Opini

Syariat Penentu Halal Haram

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Eni Yani

wacana-edukasi.com, OPINI– Indonesia sebagai negara mayoritas muslim, mengonsumsi produk halal menjadi kewajiban setiap muslim. Halal dan haram bagi kaum muslim adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi, yang wajib kita yakini halal haramnya dalam pandangan syariat. Kehalalan suatu produk sangat diutamakan berdasarkan dorongan keimanan.

Penentuan halal haram saat ini merupakan suatu hal yang sulit di pastikan kehalalanya, mengapa demikian ? Dikarenakan tidak sedikit barang haram tercampur dalam suatu produk. Cara paling mudah menentukan mutu halal haramnya yaitu dengan mencari label halal yang tertera dalam suatu produk. Dengan adanya jaminan halal pada suatu produk yang beredar, masyarakat tidak menjadi was was sebab adanya kepastian halal sesuai syariat.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), menyebutkan kemenag akan menjatuhkan sanksi bagi pelaku yang menjual tiga kelompok produk tanpa sertifikat halal yakni makanan dan minuman, bahan tambahan pangan, bahan baku, bahan penolong untuk produk makanan minuman; serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Sanksi yang diberikan bisa berupa peringatan secara tertulis dan denda adminstrasi. Untuk itu dihimbau bagi seluruh pelaku usaha segera melakukan pengurusan sertifikat halalnya. Tanggal 17 Oktober 2024 menjadi batas terakhir masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal. ( CNN.Indonesia, 8 -01-2023 )

Aturan sanksi yang diberlakukan terhadap pelaku usaha yang produknya tidak memiliki sertifikat halal merupakan hal berat dilakukan, mengingat tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sertifikat halal tersebut. Tidak dimungkiri produk halal menjadi ladang bisnis yang menguntungkan.

Meningkatnya produk halal maka hal ini akan mendatangkan manfaat berupa pemasukan bagi negara. Keuntungan yang didapat hendaknya tidak menjadi tujuan negara tetapi hanya kemaslahatan yang mengiringi ketaatan dalam pelaksanaan syariat. Jika produk halal hanya dilihat dari sisi bisnis maka akan berdampak pada pengabaian kehalalan produk ketika tidak adanya keuntungan.

Kapitalisme Tidak Peduli Halal

Dalam sistem kapitalisme suatu hal yang tidak mungkin adanya kepedulian pada Islam dan kaum muslim, termasuk halal haram suatu produk. Jumlah kaum muslim yang besar hanya dipandang sebagai potensi pasar yang menguntungkan. Kapitalisme berperan dalam menjadikan masyarakat yang konsumtif dengan berbagai tawaran melalui berbagai media.

Kapitalisme memandang produk halal sebagai ladang bisnis yang menguntungkan, apapun akan dilakukan selama ada nilai materi yang didapat meski harus menyingkirkan syariat jika dianggap merugikan. Berbagai administrasi yang harus dipenuhi pelaku bisnis untuk mendapat sertifikat halal, bagi pemodal kecil akan sulit memperoleh label halal.

Tuntutan jaminan kehalalan suatu produk juga bertentangan dengan sistem sekuler yang menjadi landasan negara saat ini. Negara sekuler akan lebih mementingkan nilai manfaat dibanding label halal pada suatu produk. Bagi kapitalis sekuler bagaimana dengan modal yang kecil mampu memperoleh keuntungan berlipat meski harus menghalalkan cara. Agama tidak lagi menjadi acuan atau standar dalam membuat kebijakan yang diambil suatu negara. Hal ini akan menimbulkan celah atau titik rawan terjadinya manipulasi kepentingan matrialistis, kecurangan kemungkinan besar terjadi akibat tidak adanya standar yang jelas, semua ditujukan atas dasar keuntungan semata.

Inilah kapitalisasi sekuler, seyogyanya produk yang beredar di masyarakat wajib halal, bukan sertifikat halalnya yang menjadi fokus utama. Namun tidak semua pelaku usaha paham dan mengerti kepastian halal dan haram di masyarakat sehingga label produk halal menjadi solusi yang ditempuh, sehingga hal ini dimanfaatkan oleh orang kapitalis untuk meraup untung

Riayah Islam Atas Jaminan Halal Haram

Islam adalah sebuah mabda yang menjelaskan urusan aqidah hingga urusan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, keamanan, pemerintahan dan ahlak. Islam yang mampu memenuhi seluruh hak kaum muslim dan memberikan periayahan atau pengurusan yang lengkap. Aqidah Islam menjadi standar atau landasan dalam melakukan atau pengambil kebijakan, tak terkecuali masalah jaminan produk halal haram.

Dalam Islam, adanya jaminan kehalalan suatu produk akan dilakukan dari awal sebelum melakukan hal lain mulai dari produksi hingga distribusi yang akan senantiasa diawasi, hal ini dilakukan agar seluruh proses dijamin kehalalanya baik dari zatnya dan caranya. Sehingga masyarakat tidak menjadi bingung dan ragu dalam membedakan halal haram. Kehalalan makan minuman perkara penting dalam Islam sebagai bentuk ketaatan kepada Alloh SWT, bukan bisnis dan keuntungan seperti dalam sistem kapitalis.

Dalam Islam adanya sanksi bagi pihak yang melanggar syariat terkait kehalalan produk, seperti masa Abu Bakar memberlakukan hukuman cambuk bagi peminum khamer sebanyak 40 kali cambukan bagi mereka yang mabuk. Berbeda dengan khalifah Umar Bin Khatab, sanksi yang dikenakan sebanyak 80 kali cambukan. Hukuman ini diberlakukan hingga kepemimpinan Ustman Bin Affan hingga Ali Bin Abi Thalib. Bahkan hukuman akan ditambah sebanyak 20 kali cambukan apabila dilakukan pada bulan Ramadhan, seperti ungkapan Ibnu Qoyyim, sebagai bentuk penjagaan atas keimanan kaum muslim.

Islam menjaga keimanan setiap rakyat, tidak membiarkan mengambil keuntungam dari sesuatu yang syariat haramkan. Dengan dorongan keimanan kita wajib campakan aturan kapitalis sekuler yang menyengsarakan dengan mengambil sistem Islam sebagai aturan yang akan mensejahterakan dan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. Hanya dengan penerapan Islam kafah saja segala problematika manusia akan terselesaikan termasuk produk halal haram.

Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here