkong dan jagung lalu Papua dan Papua Selatan untuk tanaman padi dan jagung, Kabupaten Gresik (Jatim) dengan tanaman mangga, Kabupaten Garut (Jabar) untuk tanaman hortikultura.
Banyak ahli mengkritisi program ini tidak melibatkan tenaga ahli dan petani setempat, sehingga muncul kegagalan tanam dalam proyek ini. Dampak negatif malah munculnya kerusakan lingkungan akibat pembukaan kawasan hutan, masyarakat sering tertimpa bencana banjir dan tanah longsor.
Importasi pangan termasuk beras pun dilakukan demi mencukupi kebutuhan beras sejumlah 250 juta penduduk Indonesia. Pemerintah telah menugaskan Bulog untuk melakukan impor sebanyak 2 juta ton di akhir 2023 dan menambah kuota sebesar 1,6 juta ton sampai akhir 2024. Ditambah impor sebanyak 500 ribu ton yang sudah mulai masuk pasar. Sehingga total impor beras sebesar 4,2 juta ton, ini adalah impor terbesar di era pemerintahan Joko Widodo.
Impor merupakan langkah instan untuk menjaga pasokan pangan negara. Akibat menurunnya hasil pangan dalam negeri. Walau gaung kemandirian pangan selalu digulirkan, namun faktanya jauh dari omongan maupun slogan. Perum Bulog pun melakukan kerja sama dengan gabungan pengusaha pangan untuk merealisasikan rencana tersebut. Akibat dipercayakan kepada para pengusaha, keuntungan menjadi sasaran utama meski untuk pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.
Operasi Pasar dan Bansos beras yang sering dilakukan oleh Bulog pun ternyata tidak merata dan tepat sasaran. Hanya wilayah dan kalangan tertentu yang mendapat pasokan beras murah dan gratis ini. Sehingga kembali masyarakat terpaksa membeli beras mahal atau menahan lapar.
Ketahanan Pangan Hanya dengan Sistem Islam Kaffah
Islam sebagai satu-satunya sistem yang sahih telah menyiapkan seperangkat aturan yang sempurna sebagai solusi umat manusia. Apalagi dalam kepengurusan umat (politik), Islam telah menetapkan serangkaian pedoman untuk menjaga ketahanan negara, termasuk pangan dan keamanan.
Pangan sebagai kebutuhan asasi menjadi tanggung jawab negara secara penuh, untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya secara langsung tanpa peran swasta. Negara dengan sistem Islam kaffah (Khilafah) akan mengurusinya secara menyeluruh, baik dari produksi, konsumsi maupun distribusinya. Negara akan berupaya memenuhi kebutuhan pangan secara individu per individu, bukan berdasar survei maupun laporan tanpa bukti kebenaran.
Pangan dan pertanian akan masuk dalam struktur administratif (Kemashlahatan Umum) yang ditangani oleh departemen, jawatan, serta unit-unit untuk menjalankan urusan negara dan memenuhi kepentingan masyarakat.
Demi menjaga stabilitas pangan, negara akan memperluas lahan pertanian, melalui aturan ihya’ al-mawat (menghidupkan tanah mati), dan kewajiban mengelola tanah secara optimal. Jika selama 3 tahun, tanah yang dipagari tersebut ditelantarkan maka negara akan mengambil dan menyerahkannya kepada orang lain yang sanggup mengolahnya. Negara juga melarang sewa tanah pertanian, hal ini sesuai hadits Rasulullah saw. dalam Shahih Muslim yaitu :
“Rasulullah saw. telah melarang pengambilan sewa atau bagian atas tanah”. (HR.Muslim)
Sedangkan untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian, negara akan mendorong para ilmuwan untuk menemukan teknologi terbaru baik dalam pembibitan, pemupukan sampai sarana pengolahan pertanian.
Kestabilan pangan juga akan dikontrol hingga tingkat distribusi, melalui larangan penimbunan barang hingga menyebabkan kelangkaan di pasar. Imam Muslim menuturkan hadis dengan sanad dari Said bin Al-Musayyab bahwa Muammar berkata :
Rasulullah saw. telah bersabda: “Siapa saja yang melakukan penimbunan, dia telah berbuat salah” (HR Muslim)
Negara juga tidak melakukan pematokan harga barang tertentu, semua diserahkan sesuai kondisi pasar, besar-sedikitnya permintaan dan penawaran. Pematokan harga merupakan salah satu bentuk kezaliman yang harus dihilangkan. Apabila dilakukan oleh penguasa, maka rakyat berhak mengadukan ke Mahkamah Mazhalim.
Di sektor lapangan pun, negara akan menyediakan Kadi Hisbah yang bertugas mengawasi bila terdapat segala penyimpangan dalam transaksi jual-beli dan langsung memberi putusan kepada pelakunya. Hal ini seperti tadlis (penipuan), maupun gabhn al Fahisy (menjual/membeli barang dengan harga yang lebih rendah atau lebih tinggi dari rata-rata.
Demikian sempurnanya sistem Islam mengatur dari hulu hingga hilir persoalan pangan. Sehingga wajar terwujud ketahanan pangan yang hakiki, dan bukan basa-basi.
Wallahu’alam bishawwab
Views: 11
Comment here