Oleh : Lely Novitasari
(Aktivis Generasi Peradaban Islam)
wacana-edukasi.com, OPINI– Miris mendengar kabar dugaan tindak pelecehan terhadap anak TK yang dilakukan oleh anak-anak usia SD. Melansir media Kemenpppa.go.id, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sebagai lembaga yang konsen terhadap perempuan dan anak, pun menyesalkan kasus kekerasan seksual ini terjadi.
Dugaan pelecehan dialami oleh siswi taman kanak-kanak (TK) yang masih berusia 5 tahun di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur yang para pelakunya juga masih berusia anak.
Perwakilan dari Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, di Jakarta (20/1), mengajak seluruh elemen masyarakat turut serta melindungi anak-anak dari segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual, tidak hanya sebagai korban, tetapi juga pelaku karena seperti yang telah diketahui, kekerasan seksual bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Bersama-sama beliau juga mengajak untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak Tahun 2030 yang salah satu wujudnya adalah menurunnya angka kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.
Meningkatnya angka kekerasan pada anak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Pengaduan paling tinggi ada di klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Dilanjut data pengaduan Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif sebanyak 1960 aduan. Berikutnya data anak korban kekerasan fisik dan/atau fsikis sebanyak 502 kasus. Bahkan kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual berjumlah 834 kasus. (Sumber Republika.co.id)
Ketua KPAI, AI Maryati Solihah dalam keterangan yang dikutip pada Ahad, (22/1/2023), menggambarkan bahwa posisi anak sangat rentan terhadap berbagai kekerasan karena ada banyak sekali faktor yang dapat menjadikan anak sebagai korban maupun pelaku.
Maraknya berbagai fenomena kekerasan khususnya pada anak sudah semestinya dicari akar permasalahan mendasarnya, supaya kelak ke depannya tidak terulang.
Apakah ini murni hanya kesalahan pelaku yang notabene masih usia kanak-kanak? Ataukah disebabkan kurangnya pendidikan di rumah bersama orangtuanya? Atau ada faktor lingkungan dan faktor lain?
Fitrah Anak dirusak
Usia kanak-kanak hakikatnya masih belum bisa membedakan baik buruk dampak yang dilakukan untuk kedepannya. Usia anak pun masih perlu pengawasan dari orangtuanya karena pertumbuhan akalnya belum sempurna. Tentu hal ini menjadi tanggung jawab kedua orangtua yang wajib dipenuhi.
Diantaranya menafkahi dan mendidiknya, memberikan hak anak sesuai kebutuhan. Selain mencukupi sandang, pangan dan papan, memberikan ilmu sebagai pengetahuan awal menjadi bekal si anak saat bergaul ke dunia luar rumah ataupun dunia maya (sosial media) juga diperlukan.
Jika dahulu anak dijaga saat keluar rumah, hari ini bertambah penjagaannya juga musti dilakukan saat ia mulai mengenal gadget.
Walaupun niat awal orangtua memberikan gadget agar anak lebih aman berada di dalam rumah, juga keperluan untuk belajar disaat masa pandemi kemarin menjadi sebuah kebutuhan.
Namun bak pisau bermata dua, penggunaan tanpa pengawasan yang ketat dapat menjerumuskan anak pada situs ataupun konten yang tidak boleh dilihatnya saat berselancar di dunia maya. Realitanya ini lebih menyeramkan dari lingkungan rumah yang sudah lebih dulu dikenal.
Lingkungan sangat mungkin mempengaruhi perilaku anak, sebab akalnya masih berproses mencontoh apa yang dilihat. Begitupun lingkungan di dunia internet, konten ataupun situs yang menampilkan pornoaksi/ pornografi bisa mempengaruhi pemikiran anak. Terlebih otak anak akan rusak jika sudah kecanduan.
Semua ini tak lepas dari sebuah sistem yang mengkondisikannya. Sebuah sistem yang lebih condong pada asas manfaat. Dimana landasannya tidak menggunakan agama. Akibatnya sistem pendidikan, ekonomi, dan pengaturan media diatur hanya mengandalkan akal manusia dan pertimbangan materi semata.
Dalam hal ini pembuat kebijakan hanya diwakilkan oleh perwakilan rakyat dalam membuat kebijakan. Di saat aturan agama dipisahkan dalam urusan dunia, istilah ini dikenal sebagai sistem sekularisme.
Sistem sekularisme membuat aspek pendidikan, ekonomi, politik, pengaturan media tidak boleh bawa-bawa agama. Standar baik buruk disandarkan pada akal dan manfaat. Agama sekedar menjadi ranah privasi dan ibadah ritual.
