wacana-edukasi.com– Kebijakan minyak goreng satu harga atau Rp 14 ribu per liter yang dikeluarkan pemerintah pada 26/1 lalu akhirnya menjawab keresahan emak-emak di seantero negeri. Namun, kebijakan yang awalnya bak angin surga justru berubah haluan membuat para emak gundah gulana. Pasalnya, baru dua minggu minyak goreng satu harga nyatanya tidak bertahan lama di sejumlah ritel modern. Bahkan, di pasar tradisional minyak goreng satu harga belum ada (JPNN.com 28/01/2022).
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga adanya permainan mafia dalam masalah minyak goreng ini, yakni praktek kartel hingga dugaan penimbunan yang mengakibatkan kekosongan stok minyak goreng di minimarket. Ketua YLKI Tulus Abadi menilai, hal tersebut melanggar Undang-undang Perdagangan. Sehingga, wajib ditelusuri apakah kekosongan stok minyak goreng subsidi memang habis diborong atau ditimbun (Detik.com 29/01/2022).
Selain itu, ketetapan satu harga sejatinya akan sulit diterapkan. Sebab, kebijakan itu justru akan menimbulkan masalah baru. Salah satunya, aksi borong yang dilakukan konsumen alias panic buying. Tentu ini berpotensi melahirkan minyak goreng oplosan yang dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab guna meraup keuntungan lebih.
Ironis meski RI merupakan produsen CPO terbesar namun, faktanya Indonesia bukanlah penentu harga internasional (price leader). Karena, mayoritas produksi masih diekspor ke pasar internasional, maka harga patokan pun mau tak mau mengikuti pasar luar seperti acuan Rotterdam. Ya, sawit tak lagi milik Indonesia. Sawit sudah menjadi komoditas dunia. Nyatanya, hanya 35 persen saja yang mampu diserap oleh konsumsi dalam negeri. Selebihnya, dilempar ke pasar luar negeri.
Saatnya mengakhiri gurita sistem ekonomi kapitalis neoliberal yang selama ini digunakan dalam mengelola sawit. Sistem ekonomi yang hanya berpihak pada para pemodal yang rakus dan tak memihak pada rakyat. Mari beralih pada pemerintahan yang menjamin keadilan dengan kebijakan tidak melakukan penetapan harga, melakukan operasi pasar syar’i, dan menghilangkan segala pajak pungutan barang. Wallahu a’lam bisshowwab.
Teti Ummu Alif
Kendari, Sulawesi Tenggara
Views: 18
Comment here