Oleh Ari Wiwin (Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com, OPINI– Gemah ripah loh jinawi, subur, makmur negeri ini sudah terkenal di seluruh dunia, namun semua itu tak seindah kenyataan. Di negeri ini masih banyak anak menjerit kelaparan yang mengakibatkan gizi buruk atau stunting. Dan itu terus berulang tanpa ada solusi terbaik untuk masalah tersebut.
Oleh karena permasalahan stunting ini memang sangat mengkhawatirkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan gencar melakukan upaya penanganan dan pencegahan stunting. Salah satunya dengan pemberian protein berupa telur dan ayam. Sasaran keluarga penerima manfaat (KPM) adalah masyarakat di Kecamatan Pamengpeuk dan Pengalengan Kabupaten Bandung. Pemberian bantuan tersebut disalurkan oleh ketua TP PKK Kabupaten Bandung Hj. Emma Dety Dadang Supriatna didampingi Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bandung. (balebandung.com Kamis 4/5/2023)
Selain pemberian protein pemerintah juga memberikan kapsul tambah darah buat ibu-ibu hamil agar kelak bayi yang dilahirkan terhindar dari stunting. Pemerintah juga mengupayakan agar ibu-ibu yang mempunyai bayi bisa menyusui bayinya selama kurang lebih 6 bulan. Namun, akankah upaya tersebut bisa berjalan dengan maksimal selama negara masih mengemban aturan kapitalis sekuler? Dengan mengadopsi paham ini kesejahteraan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan kolektif bak mimpi di siang bolong. Karena untuk makan sehari-hari saja sulit apalagi mendapatkan makanan dengan gizi dan nutrisi seimbang.
Stunting atau gizi buruk diakibatkan karena makanan yang kurang dan tidak bergizi. Stunting bisa diatasi dengan memenuhi gizi yang baik seperti 4 sehat 5 sempurna. Ini sering terjadi pada anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun tapi tak jarang ada yang terjadi pada anak yang mulai tumbuh remaja. Jika hal ini dibiarkan maka efek yang akan ditimbulkan sangat berbahaya dan rentan terhadap penyakit.
Sedangkan menurut data dari WHO kasus stunting di Indonesia masuk prosentase yang tinggi. Meskipun ada upaya pemerintah dengan pemberian telur dan ayam tapi tidak didukung oleh faktor lain tentu upaya tersebut hanyalah sia-sia saja. Seharusnya pemerintah juga mengetahui akibat dari faktor kemiskinan sehingga masalah gizi buruk ini terus berulang. Yakni akibat dari sistem dan aturan sekuler menyebabkan kemiskinan dan pelayanan pada rakyat tak optimal, sehingga masyarakat tidak memperhatikan perlunya gizi, yang penting bisa makan. Ditambah lagi semenjak adanya Covid-19, marak terjadi PHK secara besar-besaran, jumlah penganguran bertambah dan sulit mencari pekerjaan, ditambah lagi naiknya harga pangan, banyak anak yang putus sekolah akibat tidak punya biaya sehingga mereka memilih menjadi pemulung. Dan itu tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah, akibatnya anak-anak banyak yang mengalami gizi buruk karena kekurangan asupan makanan bergizi.
Negara saat ini justru lebih disibukkan dengan investor-investor dan para korporat yang berdalih menanamkan modal atau membangun infrastruktur, tetapi mereka sebenarnya mengeruk kekayaan di negara ini. Jika saja kekayaan alam dan aset publik dikelola oleh negara dan tidak diserahkan pada korporat asing, tentu pemasukannya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat secara maksimal. Apalagi jika negara juga benar-benar hadir sebagai penanggung jawab urusan umat, maka permasalahan stunting tak lagi terjadi. Amanah kepemimpinan bukanlah menyerahkan milik umum ke tangan kapitalis melainkan harus bebas dari segala intervensi asing yang mencoba merampas hak umum menjadi milik pribadi. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. yang berbunyi:
“Imam/pemimpin adalah raa’in (pengurus atau penggembala) rakyatnya dan dia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab mengurusi kebutuhan rakyatnya dan memastikan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan, kesehatan, serta keamanan) masyarakat dapat terpenuhi sesuai hukum syarak. Pemimpin dalam Islam juga akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi yang membutuhkan juga mendorong setiap kepala keluarga atau laki-laki yang sudah balig untuk bekerja. Sehingga di dalam sistem Islam ekonomi keluarga akan tercukupi dan terhindar dari kemiskinan ataupun kekurangan gizi.
Seperti dicontohkan pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, beliau menyediakan subsidi bagi orang-orang miskin dan selalu mengutamakan kepentingan rakyat, beliau juga memperbaiki sektor pertanian dengan membuat irigasi, sumur dan jalan raya. Beliau juga berperan besar dalam menyebarkan agama Islam, menaikkan gaji, memeratakan kemakmuran dengan memberi santunan kepada fakir miskin sehingga pada masa itu tidak ditemukan rakyat miskin ataupun warga yang mengalami gizi buruk.
Rasullullah saw. juga pernah bersabda yang berbunyi:
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai sudaranya, sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim)
Menurut hadis di atas salah satu pokok ajaran Islam adalah sesama muslim itu bersaudara, jadi jika ada salah satu umat muslim dilanda kesusahan harus saling membantu sesuai hukum syarak.
Dalam sistem Islam para agniya atau orang-orang yang mampu didorong untuk mengeluarkan zakat, semua dilakukan untuk mengharap rida Allah Ta’ala.
Ketika masalah kemiskinan teratasi dan dengan pembinaan yang terus dilakukan oleh negara mengenai hidup sehat masyarakat akan terhindar dari masalah stunting. Berakhirnya stunting hanya akan terwujud jika umat Islam kembali pada aturan Allah Swt. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban kaum muslim untuk mau menerapkan hukum Islam secara sempurna.
Wallahu a’lam bi as shawab.
Views: 16
Comment here