Oleh Siti Aisah, S.Pd
(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)
wacana-edukasi.com– Mistis, nonlogis, irasional adalah kata yang tepat untuk sesuatu yang tidak masuk akal, tersembunyi atau rahasia. Ghaib kata yang sepadan dengan klenik. Namun, kata klenik ini lebih kearah makna yang negatif. Sesuatu yang tidak dapat diindera dalam Islam ada aturan. Beriman kepada yang gaib adalah sesuatu yang diperintahkan. Tapi, dalam jalur yang telah ditetapkan oleh sang Pencipta lewat firman-Nya.
Pimpinan tertinggi sebuah negara berpenduduk mayoritas Islam kini sedang viral, pasalnya presiden beserta para pemangku jabatan daerah dinilai sedang melakukan prosesi klenik. Ritual yang dianggap budaya ini dinamakan kendi nusantara. Prosesi adatnya adalah dengan mengisi kendi yang telah disediakan itu dengan tanah. Tanah itu diambil dari 34 provinsi berbeda di seluruh Indonesia yang dibawa oleh para gubernurnya. Maka tak heran tindakan ini dinilai sebagai bentuk politik klenik ini dianggap ritual perdukunan.
Ubedilah Badrun menuturkan praktik semacam ini dalam kacamata sosiologi budaya dan politik dinamakan sebagai politik klenik. Hal ini karena keinginan penguasa untuk segera pindah ke Ibu Kota Negara (IKN). Namun sayangnya, praktik yang mengisi kendi dengan tanah dan air dari seluruh provinsi di Indonesia ini sesuatu yang diluar akal manusia dan mengada-ada tapi tetap diyakini sebagai sebuah pesan mistik. Praktik ini dinilai oleh pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta ini sebagai sebuah kemunduran peradaban politik yang bertentangan dengan rasionalitas masyarakat modern. Hal ini karena perpolitikan modern yang menghadirkan pemerintahan modern ini mensyaratkan adanya rasionalitas dalam seluruh implementasi kebijakannya. Sedangkan membawa kendi berisi air dan tanah dari 34 provinsi itu sesuatu yang irasional. (kompas.com, 14/03/2022)
Pada dasarnya praktik klenik ini kental dengan dunia mistis, istilah politik klenik atau bersekutu dengan jin untuk melancarkan segala keinginan politik atau berharap proyek pemindahan IKN berjalan lancar adalah sesuatu yang diharamkan dalam Islam. Andai kebijakan IKN ini Adalah sesuatu yang membawa kesejahteraan dan kebaikan, niscaya rakyat akan senantiasa mendukung kebijakan pemimpin. Tetapi pada faktanya, kebijakan pemindahan IKN syarat dengan kepentingan politik oligarki.
Jika pemimpin sudah mengajak pada kesyirikan, lalu semakin jauh akan keberkahan untuk negeri ini. Penerapan kapitalisme bukan hanya merusak secara ekonomi tetapi juga secara akidah. Astaghfirullah. Lihatlah kisah Fir’aun mendapat mimpi dan ditafsirkan secara klenik bahwasanya akan ada bayi laki-laki yang menggoncang kekuasaannya. Setelah mendengar dan meyakini hal itu, dengan tangan besi Fir’aun memerintahkan membunuh semua bayi laki-laki yang lahir pada tahun itu. Namun, tak perlu nengok ke negeri Piramida. Di negeri yang dikenal mayoritas Islam pun dikenal masih memegang nilai klenik dalam politik. Tengoklah saat Pilkada atau Pemilu tiba, tak sedikit dari para calon legislatif (caleg) melakukan ritual mistis. Seperti rela berendam di sumber mata air yang disebut suci; mempersembahkan sesaji; mendatangi ‘orang pintar’ terbaik dan berharap darinya azimat khusus untuk kemenangan politik.
