Oleh : Newvitasa
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional merupakan hari penghapusan kekerasan terhadap perempuan yang diperingati setiap tanggal 25 November sampai 10 Desember. Peringatan HATKP tahun 2023 mengusung tema “UNITE! Invest to prevent violence against women and girls”. Tema tersebut berfokus pada pentingnya mendanai berbagai strategi pencegahan untuk menghentikan kekerasan agar tidak terjadi.
Mengapa 16 Hari?
Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Mengutip dari laman Komnas Perempuan, daftar kampanye 16 HAKTP adalah sebagai berikut:
25 November: Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
29 November: Hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM).
1 Desember: Hari AIDS Sedunia.
2 Desember: Hari Penghapusan Perbudakan Internasional.
3 Desember: Hari Penyandang Disabilitas Internasional.
5 Desember: Hari Sukarelawan Internasional.
6 Desember: Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan.
9 Desember: Hari Pembela HAM Sedunia
10 Desember: Hari HAM Internasional.
Lantas Apakah Perempuan Sudah Merasa Aman?
Dari banyaknya hari peringatan anti kekerasan terhadap perempuan sejatinya secara signifikan tidak mengalami banyak perubahan, faktanya kasus kekerasan terhadap perempuan malah mengalami peningkatan. Mengutip dari Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2022 didominasi oleh kekerasan terhadap mantan pacar sebanyak 713 kasus. Disusul kekerasan terhadap istri sebanyak 622 kasus, kekerasan dalam hubungan pacaran sebanyak 422 kasus, kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 140, dalam relasi keluarga sebanyak 111 kasus dan kekerasan oleh mantan suami sebanyak 90 kasus, (Goodstats, 16-09-2023).
Kekerasan terhadap perempuan penyandang disabilitas juga mengalami kenaikan di tahun 2022 yaitu sebanyak 52 kasus dari 42 kasus di tahun 2021. Stigma yang ada pada perempuan ditambah dengan menyandang disabilitas menjadikan mereka lebih rentan menjadi korban kekerasan baik di lingkungan keluarga, tetangga dan tempat kerja (Goodstats, 04-08-2023).
Artinya, gerakan kampanye yang dilakukan tidak bisa menuntaskan persoalan kekerasan terhadap perempuan karena masalah kekerasan terhadap perempuan tidak bisa dilihat dari kasus per kasus.
Menurut beberapa ahli, ada banyak faktor yang memicu terjadinya kekerasan terhadap. Di antaranya adalah kemiskinan, budaya patriarki yang mendiskriminasi perempuan, perselingkuhan, pernikahan dini, dan rendahnya kesadaran hukum. Apabila membahas faktor pemicunya kemiskinan, maka hal tersebut tidak bisa lepas dari aspek-aspek pendorong kemiskinan itu sendiri. Kurang tersedianya lapangan pekerjaan menyebabkan banyak suami menganggur sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga menyebabkan para istri untuk membantu mencari nafkah.
Akhirnya karena ada pertukaran peran dalam mencari nafkah mengakibatkan runtuhnya keharmonisan rumah tangga yang memicu adanya KDRT, perselingkuhan, bahkan perceraian. Baru satu faktor tetapi menimbulkan banyak permasalahan dan sebagian besar korbannya adalah perempuan. Bagaimana dengan faktor yang lain? Sejatinya faktor utama penyebab kekerasan terhadap perempuan adalah diterapkannya sistem sekuler kapitalisme yang memandang perempuan sebagai komoditas yang menghasilkan keuntungan. Bahkan, perempuan menjadi komoditas sensual yang hanya dilihat dari bentuk dan rupa fisiknya.
Kapankah Perempuan Bisa Merasa Aman?
Islam sangat memuliakan perempuan, dalam pandangan Islam, perempuan adalah sosok yang wajib terlindungi dan mulia. Di dalam Al-Qur’an Allah SWT telah merincikan kedudukan, hak dan kewajiban bagi laki-laki dan perempuan secara adil.
Sejak jaman Rasulullah hingga runtuhnya Usmaniyah, penjagaan terhadap perempuan sangat dijunjung sehingga dalam rentang hampir 1400 tahun jarang ditemui adanya kasus kekerasan terhadap perempuan. Adanya perlindungan yang diberikan oleh kepala negara dan didukung oleh peraturan-peraturan yang mengikat menjadikan masyarakat saling melindungi. Di bawah pemimpinan Islam kehidupan masyarakat berjalan sesuai dengan fitrahnya, laki-laki mencari nafkah dan perempuan menjadi ibu pendidik generasi. Hal ini dapat dilihat dibawah kepemimpinan islam lahir generasi-generasi yang cemerlang dan terjaganya keamanan perempuan.
Jadi kapankah perempuan bissa merasakan aman? Yaitu apabila kita hidup dengan menerapkan Islam secara keseluruhan, tidakkah kita rindu dengan masa itu?
Views: 8
Comment here