Oleh Dwi R Djohan
wacana-edukasi.com — Pada Mei 2021, Afghanistan membara. Taliban menjadi pelaku utamanya. Setelah menunggu selama 20 tahun, Taliban kembali menguasai Afghanistan, termasuk istana kepresidenan. Bahkan Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, disebut melarikan diri ke Uni Emirat Arab hanya beberapa waktu usai Taliban memasuki Kabul. Hal ini juga membuat warga Afghanistan maupun warga asing yang berada di negara tersebut panik sehingga berbondong-bondong ke Bandara Internasional Kabul untuk melarikan diri. Kericuhan pun terjadi. Pesawat yang masuk maupun keluar bandara guna mengevakuasi warga mengalami kesulitan. Mata dunia pun tertuju padanya.
Taliban tidaklah asing bagi Afghanistan. Seperti berita yang telah ada, Taliban adalah sekelompok orang yang terbentuk di awal tahun 1990an pasca pasukan Uni Soviet mundur dari Afghanistan. Sekelompok orang ini bisa menguasai dan memimpin Afghanistan karena berhasil memikat hati rakyat dengan janjinya. Janjinya adalah mengembalikan perdamaian dan keamanan di Afghanistan sesuai syariat Islam. Taliban juga berhasil memberantas korupsi, membatasi pelanggaran hukum, membuat jalan-jalan dan area-area di bawah kekuasaannya aman untuk perdagangan.
Namun, ternyata di mata dunia, Taliban telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan budaya. Salah satu yang terkenal yaitu saat Taliban melakukan penghacuran Patung Buddha Bamiyan yang terkenal di Afghanistan tengah tahun 2001, sehingga memicu kemarahan public internasional. Atas dasar itu juga, maka Amerika Serikat (AS) melakukan invasi militer ke Afghanistan. Alasan lain invasi adalah adanya serangan 11 September 2001 pada Menara kembar WTC di Washington, AS. AS menuduh Taliban melindungi kelompok di bawah pimpinan Usamah bin Laden yang menjadi otak kejadian tersebut. Invasi militer AS ini malah berbuntut puluhan ribu korban berjatuhan dan kerugian ditaksir mencapai 2 triliun dollar AS (sekitar Rp28,6 kuadriliun), kutip The Washington Post.
Hingga pada 29 Februari 2020, AS dan Taliban sepakat membuat perjanjian damai di Doha, Qatar. Pihak AS diwakili oleh Zalmay Khalilzad dan pihak Taliban diwakili oleh Mullah Abdul Ghani Baradar selaku pemimpin Taliban. Adapun pokok isi dari perjanjian tersebut adalah AS menarik mundur pasukannya secara bertahap, AS melepas tahanan perang pada tanggal 10 Maret 2020, Sanksi AS untuk anggota Taliban akan dihapus, Taliban memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dimana mendukung pemulihan kondisi Afghanistan dan hal-hal yang bisa mengancam AS serta Pengesahan PBB atas perjanjian amai ini, sesuai yang dikutip kompas.com.
Pada Mei 2021, saat pasukan AS dan sekutunya menarik pasukannya secara bertahap, Taliban kembali memberontak di Afghanistan. Taliban telah melanggar perjanjian damai. Hingga muncul kericuhan seperti yang kita lihat bersama saat ini.
Usut punya usut, Afghanistan menjadi rebutan karena Afghanistan kaya akan sumber daya alam. Dikutip dari Reuters, sebuah organisasi berita internasional, Afghanistan kaya akan sumber daya alam seperti tembaga, emas, minyak, gas alam, uranium, bauksit, batu bara, bijih besi, tanah jarang, litium, kromium, timah, seng, batu permata, bedak, belerang, travetin, gypsum dan marmer. Seharusnya dengan melimpahnya rahmat Allah yang luar bisa ini, Afghanistan bisa lebih kaya dari negara-negara yang maju saat ini. Dan dengan alasan inilah, Afghanistan menjadi rebutan. Tidak salah jika Taliban memilih untuk melanggar perjanjian, mengingat kekayaan yang dimiliki Afghanistan sangat menggiurkan. Negara barat pun (AS) tidak rela juga jika kekayaan alam ini dikelola oleh sekelompok orang yang berpotensi menentang dan menyerangnya. Belum lagi terdengar kabar jika Taliban berupaya menemui China dan Rusia untuk menjalin hubungan baik.
Jika ditanya, bagaimana kondisi seperti ini bisa terjadi ? Jawabnya hanya satu yaitu tidak ada junnah berupa khilafah. Junnah atau perisai untuk umat muslim saat ada serangan dari pihak Barat dengan alasan yang diada-adakan. Dengan alasan terorisme, AS menilai Tabliban bekerja sama dengan kelompok teroris padahal hingga sekarang pihak AS belum bisa memberikan bukti nyata bahwa Usamah bin Laden sebagai otak serangan 11 September. Junnah atau perisai dari scenario perampokan sumber daya alam. Secara terbuka, Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis pada New York Times akhir Juli 2017 menyatakan bahwa AS mengincar sumber daya Afghanistan terutama jenis mineral yang cadangannya melimpah. Wajar saja, perang yang berlangsung sejak 2001 hingga 2014 telah menguras kas AS dan presiden AS pada waktu itu, Donald Trump, mendesak Amerika harus menuntut bagian dari kekayaan mineral Afghanistan sebagai timbal balik atas bantuan AS untuk pemerintahan Afghanistan.
Itulah kenapa umat Islam benar-benar membutuhkan kepemimpinan Islam atau khilafah. Karena untuk melindungi harkat, martabat, nyawa serta kemuliaan agama Islam dengan syariat-Nya. Juga untuk menjaga kehormatan, harta dan keamanan warga negaranya serta hak-hak mereka.
Views: 0
Comment here