Oleh: Annida Khairunnisa
“Setiap yang bernyawa pasti merasakan kematian” (QS Ali Imran ayat 185).
Setiap kali mobil ambulans yang melewati depan rumahku dengan suara sirinenya yang lantang, selalu membuat jantungku berdegup kencang. Satu kata yang melintas dalam benakku “kematian”.
Seksama kuamati kemana laju mobil itu berjalan, seiring itu hatiku pun masih berdegup kencang. Ya, jika ajal tiba, tak satu orangpun bisa menunda.
Dalam diam, diri ini merenung. Berfikir sejenak tentang hakekat hidup. saat diri ini lahir ke dunia diiringi tangisan yang sangat keras karena tidak mampu menolak perjanjian dengan sang Khaliq. Di saat itu semua orang bahagia walaupun ada yang menangis itupun adalah tangis bahagia.
Begitu halnya hari-hari yang dilalui di dunia yang fana, besok akan diminta pertanggungjawaban oleh-Nya. Ya, tak ada yang lepas dari pengawasannya.
Sebagai seorang muslim yang beriman, sudah seharusnya meyakini kehidupan akhirat itu pasti adanya, maka dia akan merasa selalu diawasi Allah dan menyandarkankan segala perbuatannya terikat dengan ruh yaitu kesadaran manusia akan hubungannya dengan Allah Swt.
Berbicara kematian, ada pengalaman yang paling berkesan di dalam hidupku. Kebetulan di daerah tempat saya tinggal, tidak ada orang yang bisa memandikan jenazah dan mengkafaninya.
Tanpa pikir panjnag, akhirnya diriku pun memutuskan untuk belajar dengan ustazah Siti Khodijah, salah satu Ustazah yang cukup memahami ilmu agama di daerah kami. Karena ketekunan, alhamdulillah Allah memudahkanku untuk memahaminya.
Suatu hari, Ketua Majelis Taklim memintaku untuk melakukan pembinaan agama dengan materi mengurusi penyelenggaraan jenazah. Dalam hati saya berkata “pucuk dicinta ulampun tiba” Ya, akhirnya, apa yang pernah saya dapatkan dari Ustdzah Siti Khodijah kutransferkan pemahaman itu kepada ibu-ibu Majelis Taklim.
Hari demi hari berlalu, setelah aku mengajarkannya. Efek yang muncul setiap ada orang meninggal, saya diminta pak RT untuk mengurusinya. Ya, tentunya sudah ada beberapa mayat yang saya temui.
Suatu hari ada yang meninggal wanita dalam keadaan hamil besar beserta dengan janin yang dikandungnya. Mayat itu tersenyum seakan-akan bahagia menghadap penciptanya, tetapi seakan-akan menampar batin saya yang masih hidup. Pengorbanan seorang ibu memang begitu besar, bahkan nyawa sekalipun dipertaruhkannya. Maka pahala yang sangat besar disisi Allah Swt.
Beberapa hari setelah jenazah dikubur. Saya selalu menangis setiap waktu sholat tiba. b
Bayangan wajahnya yang bahagia selalu memenuhi benak saya.
Begitu indahnya meninggal khusnul khatimah. Ya Allah, bagaimana saya nanti ketika meninggal? apakah bekal yang saya bawa telah cukup untuk menghadapNya.
Waktu terus berlalu dan tidak bisa untuk kita hentikan walau sedetikpun. Kejadian demi kejadian datang silih berganti.
Suatu pagi yang cuacanya mendung dan sedikit gerimis seakan-akan ikut berduka. Tiba-tiba ada suara ketukan pintu, ada tamu datang membawa berita duka untuk kesekian kalinya. Ternyata ada lagi tetangga saya, yang lebih dulu dijemput oleh Allah SWT. Kejadian ini seakan-akan menempel dibenak saya, yaitu seorang seorang ibu yang baru masuk Islam empat bulan yang lalu ( sebutannya muallaf ) tentu dosanya telah diampuni Allah seluruhnya. Maka diibaratkan seperti bayi yang baru terlahir tanpa ada dosa, kembali ditambah dalam keadaan hamil dan juga memelihara dua orang anak tirinya dengan baik. Luar biasa sekali beliau sebagai seorang muslim dan sebagai seorang ibu.
Mayatnya tersenyum dan aromanya wangi itu juga menggelitik perasaan saya yang amat dalam sambil bergumam “sayang sekali Allah sama beliau” di usia yang masih muda, muallaf, hamil dan mengasuh anak tiri dengan kasih sayang yang tulus itu luar biasa.
Lagi-lagi setiap tengah malam yang gelap gulita, tepatnya dua pertiga malam setelah sholat tahajjud. Bayangannya muncul lagi dibenak saya.
Teringat pesan Rasulullah SAW kepada Khalifah kedua, Umar ibn Khattab, pernah berkata: “Bersama sepuluh orang, aku menemui Nabi SAW lalu salah seorang diantara kami bertanya, ‘Siapa orang paling cerdas dan mulia wahai Rasulullah? ‘Nabi menjawab, ‘orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya, mereka itulah orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat’.”( hadist riwayat Ibnu majah ).
Ya, kematian adalah misteri namun wajib diimani. Datangnya tak bisa ditunda dan seorang muslim wajib mengimaninya.
Berbicara Covid-19, ada hal yang menghantui. Ketakutan yang luar biasa dirasakan banyak orang saat ini, karena virus ini sangat mematikan. Kita harus bertarung dengan virus yang tidak kasat mata, sebagai seorang muslim harusnya kita meningkatkan lagi keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Sebagai manusia biasa yang tidak kekal di dunia ini. Harusnya hilangkan rasa sombong, karena kita manusia yang bersifat lemah, serba kurang dan terbatas. Kita hanya mahluk bagi sang Khaliq. Ini yang harus kita sadari. Hanya dengan virus covid-19 yang sangat kecil tidak nampak dengan mata tetapi itu bisa membuat kematian dimana-mana yang merenggut ratusan ribu nyawa sampai saat ini, semakin banyak saja jiwa-jiwa yang melayang karena tidak jelasnya tindakan yang diambil penguasa dan hancurnya tatanan dunia.
Sebagai manusia kita hanya bisa berusaha mematuhi protokol kesehatan dan berdoa, sedangkan para ilmuwan berusaha menemukan vaksinnya. Masihkah kita sombong tidak mau taat pada aturanNya???
Ya Allah… jika Engkau mau mengambil nyawa saya, ambillah dalam keadaan husnul khatimah, dalam keadaan dakwah, beriman dan tidak sesat. Kepada Engkaulah kami kembali dan sebaik-baiknya tempat kembali.
Surga-Mu yang selalu menjadi mimpi indah dalam setiap langkah seorang muslim. Bahagia adalah ketika semua perbuatan itu tujuannya untuk menggapai ridhoMu. Aamiin yaa Rabbal’alamin
Views: 5
Comment here