Opini

Tak Ada Pembenaran dalam Perilaku Menyimpang

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh.Ima Khusi

wacana-edukasi.com, OPINI– Lagi viral nih, pesantren Waria. Kira-kira sudah pada tahu apa itu waria, kan? Yaps, betul. Waria yang punya kepanjangan wanita pria atau yang bersinonim bencong, banci, jantina, kedi, wadam. Wah, sinonimnya saja banyak ya? Yang jelas kelompok yang masih satu rumpun dengan kelompok tulang lunak ini, katanya punya pesantren. Nama pesantrennya adalah Pondok Pesantren Waria Al-Fatah.

Pondok yang terletak di Kotagede Yogyakarta ini dipimpin oleh Shinta Ratri yang merupakan aktivis Transgender. Meskipun namanya “Pondok Pesantren” tempat ini tidak terdaftar secara resmi sebagai pesantren atau sekolah Islam di bawah Kementerian Agama. Jadi, kenapa diberi nama pesantren? Terus bagaimana asal usul mereka terbentuk yuk kita telusuri.

Sejarah Berdirinya Pesantren Waria Al-Fatah

Dilansir dari https://www.bbc.com (03/04/ 2023). Sejarah adanya Pondok Pesantren Waria Al-Fatah ini, berawal dari tragedi gempa yang mengguncang Yogyakarta pada tahun 2006. Peristiwa yang membuat duka setiap orang tak terkecuali para waria kala itu, akhirnya melahirkan kegiatan doa bersama yang difasilitasi oleh Haji Hamruli, yang kebetulan punya pondok pesantren di Sedayu.

Nah, dari sinilah, lahirlah ide untuk mengadakan pengajian untuk para waria yang dilakukan sebulan sekali, dan mereka datang ke pondok Haji Hamruli untuk mendengarkan pengajian. Sehingga pada tahun 2008 berdirilah Pesantren Waria Al-Fatah ini. Di pondok, para waria ini belajar keagamaan seperti mengaji, belajar salat, dan mendengarkan pengajian dari para guru yang dibimbing Haji Hamruli.

Pada 2014, Shinta Ratri diangkat menjadi ketua pondok menggantikan ketua sebelumnya yang meninggal dunia. Beliau juga mengusulkan untuk memindahkan pondok ke rumahnya, supaya para waria tak perlu memikirkan uang sewa. Kegiatan pun akhirnya bertambah, tak hanya belajar tentang keagamaan tapi juga belajar beragam ketrampilan seperti, menjahit, memijat, dan merias. Akan tetapi, kegiatan di pondok ini tak membuat para waria ini kembali pada fitrahnya. Tempat yang mereka sebut sebagai pondok pesantren ini malah melindungi mereka dan membenarkan perbuatan yang jelas-jelas dilarang oleh agama.

Peran Pesantren Sebenarnya

Menurut Wikipedia makna pesantren adalah adalah sebuah lembaga pendidikan Islam di mana para siswanya tinggal dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri.

Bahasa mudahnya pesantren adalah tempat belajar dan mendalami ilmu agama, serta tempat yang dapat menggembleng juga membimbing seseorang, agar paham tentang agama. Sehingga orang tersebut tahu, mana halal, mana haram, mana perbuatan yang mengandung dosa, mana perbuatan maksiat yang mengundang murka Allah, dan sebagainya. Intinya, orang tersebut setelah masuk pesantren diharapkan bisa menjadi lebih baik dan bertobat atas segala kesalahan.

Sedangkan waria, bencong, banci, wadam atau jantina menurut Wikipedia adalah adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupan sehari-harinya. Secara fisik, mereka adalah laki-laki, tetapi mereka mengekspresikan identitas gendernya sebagai perempuan. Tentunya hal ini jelas tidak boleh, bahkan jatuh pada sebuah perbuatan yang haram hukumnya dalam Islam, karena sudah termasuk menyalahi fitrah dan kodrat dari Allah Swt.

Nah, dari dua pengertian di atas, makna dua hal ini bisa saling melengkapi. Karena pesantren bisa menjadi wadah yang baik untuk para waria ini. Pesantren bisa menjadi tempat untuk mendidik dan menggembleng mereka untuk kembali pada fitrahnya, bertobat, dan membuat mereka menyadari kesalahan yang mereka perbuat, sehingga kembali menjadi laki-laki.

