Oleh: Ummu Faqih (Aktivis Dakwah dari Kota Banjar)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Dilansir dari CNBC (23/1/25), pemangkasan anggaran dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan efisiensi belanja negara, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemangkasan anggaran ini akan menyasar belanja yang dinilai kurang produktif atau bisa dilaksanakan dengan anggaran yang lebih kecil.
Hal ini menjadi bukti bahwa selama ini terjadi pemborosan, belanja yang tidak penting, dan tidak prioritas. Model pengelolaan ini juga meniscayakan kelalaian terhadap uang rakyat, mendorong terjadinya penyalahgunaan, termasuk korupsi. Pemangkasan anggaran ini diduga kuat hanya bertujuan untuk pencitraan (kebijakan populis-otoriter), mengingat lepasnya tanggung jawab negara atas segala urusan umat sebagai konsekuensi penerapan sistem kapitalisme.
Salah Konsep dan Tujuan
Sistem yang diterapkan saat ini gagal dalam mengurus negara dan mengelola anggaran negara. Kegagalan pemerintahan dalam mengelola anggaran ini terjadi karena salah konsep. Dalam sistem kapitalis, negara seolah menjadi institusi untuk meraih keuntungan, sehingga kebijakan yang dikeluarkan diukur berdasarkan untung dan rugi.
Faktanya, kaum oligarki berupaya menguras habis kekayaan sumber daya alam demi keuntungan mereka sendiri, sedangkan kebijakan penguasa dan anggaran sejatinya hanya untuk memfasilitasi kebutuhan mereka, bukan untuk melayani dan menyejahterakan rakyat.
Sejatinya, pemangkasan anggaran tidak akan mengubah apa pun. Selama sistem ekonomi yang diterapkan tetap kapitalisme, yang mengandalkan pajak dan utang dalam pemasukan negara, serta pengeluaran negara yang tidak disandarkan pada kemaslahatan rakyat, permasalahan ini tidak akan terselesaikan.
Konsep dan Tujuan yang Benar
Penguasa dalam Islam adalah pelayan (raa’in), dan menjadi tugasnya untuk mengurus keuangan negara hingga terwujud kemakmuran di tengah masyarakat.
Pejabat dan pegawai dalam khilafah adalah pihak yang bertakwa, amanah, dan takut menyentuh harta milik rakyat serta profesional. Ini merupakan buah dari sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Adanya sistem sanksi yang tegas juga menjadi pencegah pelanggaran terhadap harta negara, ditambah dengan adanya keimanan yang kuat dan kontrol masyarakat.
Peraturan Islam berkaitan dengan pos-pos penerimaan negara adalah pos anfal, fai, ganimah, khumus, jizyah, kharaj, harta kepemilikan umum, harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara, harta usyur, harta orang yang tidak memiliki harta waris, harta milik negara, harta orang murtad, dan zakat.
Pengelolaan keuangan ala APBN Syari’ah, negara memiliki banyak pos penerimaan. Contohnya, pemanfaatan pos kepemilikan umum jika sumber daya alam dikelola oleh negara, tentu hasilnya dapat digunakan secara optimal. Indonesia memiliki sumber daya alam terbesar di dunia, seperti batu bara, hutan terluas, emas, gas alam, nikel, dan sebagainya. Semua itu dapat menjamin kesejahteraan masyarakat.
Penerimaan dan belanja negara harus sesuai dengan syariat Allah Swt. Allah Swt. telah memberikan peraturan yang terbaik dan memastikan bahwa semua kekayaan alam pasti cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, selama manusia patuh pada aturan-Nya. Berlepas diri dari peraturan-Nya justru akan membuat kehidupan menjadi susah, sempit, dan mengundang azab-Nya.
Islam telah menetapkan tanggung jawab pengurusan umat ada pada diri khalifah sejak baiat dilaksanakan. Oleh karena itu, khalifah wajib menjaga penerapan semua hukum syariat. Islam juga menetapkan khalifah sebagai pihak pemutus setiap kebijakan dengan berpegang pada syariat Allah. Penerapan sanksi yang tegas dan menjerakan juga diperlukan.
Sejarah Telah Membuktikan
Di era khalifah Umar bin Abdul Aziz, beliau berhasil mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan. Semua rakyat di seluruh penjuru wilayah kekuasaan Islam hidup berkecukupan, sementara di Baitul Mal masih terdapat banyak uang.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan Hamid bin Abdurrahman untuk membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi. Hamid bin Abdurrahman berkata, “Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz kemudian memerintahkan lagi, “Kalau begitu, bila ada lajang yang tidak memiliki harta dan ingin menikah, nikahkanlah dan bayarlah maharnya.”
Hamid bin Abdurrahman menjawab, “Saya sudah menikahkan semua yang ingin menikah, namun di Baitul Mal ternyata dana yang tersimpan masih banyak.”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz kemudian memberi perintah lagi, “Carilah orang yang dililit utang, beri mereka uang untuk melunasinya!”
Hamid bin Abdurrahman kembali menjawab, “Saya sudah membayar utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun memberi pengarahan, “Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj namun kekurangan modal, beri mereka pinjaman agar mampu mengelola tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.”
Hamid bin Abdurrahman kembali menjawab, “Saya sudah melaksanakannya, namun di Baitul Mal masih banyak uang.”
Sulitnya mencari orang miskin di zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz. Semua rakyatnya hidup berkecukupan.
Sejarah Islam menjadi bukti konkret bahwa ketika seorang penguasa Muslim bertekad benar dan bertanggung jawab kepada rakyatnya di hadapan Allah Swt., maka segala hal yang bengkok akan diluruskan dan semua yang menyimpang akan kembali ke jalur yang benar. Hanya sistem Islam kaffah yang dapat membebaskan penderitaan rakyat saat ini. []WE/IK.
Views: 4
Comment here