Pertanyaannya adalah Apakah pemimpin yang adil bijaksana akan lahir dari rahim mistis, atau Mengapa hal mistis atau klenik ini bisa masuk ke dunia perpolitikan? Sedangkan Politik hanya sekadar urusan negara? Ternyata semua itu tidak bisa dilepaskan dari keyakinan seseorang atau belief system (sistem keyakinan).
Pada dasarnya demokrasi sebagai sistem politik ini tidak mengenal antara halal dan haram, iman dan syirik, lalu mistis dan non mistis. Hal ini karena demokrasi berlandaskan atas kebebasan atau liberalisme. Kebebasan individu menjadi hal yang utama, agama tidak boleh ikut campur di dalamnya, jadi wajar saja apabila jalan menuju ke arahnya adalah sebuah kesirikan. Karena pada dasarnya sumber hukum yang diambil dalam sistem demokrasi ini adalah hukum buatan manusia.
Perlu diperhatikan tataran nilai dalam kehidupan masyarakat dari prespektif ilmu sosiologi, politik yang bercampur dengan klenik (baca: mistis) adalah seseorang yang meyakini bahwa ada cara untuk lepas dari segala tipu daya, walaupun meyakini adanya Sang Pencipta, tapi ajarannya dianggap tidak layak mengatur kehidupan. Sehingga klenik lebih menjadi ikonik dalam mendapatkan perlindungan, kekuatan dan kesuksesan. Anggapan tentang seolah-olah ada kekuatan diluar dari diri manusia yang mampu membantu segala permasalahan dan mewujudkan impian.
Berikut ini beberapa hal yang perlu ditelaah lebih dalam tentang klenik politik, yaitu:
Pertama, paham sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan dan menyisihkan peran agama yang hanya sekedar ibadah spiritual saja. Tak hanya itu, politik demokrasi yang didalamnya mengadopsi liberalisme dan sekulerime mengganggap masalah klenik ini sebagai masalah individual yang tidak boleh diganggu kebebasannya.
Kedua, pola pikir para pelaku politik yang masih mengganggap dan memiliki orang pintar atau guru spiritual yang mampu mengarahkan dan membimbingnya. Alhasil mereka akan patuh akan wejangan atau nasihat darinya.
Ketiga, keimanan yang melekat dalam dada individu bergantung saat ia meyakini bahwa hanya Allah satu-satunya Al-Khaliq (Pencipta) dan Al-Mudabbir (Pengatur). Sehingga keimanannya akan sempurna dan tindak mengganggap Allah sebagai sesembahan saja, sedangkan syariahnya diabaikan. Dengan demikian kesirikannya itu tidak dianggap sebagai sebuah keharaman.
Keempat, mengganggap bahwa klenik politik adalah sebuah keharusan dan kebiasaan. Bedanya dengan sistem oligarki yang mendapatkan posisi penting, sedangkan jika guru spiritual itu belum tentu mendapatkan jabatan. Tetapi mereka lazim memperoleh harta berlimpah dan dicukupi segala kebutuhannya. Sedangkan dengan oligarki, pendukung, dan kelompoknya yang memang mendapatkan langsung keuntungan. Biasanya, guru spiritual mendapatkan harta yang berkelimpahan. Dicukupi segala kebutuhannya.
Kelima, berfikir irasionalitas sehingga terjerumus dalam jurang kebodohan. Tak ayal para pelaku politik klenik ini berasal dari seseorang yang memiliki gelar tinggi, namun mereka merasa tidak puas dan seolah klenik ini adalah senjata penyempurna bagi keberhasilan perpolitikannya. Sehingga ada rasa tidak lengkap saat tak menggunakannya.
Alhasil jika praktik klenik politik ini masih dijadikan hal penting, maka bagaimana bisa negeri ini diatur dengan Islam, yang pada dasarnya bertolakbelakang. Keberkahan akan semakin jauh dan seperti mengundang azab. Manusia adalah mahluk Allah Yang Maha Kuasa, jadi ingatlah kekuasaan untuk menjabat dan memimpin hanya sebuah titipan dari Allah.
Wallahu a’lam bishshawab
Views: 32
Comment here