Sekularisme bukan fitrah manusia
Manusia hakikatnya makhluk lemah (butuh bantuan) dan terbatas. Makhluk yang memiliki fase dilahirkan dan meninggal dunia. Hal ini menandakan manusia itu diciptakan oleh sesuatu yang tidak terbatas dan tidak lemah.
Ibarat sebuah boneka yang diyakini ada pembuatnya, maka manusia dengan segala kerumitan organ yang ada di dalam tubuh niscaya ada yang menciptakannya. Jika gedung tinggi diyakini ada yang membuat, maka gunung tinggi nan kokoh pasti ada yang menciptakannya.
Jika manusia telah meyakini melalui proses berfikir bahwa hanya Allah Ta’ala satu-satunya pencipta, maka selayaknya makhluk itu taat pada setiap perintah dan menjauhi segala laranganNya.
Islam adalah Aturan Hidup
Manusia yang terbatas daya jangkau akalnya melihat kebaikan dan keburukan dengan presfektif yang sama. Maka ketika sesuatu itu diciptakan niscaya memiliki buku panduan. Ibarat sebuah benda yang dibuat sepaket dengan buku pedomannya.
Begitupun manusia yang diciptakan seperangkat dengan petunjukNya, ialah Al Qur’an nul kariim, kitab yang tiada keraguan di dalamnya.
Al Qur’an menjadi rujukan utama standar baik buruk setiap perbuatan dan kebijakan manusia mengatur kehidupannya baik dari segi individu, masyarakat sampai negara.
Allah Ta’ala menjelaskan dalam kitabNya; Qs. Al-Maidah ayat 48-50;
Allah SWT berfirman:
وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ
“Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan,”
وَاَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ اَنْ يَّفْتِنُوْكَ عَنْۢ بَعْضِ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكَۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ اَنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّصِيْبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوْبِهِمْ ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ لَفٰسِقُوْنَ
“dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”
Maka jelas dari firman Allah swt di atas, Islam menjadi sebuah keniscayaan mampu memberikan solusi dalam setiap problematika dengan adil dan tuntas.
Semakin membuktikan bahwa sistem sekularisme tidak sesuai fitrah manusia khususnya pada umat Islam sampai kapanpun.
Solusi Tuntas Kembali Pada Islam
Islam menjadi satu-satunya agama yang memiliki aturan sempurna dan lengkal. Dengan menjadikan akidah Islam sebagai asas yang mengatur jalannya sistem pendidikan, ekonomi, termasuk pengaturan media informasi, Islam mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan ini secara tuntas.
Tentu ketika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam sistem yang berdaulat. Pencegahan dan proteksi yang kuat di lingkungan serta dunia internet bisa dengan mudah dilakukan, yaitu dengan;
Pertama, Adanya kontrol masyarakat, dimana masyarakat sebagai sebuah kumpulan individu yang memiliki perasaan, pemikiran dan aturan yang sama. Sistem Islam mengkondisikan setiap individu dan masyarakat saling berbuat amar ma’ruf nahi mungkar.
Kedua, Aparatur Negara yang memiliki kewenangan bisa dengan mudah menutup akses pornografi/pornoaksi secara permanen. Ini bagian dari meminimalisir anak terpengaruh hal-hal negatif dalam dunia internet.
Ketiga, Negara dapat memberikan sanksi yang mampu memberikan efek zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus dosa) sesuai kadarnya.
Dengan langkah pencegahan dan sanksi, angka kriminalitas/ pelecehan seksual yang pelakunya anak-anak akan sulit dijumpai. Sebab, faktor pemicunya sudah diminimalisirkan.
Mengutip buku Longing For The Lost Caliphate karya Mona Hasan (beliau seorang sejarahwan dan ilmuwan), dalam bukunya yang merujuk Artikulasi Klasik bahwa tidak ada yang ragu ataupun tidak setuju bahwa tegaknya Islam yang diterapkan dalam sebuah negara yaitu Khilafah menjadi sebuah kewajiban yang harus diwujudkan.
Jika sekularisme terus menerus hanya menjadi jalan buntu dalam menyelesaikan persoalan, kenapa tidak menoleh pada solusi dari Islam yang telah terbukti ratusan tahun mampu memberikan solusi tuntas atas berbagai problematika kehidupan hingga terwujud peradaban mulia?
Wallahu’alam bishowab.
Views: 9
Comment here