Oleh : Ayu Ocky, S.Kom.
wacana-edukasi.com– Sebagai negara berkembang, masyarakat Indonesia masih banyak yang mengalami kesulitan ekonomi hingga kemiskinan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa 10,14% atau setara dengan 27,54 juta penduduk Indonesia berstatus miskin. Wajar, apabila pinjam meminjam menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terlebih dengan zaman yang modern seperti saat ini, di mana teknologi semakin berkembang pesat, pinjaman secara online pun mudah didapatkan. Mulai dari yang legal hingga yang illegal.
Baru-baru ini, beredar kabar bahwa terdapat beberapa pelanggan yang terjerat kasus pinjaman online. Mulai dari masuk bui, hingga bunuh diri. Padahal awalnya pinjaman online tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Seperti dilansir tribunnews.com, seorang Ibu Rumah Tangga di Wonogiri mengakhiri hidupnya, dikarenakan terlilit hutang dan mendapat ancaman dan teror dari karyawan pinjaman online illegal (15/10/21). Ibu tersebut diketahui memiliki hutang pinjaman online sebesar 51,3 juta rupiah di 25 aplikasi online. Diduga pinjaman online illegal tersebut dibiayai oleh seorang WNA dan karyawan tersebut digaji sebesar 20 juta rupiah/bulan.
Di sisi lain, dengan munculnya berbagai persoalan terkait pinjaman online, Menkominfo, Johnny G. Plate, akan melakukan moratorium atau menghentikan sementara penerbitan izin bagi penyelenggara sistem elektronik atas pinjaman online (bisnis.com, 15/10/21). Kebijakan tersebut merupakan arahan langsung dari Presiden Jokowi dalam rapat terbatas bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkominfo Johnny G. Plate, Gubernur BI Perry Warjiyo Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Wibowo.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Presiden Jokowi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini merupakan langkah yang diambil dalam rangka menangani pinjaman online yang dinilai merugikan masyarakat, yaitu dengan cara penutupan akun pinjaman online oleh Kementerian Kominfo.
Beginilah kondisi carut marut perekonomian negeri ini, setiap solusi yang diberikan justru menimbulkan masalah yang baru. Pinjaman online sejatinya bukanlah solusi bagi ekonomi rakyat, melainkan solusi yang merugikan masyarakat dan menguntungkan para pemilik modal. Bagaimana tidak, sebanyak 68 juta orang atau akun tercatat memanfaatkan layanan dalam kegiatan teknologi finansial dengan putaran uang atau omset mencapai 260 triliun rupiah. Penertiban pinjol pun sebagai penanganan pinjol yang merugikan masyarakat hanya sebatas solusi sementara.
Hal ini tidak terlepas akibat sistem ekonomi yang digunakan di bawah kapitalisme. Di mana dalam kapitalisme, manusia dibiarkan untuk membuat dan menjalankan aturannya sendiri, yakni mereka yang memiliki modal. Salah satu sumber masalah dalam sistem perekonomian kapitalisme adalah penggunaan riba. Kasus pinjaman online termasuk salah satu bentuk transaksi ribawi, di mana riba menjadikan pinjaman online menjadi membengkak dan memberatkan peminjam.
Selain penggunaan riba, negara juga tidak memberikan jaminan yang jelas terhadap keberlangsungan hidup masyarakatnya, terutama terkait pemenuhan kebutuhan ekonomi. Padahal di satu sisi, Indonesia adalah negara dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, namun justru hal itu tidak bisa dirasakan oleh rakyat Indonesia dan banyak SDA yang dikuasai oleh Asing. Hal ini menunjukkan negara hanya sebagai fasilitator dan ketidakmampuannya dalam mengelola SDA yang ada.
Kontras dengan sistem pemerintahan Islam, Islam menjamin terkait pemenuhan kebutuhan rakyat yang hidup di dalam wilayahnya. Pengelolaan SDA pun dilakukan secara independen dan hasilnya diperuntukkan untuk rakyat. Selain itu, terbebasnya dari penggunaan sistem ekonomi ribawi menjadikan sistem perekonomian negara cenderung stabil. Dan yang paling utama, tidak hanya menjamin kehidupan masyarakatnya baik muslim maupun non-muslim, tetapi penerapan islam kaffah dalam bingkai negara akan memastikan seluruh syariat dijalankan oleh pemeluknya, yakni kaum muslimin.
Begitu kompleks permasalahan di dunia ini akibat tidak adanya penerapan Islam secara kaffah, bahkan Abu Hamid al-Ghazali, dalam al-Iqtishad fi al-I’tiqad menyampaikan “Agama itu bagaikan pondasi, sementara kekuasaan (imamah/khilafah) itu merupakan penjaga. Sesuatu (bangunan) yang tidak ada pondasinya, pastilah roboh, sementara sesuatu (bangunan dan pondasi) yang tidak ada penjaganya, pasti akan hilang”. Oleh karena itu, sudah saatnya dengan dorongan keimanan, kita bangkit dan campkakkan sistem yang bathil untuk kembali kepada sistem yang diridhai Allah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahua’lam bishawab.
Views: 11
Comment here