Wacana-edukasi.com — Badai coronavirus makin menggila, rakyat makin sengsara. Begitulah nasib yang melanda sebagian besar rakyat Indonesia. Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, sangat merasakan dampak wabah ini, hidup makin sulit ditambah dengan adanya virus yang siap merenggut nyawa. Namun, sebagian masyarakat ada yang tidak terdampak yaitu mereka yang tajir, yang punya jabatan.
Sungguh, bagi mereka yang miskin di saat ini sulit sekali untuk mendapatkan sesuap nasi, apalagi sekarang ini diberlakukannya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).
Luhut Binsar Panjaitan selaku Koodinator PPKM ( Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ) Darurat, telah menekankan kepada jajaran pemerintah dan aparat keamanan untuk memastikan tidak ada masyarakat di wilayahnya yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan pokok (merdeka.com 11Juli 2021).
Pemerintah mengklaim, tidak ada rakyat kelaparan dengan telah mendirikan dapur umum dan melanjutkan pemberian bansos pandemi. Namun, masih banyak rakyat yang membutuhkan yang tidak bisa mengakses bantuan, karena faktor administratif dan akses transportasi ke dapur umum.
Mengenai bansos pandemi juga tidak menjamin akan tercukupinya kebutuhan rakyat karena bantuan tersebut tidak adil dan merata. Serta salah sasaran, yang berkecukupan dapat sedangkan yang benar- benar butuh tidak dapat. Kenyataannya tidaklah benar apa yang dilontarkan pemerintah tersebut karena faktanya masih banyak rakyat yang kelaparan.
Apa yang dilontarkan pemerintah tersebut hanya sebatas lingkungannya saja. Memang jajaran pejabat di lingkungan pemerintah tidak ada yang kelaparan malah kekenyangan, oleh tingkah polah mereka yang memalukan, sebagai tikus-tikus berdasi yang tega merampas hak rakyat dengan mengkorupsi bansos pandemi.
Pemerintah diharapkan lebih banyak bekerja dibanding membangun citra bahwa sudah banyak melakukan tindakan penanganan wabah. Nyatanya wabah malah semakin parah. Dan lagi-lagi rakyat yang jadi korbannya. Pemerintah tidak sepenuh hati dalam mengurusi rakyatnya. Pemerintah hanya mementingkan para kapitalis.
Ya, karena negara ini memakai sistem kapitalisme yang hanya mementingkan mereka yang punya modal dan kaya. Sistem kapitalisme ini hanya mengagungkan materi. Materi adalah segala-galanya tanpa ada rasa belas kasihan dan kemanusiaan.
Di dalam sistem kapitalisme ini, rakyat yang miskin akan semakin sulit dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Padahal, apabila penguasa negeri ini benar- benar meriayah rakyatnya tentu “anak ayam di lumbung padi tidak akan mati kelaparan”.
Berbeda dengan sistem Islam. Di dalam sistem Islam, kepala negara benar-benar meriayah rakyatnya dengan adil dan merata. Sebagaimana dulunya Khalifah Umar bin Khattab yang begitu peduli dengan rakyatnya. Yang rela memikul sendiri bahan pangan untuk diberikan kepada seorang ibu dan anak-anaknya yang kelaparan.
Khalifah Umar adalah sosok pemimpin yang bertanggung jawab atas segala kebutuhan rakyatnya. Karena seorang pemimpin haruslah bertanggung jawab atas jiwa seluruh rakyatnya. Dan lebih mencintai rakyatnya daripada dirinya sendiri.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Sebaik-baik pemimpin ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga kalian yang mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim)
Saat ini kita sangat merindukan sekali pemimpin yang benar-benar mencintai dan peduli dengan kebutuhan rakyatnya. Bukan pemimpin yang sibuk dengan pencitraan yang abai dengan tugasnya sebagai kepala negara.
Linda Kamil
Views: 8
Comment here