Tapi, kalau pesantren hanya menjadi tempat tinggal dan tempat mereka berlindung dari tatapan miring masyarakat, dan justru tak menyadarkan para waria ini tentang kodratnya sebagai laki-laki, dan malah makin mengukuhkan bahkan menjadi tempat pembenaran atas kelakuan mereka, tentunya tempat ini tak layak disebut pesantren, hal ini jelas tak bisa dibiarkan dan dibenarkan meski kegiatan yang dilakukan di dalamnya islami.

Bagian dari Agenda Barat

Sejatinya keberadaan waria dan tumbuh suburnya kaum bertulang lunak di negeri ini tidak terlepas dari perkembangan globalisasi dan serangan budaya Barat. Pergerakan komunitas tulang lunak ini pun tentu juga disokong dari lembaga asing seperti, Aus AID, UNFPA, UNAIDS, dan USAID. Sehingga, jelas sekali penyebaran kelompok ini adalah salah satu agenda Barat.

Mereka sangat agresif dan tidak malu-malu lagi dalam menegaskan keberadaannya. Sehingga keberadaan pesantren waria ini pun jelas sebagai salah satu cara agar mereka diakui oleh masyarakat, khusus di negeri yang mayoritas muslim ini. Secara fisik mereka ini memang tampak sehat, akan tetapi sebenarnya mereka ini sedang sakit, sayang mereka tidak menyadarinya. Di tambah lagi ada segelintir manusia yang malah membenarkan perilaku mereka dengan dalil kemanusiaan. Padahal jelas-jelas ini tidak bisa dibenarkan dalam agama. Apa pun alasannya, seharusnya prilaku menyimpang ini diberantas dan tidak diberi ruang agar tak tumbuh subur. Karena pada dasarnya manusia diciptakan hanya dengan dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.

Kembali pada Islam

Dalam Islam laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya jelas diharamkan dan dikategorikan dosa besar, Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. dalam hadis riwayat Ibnu Abbas ra: “Rasulullah Saw. telah melaknat para laki-laki yang menyerupai perempuan dan (melaknat) perempuan yang menyerupai laki-laki.” Karena jelas Allah Swt.
menciptakan manusia sebaik-baiknya makhluk dengan bentuk yang sempurna yaitu sebagai laki-laki dan perempuan.

Islam telah membekali manusia dengan seperangkat aturan yang mengikat mereka, dan aturan itu bisa berlaku pada laki-laki saja atau perempuan saja, adakalanya aturan itu berlaku sama pada keduanya. Oleh karena itu jelas dari sini laki-laki dan perempuan itu berbeda apalagi terkait pakaian, aurat, cara beribadah, pemenuhan hak dan kewajiban. Jadi jangan sampai malah dicampuradukkan dengan dalih nyaman atau hak asasi.

Namun, karena saat ini kehidupan kita tidak diatur dengan aturan Islam dan tidak berada dalam naungan syariat Islam, maka perilaku-perilaku menyimpang seperti waria dan kaum tulang lunak ini tumbuh subur di negeri ini, bahkan mendapat apresiasi dan tempat, sehingga mereka berani mendirikan pesantren waria ini.

Islam sebagai agama fitrah tentu tidak akan membiarkan perilaku menyimpang ini tumbuh subur dan mendapat pembenaran di tengah masyarakat. Para pelaku ini harus diberi sanksi tegas agar tidak berani melakukan perbuatan tercela ini.

Tentunya pemberian sanksi ini bukan karena Islam tidak berperikemanusiaan seperti yang dihembuskan para pembencinya. Pemberian sanksi ini merupakan bentuk penjagaan Islam agar orang lain tidak tertular penyakit menyimpang ini. Memahamkan mereka agar sadar akan perilaku menyimpang mereka, membina mereka sehingga memiliki kepribadian Islam yang tangguh, memiliki cara berpikir dan bersikap dengan Islam sebagai tolok ukurnya.

Tentunya sanksi, pembinaan dan perlawanan terhadap komunitas tulang lunak ini tidak bisa dilakukan secara individu atau komunitas, karena pasti akan terus bermunculan pesantren-pesantren waria lainnya.

Perlu peran negara untuk menuntaskannya dan hal itu tidak akan pernah bisa jika negara masih mempertahankan demokrasi, mengagungkan HAM ala Barat, paham kebebasan, ataupun ideologi kapitalisme dan sekularisme.

Hanya dengan mewujudkan penerapan syariat Islam secara total dan menyeluruh di bawah sistem Islamlah perlawanan dan penuntasan masalah kaum tulang lunak ini bisa benar-benar diatasi secara tuntas.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 35

Comment here